Jumat, 24 Februari 2012

Agnostik, Sebuah Pilihan Ataukah Pelarian?

Agnostik berasal dari akar kata bahasa Yunani “a” yang berarti tanpa dan “gnostikos” yang berarti pengetahuan. Secara harfiah agnostik dapat diartikan sebagai tidak adanya pengetahuan terhadap substansi mutlak yaitu Tuhan. Agnostik berbeda dengan atheis, orang-orang yang atheis mutlak tidak percaya terhadap adanya Tuhan sedangkan agnostik percaya bahwa tidak ada seorangpun mengetahuiexist (ada) tidaknya Tuhan. Bahwa urusan mengenai Tuhan adalah bentuk pengetahuan yang tidak bisa dijangkau oleh akal pikiran manusia.

Para penganut agnoticisme adalah kaum yang terjebak akan keraguan dan ketidak tahuan mereka akan keberadaan Tuhan. Banyak orang yang mempunyai persepsi berbeda terhadap makna sejati agnostik. Sebagian orang berpendapat bahwa para penganut agnoticisme adalah orang-orang yang percaya akan adanya Tuhan, namun memilih untuk tidak beragama sebagai instrumen perantara yang mengikat.Hal ini disebabkan keraguan mereka terhadap mengadanya suatu agama. Mereka beranggapan bahwa agama hanya dijadikan sebagai ladang kekuasaan, alih-alih perantara terhadap sang khalik. Kaum ini menelaah begitu banyak agama sebelum memutuskan untuk memilih tidak beragama. Pernyataan yang dapat menjawab kenapa keberadaan kaum agnostik cukup langka jika dibandingkan dengan penganutatheisme.

Dewasa ini hak-hak pribadi manusia dijunjung tinggi dan begitu diperjuangkan. Namun, identitas keagamaan yang merupakan salah satu hak pribadi manusia masih saja menjadi sebuah hal yang selalu saja ditelisik dengan penuh konspirasi. Hal ini disebabkan adanya isu-isu global yang membebani salah satu atau beberapa agama tertentu. Isu yang paling gencar adalah terorisme. Entah kenapa masyarakat dunia khususnya barat mengidentikkan agama Islam dengan terorisme. Orang-orang berjambang dan berjilbab dicurigai dan diawasi layaknya para penyusup yang setiap saat dapat melontarkan bom ke segala penjuru negara.

Dalam ketegangan seperti ini, beberapa diantara mereka melahirkan sebuah pemahaman baru yang menyalahkan keberadaan agama. Mereka berpendapat bahwa menjadi agnostik merupakan pilihan yang sexi dan cool di abad ini. Dengan bangga mereka akan mengaku sebagai seorang agnostik, sehingga tak perlu takut dicurigai dan diawasi. Bahkan sebagian mereka merasa senang karena dapat menikah dengan siapapun sesuai dengan keinginan mereka. Tidak ada perbedaan agama yang dapat mengakibatkan mereka berpisah dari pasangannya. Lalu apakah agnostik hanya dijadikan sebagai bentuk pelarian?

Para penganut agnosticisme tidak terlahir begitu saja sebagai agnostik, mereka menjadi agnostik setelah melewati pengalaman intelektual. Agnostik berpendapat bahwa ada tidaknya Tuhan merupakan suatu hal yang tidak mempengaruhi kehidupan mereka, bukan berarti mereka tidak percaya terhadap Tuhan. Hanya saja mereka ragu dan berpendapat bahwa urusan Tuhan tidak biasa dijangkau akal pikiran. Ketidak tahuan manusia yang beragama akan martabat rasa dapat menjadikan mereka takut dan lari dari zona ketidaknyamanan (berbentuk ancaman, ketidak puasan, keraguan dll.). Mereka akan beralih ke zona netral, alih-alih untuk menghindar. Maka lahirlah agnostik yang mereka anggap sebagai sebuah pilihan.

Pada akhirnya, sebuah bentuk pelarian atau pun bukan, para penganut agnosticisme toh telah memilih, dan tak ada yang menyangkal bahwa segala sesuatu yang dipilih adalah sebuah pilihan. Tergantung bagaimana seseorang memandang dan memahaminya lewat jendela hati dan rasa. Bukan hanya lewat pengalaman intelektual “buta” semata.


0 komentar:

Posting Komentar

copyrigt; Juned Topan.. Diberdayakan oleh Blogger.