Ada seorang Profesor ilmu pertanian.... Beliau hasilkan atas keunggulan intelektualnya beragam tulisan ilmiah tentang dunia pertanian..... Karya tulisannya banyak dibaca orang... kemudian sesekali dikaji pula.... Namun dibalik segala anugrah dari keunggulan intelektualitasnya itu.... tak akan pernah efek dari "intelektualitasnya" tersebut menyebabkan setangkai padi berbulir gabah... dan sebatang pohon mangga tak kan pernah pula berbuah...
Mengapa demikian?.....
Sebab utama tak berbulirnya padi dan tak berbuahnya mangga tersebut ...adalah karena sang profesor nan unggul intelektualitasnya tersebut..... tak punya lagi sisi "ruang jiwa" yang cukup berarti bagi berkembangnya potensi lainnya selain intelektulitasnya saja yang selalu mendominasi kemampuan jiwanya.... "taruh kata" sang profesor tersebut memiliki intelektualitas 85%.... tapi spiritulitasnya 5%.... juga emosionalitasnya hanya 5 % ... sisanya adalah tingkat adversitas (kemampuan menghadapi kesulitan) yang cuma tersisa 5 %..... Hingga jelaslah kenapa kemampuan intelektulitasnya kemudian mencuat begitu mumpuni....
Maka bandingkanlah dengan sisi-sisi ruang jiwa seorang petani padi di sekitaran Indramayu yang sekaligus berprofesi sebagai penanam pohon mangga gedong gincu...
Intelektualitas Si Petani tak sebanding dengan intelektualitas sang profesor karena hanyalah 25%.... spiritualitasnya pun 25 % hingga tak sebanding dengan ahli-ahli kebatinan.... juga emosionalitas... serta adversitasnya pun hanyalah 25 %.... namun sangatlah jelas bahwasannya setiap sisi-sisi ruang jiwanya "Tawazun" (berkeseimbangan).
Maka simaklah secara seksama kenyataan dan dampak dari perbedaan kedua nafsiah tersebut berikut ini...........
Akibat dari adversitas sang Profesor yang cuma 5 %... ketika dia dihadapkan pada "kesusahan" dalam mencangkuli kerasnya tanah maka "engganlah" dia untuk terus mencangkuli sawah yang akan ditanami padi.... Juga akibat dari emosionalitasnya yang hanya 5 %, kalaupun dia mau terus berusaha mencangkuli tanah maka tercuatlah segala keluh-kesah yang terus mewarnai upaya tiap ayunan cangkulnya yang "hanya" sekedarnya menghunjam tanah.... hingga hasilnya cangkulannya hanyalah sekedarnya pula... Dan ketika akhirnya tanah yang telah dicangkulinya tersebut tak mampu ditanami benih padi dengan baik..... maka timbullah akibat tingkat spiritulitasnya yang cuma 5% tersebut..... beragam sumpah serapah tiada tara kepada Tuhannya karena Alloh SWT telah menetapkan suatu "kesulitan" bersama dengan "kemudahan" jika kesulitan tersebut berhasil terlampaui....
Maka janganlah heran dengan tingkat Intelektulitas yang 85% tersebut tak mampu sedikit-pun menyebabkan setangkai padi berbulir gabah..... karena tak adalah kemampuan mumpuni tuk menempuhi seluruh proses dan daya upaya yang diperlukan demi menanam dan merawat padi hingga mampu membulirkan gabah dengan baik.
Bandingkanlah dengan jiwa "Tawazun" dalam diri si Petani...
Intelektualitasnya yang hanya 25% ternyata cukup berarti hingga mampu membaca dan memahami beragam hasil karya tulis dari berbagai Profesor di bidang pertanian... untuk langkah perbaikan dalam kegiatan pertanian yang digelutinya....
Begitu kuatnya ayunan cangkulnya ketika mengolah tanah yang sulit diolah... karena adversitasnya 25% yang lebih tinggi tarafnya dari sang Profesor ....
Begitu sabarnya menghadapi berbagai aral merintang dalam upaya menanami tanah hasil olahanya ...dan selanjutnya begitu sabarnya juga dalam memelihara tanamannya hingga masa panen padi berhasil tercapai..... berkat tingkat emosionalitasnya yang 20% lebih berarti dibanding sang Profesor....
Juga begitu besar rasa syukurnya atas segala limpahan hasil panen padi yang diraihnya.... berkat tingkat spiritualitasnya yang 25 % tersebut....
Maka janganlah heran kenapa dari segala jerih payah si Petanilah kita semua dapat menikmati "nasi" ... yang tiada lain adalah hasil jerih payah jiwa "tawazun" dari para petani ketika menanam padi.... dan bukanlah dari hasil "langsung" olah pikir intelektual dari sang Profesor yang unggul hingga memampukannya dalam menelorkan berbagai karya tulis ilmiah, termasuk tentang "teori" tanam padi sekalipun....
Camkan!!!...... seringkali kita terpukau oleh bentuk-bentuk reduksionisme....
Dalam Al Quran.... jiwa manusia seringkali disebut "nafs" yang berkonotasi suatu wadah....
Jikalah suatu wadah berujud manusia (nafs) itu berisi 4 komponen jiwa terdiri atas ....intelektulitas.... spiritualitas... emosionalitas... dan adversitas..... maka atas tuntunan Dinul Islam yang menjungjung tinggi nilai Keseimbangan (Tawazuniah)..... maka selayaknyalah kita semua menjaga proporsionalitas dari keempat komponen jiwa tersebut.... dan janganlah mencoba mereduksinya....
Maka melalui upaya reduksionisme-lah..... komponen jiwa yang seimbang tersebut dapat direduksiuntuk memunculkan "satu" komponen saja yang mendominasi sisi-sisi ruang dan kapasitas jiwa....
Intelektualitas Sang Profesor adalah hasil reduksionisai jiwa.... begitu memukau jika dilihat dari nilainya yang 85% lebih dominan.... tapi hal itu hanyalah "fatamorgana"..... karena tingginya nilai tersebut "sekaligus" akan membelenggunya dan mengebiri kemampuan "nafsiah" lainnya yang telah dianugrahkan Alloh SWT secara berkeseimbangan demi terciptanya suatu kemaslahatan dan nilai syukur tiada tara kepada Alloh Azza wa Jalla.... atas segala fitrah manusia yang pantang untuk direduksi....
Adalah lebih bijak jika kita semua lebih mengutamakan meningkatkan kapasitas jiwa... dibanding mereduksinya...
Jikalah intelektualitas petani ingin juga setaraf 85%... maka dengan peningkatan kapasitas-lah ... semua itu dapat ter-raih dan tanpa harus mereduksi komponen lainnya.... yaitu dengan cara melakukan peningkatan kapasitas jiwa si Petani hingga 340% dari kondisi semula..... dan tercapailah intelektualitas 85% tersebut...seraya teraih pula taraf 85% dari spiritulitas... emosionalitas dan adversitas dalam jiwa si Petani.... Subhanalloh
Reduksilah jiwa anda..... maka semakin jauhlah nilai keberkahan yang semestinya dapat diraih dari "kapasitas jiwa" nan tawazun dalam sesosok manusia.... Wallahu alam..
0 komentar:
Posting Komentar