Jumat, 11 November 2011

Memahami Nasionalisme

KH. A Cholil Ridwan
(Ketua MUI Pusat, Pengasuh PP Husnayain Jakarta)

PERTANYAAN:
Assalamu'alaikum Wr.Wb. Pak Kyai, apakah hukumnya nilai-nilai kebangsaan dan nilai-nilai nasionalisme keIndonesiaan dalam khazanah keIslaman. Wassalam.

HP. 02197080845

JAWABAN:

Ikatan kebangsaan (Nasionalisme/rabitah wathaniyah) tumbuh di tengah tengah masyarakat, tatkala pola pikir manusia mulai merosot. Ikatan ini terjadi ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tidak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat dimana mereka hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan nasionalisme, yang tergolong ikatan yang paling lemah dan rendah nilainya. Ikatan semacam ini muncul ketika ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Tetapi bila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut dapat dilawan dan diusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini. Karena itu, ikatan ini rendah nilainya.

Secara faktual, ikatan nasionalisme merupakan ikatan yang rusak (tabi’atnya buruk) karena tiga hal: (1) Karena mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu mengikat antara manusia satu dengan yang lainnya untuk menuju kebangkitan dan kemajuan. (2) Karena ikatannya bersifat emosional, yang selalu didasarkan pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yaitu untuk membela diri. Di samping itu ikatan yang bersifat emosional sangat berpeluang untuk berubah-ubah, sehingga tidak bisa dijadikan ikatan yang langgeng antara manusia satu dengan yang lain. (3) Karena ikatannya bersifat temporal, yaitu muncul saat membela diri karena datangnya ancaman. Sedangkan dalam keadaan stabil, yaitu keadaan normal, ikatan ini tidak muncul. Dengan demikian, tidak bisa dijadikan pengikat antara sesama manusia.

Dalam perspektif Islam, umat Islam sedunia adalah umat yang disatukan atas dasar ikatan akidah. Akidah Islamlah yang telah menyatukan umat ini, tanpa membedakan warna kulit, ragam bahasa, ras, keturunan, harta kekayaan, profesi, tanah air, asal usul kebangsaan dan sebagainya. Sebab Islam telah menetapkan bahwa mukmin adalah bersaudara (QS. Al Hujurat [49]: 10). Ikatan aqidah itu pula yang terus dipegang erat umat Islam sejak zaman Rasulullah Saw hingga hancurnya Kekhilafahan Turki Utsmani pada tahun 1924.

Namun, setelah negeri-negeri Islam dipecah belah oleh kekuatan penjajah Inggris, Perancis dan kini oleh Amerika serikat, maka ‘nilai-nilai kebangsaan’, ikatan kesukuan, ikatan nasionalisme, yang sebelumnya telah dihancurkan dari umat Islam kemudian dibangkitkan kembali. Hingga akhirnya umat Islam menjadi terkotak-kotak dan ujungnya mengidap penyakit ashabiyah (fanatisme), baik karena suku maupun tanah air (nasionalisme).

Wailah bin al-Asqa' pernah bertanya kepada Rasulullah: "Apakah yang disebut ashabiyah itu?" Maka jawab Nabi: "Yaitu kamu membela golonganmu pada kezaliman." (HR. Abu Dawud)

Sikap ashabiyah seperti ini telah diharamkan oleh Islam. Menurut Dr. Yusuf Qaradhawi dalam kitab Al Halal Wal Haram fil Islam, Islam tidak mengakui ashabiyah dengan segala macamnya, dan mengharamkan kaum muslimin menghidup-hidupkan setiap perasaan atau apa saja yang mengajak kepada ashabiyah. Rasulullah Saw telah mengumandangkan pernyataan, bahwa orang yang berbuat demikian tidak akan diakui sebagai ummatnya melalui sabdanya:

“Tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang menyeru kepada ashabiyyah (fanatisme kelompok). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang berperang atas dasar ashabiyyah (fanatisme kelompok). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang terbunuh atas nama ashobiyyah (fanatisme kelompok).” (HR. Abu Dawud)

Rasulullah menyebut kematian orang-orang yang terbunuh di bawah bendera ashabiyah sebagai mati jahiliyah. Syaikh Safiyurrahman al Mubarakfuri dalam kitab Al Ahzab As Siyasiyyah fil Islam mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:

“Barangsiapa berjuang di bawah bendera kefanatikan, bermusuhan karena kesukuan dan menyeru kepada kesukuan, serta tolong menolong atas dasar kesukuan maka bila dia terbunuh dan mati, matinya seperti jahiliyah”. (HR. Muslim)


0 komentar:

Posting Komentar

copyrigt; Juned Topan.. Diberdayakan oleh Blogger.