Indonesia ini kaya dengan seniman tradisi yang bersedia menyerahkan hidupnya untuk seni. Berbeda dengan kehidupan artis pop yang penuh negosiasi sebelum mentas, para seniman tradisi pada umumnya lebih mementingkan “kebahagiaan” pada saat manggung atau hasil karyanya dilihat atau dibaca masyarakat luas.
Barangkali itu sebabnya kini mereka kebanyakan hidup prihatin karena ternyata jalan hidup yang mereka pilih pada usia produktif tak mampu menyangga kehidupan pada hari tua. Kecuali bila semasa masih produktif segera mau mengikuti cara hidup seniman pop. Bagaimana mereka mengisi “jalan sunyi” pada masa tua? Inilah yang kami angkat dalam GONG. Endo Suanda, pengamat seni pertunjukan, dalam wawancara kunci mengingatkan bahwa yang bertanggung jawab tentang mereka bukan hanya pemerintah, melainkan seluruh masyarakat, termasuk kita.
Mengintip kehidupan seniman tradisional setidaknya mengingatkan kita kembali bahwa mereka pernah bersumbangsih kepada negeri dengan bakat dan keseniman mereka hingga hari tua. Tulisan ini berusaha mengingatkan kita, termasuk kami—tentu saja—bahwa perkembangan sejarah seni dan budaya Indonesia tidak mungkin lepas dari jasa mereka.
Semangat seperti itu pula yang membuat Warisan Indonesia membuat program-program bersama Komunitas Budaya Visual Gambara, menyelenggarakan lomba fotografi Gambara Award 2012—kali ini dengan tema Flores Bangkit. Sebagaimana kami laporkan dalam JENDELA, Pemimpin Umum Warisan Indonesia Trisakti Simorangkir menjelaskan, program ini dilaksanakan untuk memperlihatkan realitas sosial di daerah-daerah agar lebih banyak diketahui oleh masyarakat luas.
Tulisan-tulisan yang kami sajikan juga selalu berusaha mengingatkan tentang hal-hal yang menarik dari daerah-daerah di Nusantara yang penting diketahui masyarakat luas, antara lain, dalam rubrik BAHASA, kami sajikan laporan wartawan Warisan Indonesia Donny Iswandono yang menyambangi Halmahera Barat baru-baru ini guna menelusuri beberapa bahasa setempat yang nyaris punah. Yang menyedihkan, pemerintah daerah mengaku belum banyak yang mereka lakukan untuk bahasa-bahasa di daerahnya.
Dalam rubrik UPACARA ADAT, kami sajikan tradisi tenongan di Jawa Tengah, yang diselenggarakan setiap Muharam, yang ternyata mampu mengatasi sekat perbedaan agama. Jangan lewatkan pula pemikiran-pemikiran dari komponis Slamet Abdul Sjukur (WAWANCARA), Ayu Utami (TOKOH), dan Happy Salma (PROFIL).
Kami senang sekali bila Anda menyampaikan informasi peristiwa-peristiwa budaya yang menarik di daerah Anda untuk menambah perbendaharaan kami. Bila ada, sampaikan melalui surat elektronik redaksi@warisanindonesia.com.
Salam hangat dari kami,
Rita Sri Hastuti/Pemimpin Redaksi
Rita Sri Hastuti/Pemimpin Redaksi
0 komentar:
Posting Komentar