Kamis, 07 April 2011

JAWABAN LENGKAP ATAS SEMINAR SEHARI TENTAN SYI'A

Buku ini berisi jawaban lengkap atas Seminar Nasional Sehari Tentang Syi'ah yang telah diadakan di Masjid Istiqlal pada tanggal 21 September 1997. Seminar itu dibuka oleh Hasan Basri, Ketua MUI saat itu. Seminar juga dikatakan dihadiri oleh para pejabat pemerintah, ABRI, MUI, pimpinan organisasi Islam, tokoh Islam dan masyarakat umum.

Seminar ini menghasilkan beberapa butir keputusan yang diambil berdasarkan pandang-pandangan kritis para peserta serta beberapa usulan kepada pemerintah RI.

Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) kemudian menganggap hasil seminar ini perlu ditanggapi.

Penulis:O. Hashem Penerbit: YAPI Cetakan: Pertama, September 1997.

Riwayat Singkat Penulis

Prakata

Kesimpulan Seminar

Kafirkah Kaum Syi'ah?

Mengapa Menghindari Mujadalah?

Fatwa Berbahaya

Keluarkan Fatwa bahwa Syi'ah itu Kufur

Apakah Kerajaan Saudi Kufur?

Pendapat H. Abubakar Aceh dan H. Abdullah bin Nuh

Rukun Islam dan Rukun Iman Syi'ah

Sikap Terhadap Sahabat

Imam Ma'shum

Mazhab Ja'fari, Mazhab Resmi Iran

Melaknat Sahabat

Taqiyyah

Al-Quran Syi'ah Lain Dari Al-Quran Sunni?

Kawin Mut'ah

Adzan Syi'ah Berbeda dengan Adzan Sunnah

Syi'ah Adalah Pengkhianat, pelaku Kejahatan dan Teroris

Syi'ah Pengkhianat

Ahlu'l-Bait Menolak Mazhab Alhu'l-Bait

Bunuh Syi'i Atau Paksa Pindah Agama
Riwayat Singkat Penulis

O. Hashem dilahirkan di Tondano, Manado, Sulawesi Utara pada tahun 1936. Cucu Sultan Badaruddin ini menyelesaikan SD dan SMP di Tondano dan di SMA Negeri Manado pada tahun 1953.

Tahun 1952 mendirikan dan menjadi Direktur SMP Muhammadiyyah Wawonasa, Manado. Tahun 1961, bersama teman-teman dari Muhammadiyyah, Al-Irsyad, Al-Khairiyah dan lain-lain mendirikan Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) di Surabaya, yang diluar negeri dikenal dengan IPF (Islamic Propagation Foundation). Yayasan ini menerbitkan mingguan YAPI dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab yang diedarkan secara cuma-cuma.

Tahun 1963, O. Hashem pindah ke Bandung dan aktif dalam berbagai kegiatan dakwah Muhammadiyyah, PERSIS, PUI (Persatuan Umat Islam) Jawa Barat dan lain-lain.

Beliau adalah penulis buku Keesaan Tuhan, Marxisme dan Agama, Menaklukkan Dunia Islam, Jawaban Lengkap Kepada Pendeta Prof. DR. J. Verkuyl, Saqifah, dan lain-lain.

Pada tahun 1970, penulis yang juga seorang dokter, bekerja di sebuah PUSKESMAS di daerah terpencil di Kota Agung, Lampung.

Beliau sejak remaja mempunyai obsesi persatuan umat Islam, tiga bulan terakhir tinggal di Jakarta dan masih aktif dalam kegiatan dakwah dan mengajar di berbagai lembaga pendidikan.
Prakata

Basri, Ketua MUI. Seminar juga dikatakan dihadiri oleh para pejabat pemerintah, ABRI, MUI, pimpinan organisasi Islam, tokoh Islam dan masyarakat umum.

Makalah yang dibacakan, diantaranya berasal dari:

1. KH. Moh. Dawam Anwar (Khatib Syuriah NU)

2. KH. Irfan Zidny, MA (Ketua Lajnah Falakiyah Syuriah NU)

3. KH. Thohir Al-Kaff (Yayasan Al-Bayyinat)

4. Drs. Nabhan Husein (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia)

5. KH. A. Latif Mukhtar, MA (Ketua PERSIS)

6. Dr. Hidayat Nur Wahid (Ketua Yayasan Al-Haramain)

7. Syu'bah Asa (Wakil Pimpinan Redaksi Panji Masyarakat)

Disamping itu, dikatakan bahwa keputusan seminar diambil berdasarkan pandangan-pandangan kritis para peserta. Keputusan yang dikeluarkan, diantaranya:

1. Syi'ah melakukan penyimpangan dan perusakan aqidah Ahlussunah.

2. Menurut Syi'ah, Al-Quran tidak sempurna.

3. Taqiyyah sebagai menampakkan selain yang mereka siarkan dan sembunyikan.

4. Syi'ah berpandangan hadits mereka disampaikan oleh Ahlul Bait.

5. Ahlul Bait menolak ajaran Syi'ah.

6. Syi'ah berpendapat Imam mereka ma'shum, terjaga dari dosa dan UUD Iran menetapkan bahwa mazhab Ja'fari Itsna Asy'ariyah sebagai mazhab resmi.

7. Syi'ah, pada umumnya tidak meyakini kekhalifahan Sunnah

8. Imamah atau kepemimpinan adalah rukun Iman.

9. Shalat Jum'at tidak wajib tanpa kehadiran Imam.

10. Adzan kaum Sunni berbeda dengan adzan kaum Syi'ah.

11. Syi'ah membenarkan kawin mut'ah.

12. Syi'ah terbukti sebagai pelaku kejahatan, pengkhianat dan teroris.
Kemudian seminar mengusulkan:

1. Mendesak pemerintah RI cq. Kejaksaan Agung melarang Syi'ah.

2. Pemerintah agar bekerjasama dengan MUI dan Balitbang Depag RI untuk melarang penyebaran buku-buku Syi'ah.

3. Agar Mentri Kehakiman mencabut izin semua yayasan Syi'ah.

4. Meminta Mentri Penerangan mewajibkan semua penerbit menyerahkan semua buku terbitannya untuk diteliti MUI Pusat.

5. Agar seluruh organisasi dan lembaga pendidikan waspada terhadap faham Syi'ah.

6. Faham Syi'ah kufur dan masyarakat agar waspada.

7. Menghimbau segenap wanita agar menghindari kawin mut'ah.

8. Media massa (cetak, elektronik, padang dengar) dan penerbit buku untuk tidak menyebarkan Syi'ah.

9. Melarang kegiatan penyebaran Syi'ah oleh Kedutaan Iran.
Ditandatangani oleh tim perumus:

1. HM. Amin Djalaluddin

2. KH. Ali Mustafa Ya'qub, MA.

3. KH. Ahmad Khalil Ridwan, Lc.

4. Drs. Abdul Kadir Al-Attas

5. Ahmad Zein Al-Kaff
YAPI Kemudian menganggap keputusan ini perlu ditanggapi.

Depok, 23 September
1997 O. Hashem

Kesimpulan Seminar Kesimpulan Seminar Nasional Sehari Tentang Syi'ah 21 September 1997 Di Masjid Istiqlal Jakarta

Alhamdulillah, Seminar Nasional Sehari Tentang Syi'ah, yang dihadiri oleh Pejabat Pemerintah, ABRI, MUI, Pimpinan Organisasi Islam, Tokoh-tokoh Islam dan masyarakat umum, setelah mengkasji makalah-makalah dari:

1. K.H. Moh. Dawam Anwar (Katib Syuriah PB. NU)

2. K.H. Irfan Zidny, MA (Ketua Lajnah Falakiyah Syuriyah NU)

3. K.H. Thohir Al-Kaff (Yayasan Al-Bayyinat)

4. Drs. Nabhan Husein (Dewan Dakwah Islamiya Indonesia)

5. K.H. A. Latif Mukhtar, MA (Ketua PERSIS)

6. Dr. Hidayat Nur Wahid (Ketua Yayasan Al-Haramain)

7. Syu'bah Asa (Wakil Pimpinan Redaksi Majalah Panji Masyarakat)

dan pandangan-pandangan kritis dari para peserta, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Umat Islam Indonesia memiliki tanggung jawab dan kewajiban dalam mencegah berbagai upaya penyimpangan serta perusakan akidah Ahlussunnah yang dianut umat Islam di Indonesia.

2. Al-Qur'an yang ada sekarang dalam pandangan Ahlussunnah adalah sudah sempurna dan seluruh isinya benar-benar sesuai dengan firman Allah yang diturunkan melalui Rasulullah Muhammad saw. Sedangkan dalam pandangan Syi'ah, Al-Qur'an yang ada tidak sempurna, karena telah dirubah oleh Khalifah Utsman bin Affan ra. Dengan demikian Al-Qur'an yang ada harus ditolak dan yang sempurna akan dibawa oleh Imam Al-Muntazhar. Jika sekarang diterima, hanya sebagai Taqiyyah saja.

3. Kaum Syi'ah percaya kepada taqiyyah (menampakkan selain yang mereka niatkan dan yang mereka sembunyikan). Taqiyyah adalah agamanya dan agama leluhurnya. Tidaklah beriman barangsiapa tidak pandai-pandai bertaqiyyah dan bermain watak.

4. Ahlussunnah berpandangan bahwa hadits yang shahih sebagaimana yang disampaikan oleh perawi hadits (Imam Bukhari, Muslim, Tarmidzi, Nasa'i dan lain-lainnya) diterima dan dipakai sebagai pedoman dalam kehidupan setiap muslim. Sebaliknya Syi'ah berpandangan bahwa hadits yang dapat dipakai hanya disampaikan oleh Ahlul Bait atau yang tidak bertentangan dengan itu.

Dan mereka berkeyakinan bahwa perkataan dan perbuatan Imam diyakini seperti hadits Rasulullah.

Ahlul Bait adalah keluarga dan keturunan Rasulullah saw yang mengikuti jejak Rasulullah saw, sementara Syi'ah mengklaim mengikuti madzhab Ahlul Bait, padahal Ahlul Bait menolak ajaran mereka.

5. Ahlussunnah berpandangan bahwa Imam (pemimpin) adalah manusia biasa dan dapat berasal dari mana saja. Ia (Imam) tidak luput dari kekhilafan atau kesalahan. Imam adalah pemimpin untuk kemaslahatan umum dengan tujuan menjamin dan melindungi dakwah serta kepentingan umat.

6. Syi'ah berpandangan bahwa Imam adalah ma'shum (orang suci -terbebas dari dosa dan kesalahan). Imamah (menegakkan kepemimpinan/pemerintahan) adalah termasuk rukun agama. Imamah merupakan kepemimpinan rohaniah, politik bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia dan harus tunduk kepada Nizham Waritsi (aturan turun temurun dari Imam), hukum dan peraturan warisan yang silih berganti di kalangan 12 Imam.
UUD Iran menetapkan bahwa agama resmi bagi Iran adalah Islam madzhab Ja'fari Itsnaa 'Asyariyah. Pasal ini tidak boleh dirubah selama-lamanya.

7. Ahlussunnah meyakini bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Abi Thalib adalah Khulafa'ur Rasyidin.
Sedangkan Syi'ah pada umumnya tidak meyakini kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab dan Ustman bin Affan.

8. Syiah Imamiyah berkata bahwa iman kepada tertib pewarisan kepemimpinan umat Islam adalah salah satu rukun iman, sama kedudukannya iman kepada Allah SWT.
Keimaman (menurut Syi;ah 'Imamiyah) tersebut merupakan salah satu rukun pengganti iman kepada Malaikat dan iman kepada Qadha dan Qadar Khairihi Wa Syarrihi (baik dan buruk).

9. Shalat Jum'at tidak wajib tanpa kehadiran Imam mereka

10. Adzan kaum Syi'ah Imamiyah ditambah dengan WA ASYHADU ANNA 'ALIYYAN WALIYYULLAH. Alasannya bahwa Ali ra diutus resmi sebagai wali sebagaimana Muhammad SAW diutus sebagai Nabi/Rasul.

11. Menurut Syi'ah, NIKAH MUT'AH adalah rahmat. Belum sempurna iman sesorang kecuali dengan nikat mut'ah. Berapa pun banyaknya, boleh. Dibolehkan nikah mut'ah dengan gadis tanpa izin orang tuanya. Boleh mut'ah dengan pelacur, boleh mut'ah dengan Majusiah/Musyrikah (wanita Majusi/Musyrik).

12. Bahwa sepanjang sejarah, pihak Syi'ah terbukti pelaku-pelaku kejahatan dan pengkhiatan dan teroris.

berdasarkan kesimpulan-kesimpulan tersebut dan untuk menjada stabilitas masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, seminra ini merekomendasikan:

1. Mendesak Pemerintah Republik Indonesia cq. Kejaksaan Agung RI agar segera melarang faham Syi'ah di wilayah Indonesia, karena selain telah meresahkan masyarakat, juga merupakan suatu sumber destabilisasi kehidupan bangsa dan negara Indonesia, karena tidak mungkin Syi'ah akan loyal pada Pemerintah Indonesia karena pada ajaran Syi'ah tidak ada konsep musywarah melainkan keputusan mutlak dari Imam.

2. Memohon kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan seluruh jajaran terkait agar bekerja sama dengan MUI dan Balitbang Depag RI untuk meneliti buku-buku yang berisi faham Syi'ah dan melarang peredarannya diseluruh Indonesia.

3. Mendesak kepada Pemerintah Indonesia cq. Menteri Kehakiman RI agar segera mencabut kembali izin semua yayasan Syi'ah atau yang mengembangkan ajaran Syi'ah di Indonesia, seperti:

1. Yayasan Muthahhari Bandung

2. Yayasan Al-Muntazhar Jakarta

3. Yayasan Al-Jawad Bandung

4. Yayasan Mulla Shadra Bogor

5. Yayasan Pesantren YAPI Bangil

6. Yayasan Al-Muhibbin Probolinggo

7. Yayasan Pesantren Al-Hadi Pekalongan

4. Meminta kepada Pemerintah cq. Mentri Penerangan RI agar mewajibkan pada semua penerbit untuk memberikan semua buku-buku terbitannya kepada MUI Pusat, selanjutnya untuk diteliti.

5. Mengingatkan kepada seluruh organisasi Islam, lembaga-lembaga pendidikan (sekolah, pesantren, perguruan tinggi) di seluruh Indonesia agar mewaspadai faham Syi'ah yang dapat mempengaruhi warganya.

6. Mengajak seluruh masyarakat Islam Indonesia agar senantiasa waspada terhadap aliran Syi'ah, karena faham Syi'ah kufur, serta sesat menyesatkan.

7. Menghimbau kepada segenap kaum wanita agar menghindarkan diri dari praktek nikah mut'ah (kawin kontrak) yang dilakukan dan dipropagandakan oleh pengikut Syi'ah.

8. Menghimbau kepada semua media massa (cetak, elektronik, pandang dengar) dan penerbit buku untuk tidak menyebarkan faham Syi'ah di Indonesia.

9. Menghimbau pula kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk melarang kegiatan penyebaran Syi'ah di Indonesia oleh Kedutaan Iran.

10. Secara khusus, mengharapkan kepada LPPI agar segera bekerja sama dengan MUI dan Departemen Agama untuk menerbitkan buku panduan ringkas tentang kesesatan Syi'ah dan perbedaan-perbedaan pokoknya dengan Ahlus Sunnah.

Jakarta, 19 Jumadil Ula 1418H
21 September 1997

TIM PERUMUS (ditandatangani oleh)

1. HM. Amin Djamaluddin

2. KH. Ali Mustafa Ya'qub, MA.

3. KH. Ahmad Khalil Ridwan, Lc.

4. Drs. Abdul Kadir Al-Atas

Ahmad Zein Al-Kaff
Kafirkah Kaum Syi'ah?

Laporan harian Republika tentang seminar itu dengan judul 'Para Ulama Sepakat, Sulit Pertemukan Faham Syi'ah dan Sunni', sangat rapi dan bagus. (Republika, 22 September 1997, hal. 2).

Saya memang sudah menduga, seminar ini akan berlangsung dua atau tiga hari sebelum tanggal 23 September 1997, hari ulang tahun Kerajaan Saudi Arabia. Tapi saya mengira tidak akan berlangsung pada ulang tahun ke-65 ini, sebab pemerintah Saudi pada tahun ini baru saja menyatakan perlunya kerukunan beragama.

Apakah saudara-saudara ingin mengkafirkan negara sahabat, Kerajaan Saudi, karena membolehkan sekitar 200.000 orang Syi'ah yang saudara-saudara kafirkan, memasuki Ka'bah setiap tahun untuk beribadah Haji?

Tahukah saudara-saudara bahwa pada tahun 1994 Kerajaan Saudi telah mendirikan Dewan Syura yang terdiri dari 60 orang dan enam diantaranya pemeluk Syi'ah sesuai dengan jumlah penduduk Syi'ah di negara itu?

Alasan lain yang mengherankan saya, seminar ini diadakan justru tatkala presiden Soeharto baru saja menganjurkan dibina kerukunan beragama, menghindari penjelekan atau penyerangan terhadap mazhab lain.

Kita hidup di negara beradab, bukan di zaman Mu'awiyyah!

Apalagi ini berlangsung pada saat kaum muslimin sedunia sedang menghadapi masalah-masalah pelik seperti kejadian di Bosnia, Chechnya, Azerbaijan, Libanon, Palestina, Afghanistan, Sudan, Irak, Aljazair dan Morro, yang memerlukan bantuan agar perdamaian dapat timbul disana.

Alangkah baiknya bila biaya seminar ini dikeluarkan untuk mebantu anak-anak cacat korban perang Bosnia, Chechnya, Afghanistan, dan kelaparan di Irak. Selama ini yang memperjuangkan mereka malah bintang film Elizabeth Taylor. Kita mestinya malu.

Kita juga sedang sedih menghadapi musibah moneter maupun bencana pengotoran udara, yang membuat kita merasa berdosa kepada negara tetangga.

Kita membutuhkan bantuan pikiran dan tenaga semua warga untuk keprihatinan ini. Bukankah Rasulullah SAWW bersabda: "Barang siapa yang tidak merasa prihatin dan tidak memikirkan masalah-masalah kaum muslimin maka dia bukanlah dari kaum muslimin"?
Mengapa Menghindari Mujadalah?

Sayang sekali peristiwa itu sendiri lebih merupakan pengadilan in absentia terhadap kaum Syi'i, karena tak seorang pun wakil Syi'ah yang diundang untuk membela diri. Sangat disayangkan, wartawan tidak mewawancarai kaum cerdik pandai seperti Adurrahman Wahid, Amien Rais, Nurcholis Madjid atau Jalaluddin Rahmat untuk turut menilai pernyataan itu. Mereka bukanlah Syi'i tetapi mereka membaca. Saya yakin, mereka akan membela Syi'ah bila dikufurkan apalagi bila dilarang.

Dalam pernyataannya peserta seminar menganjurkan Kejaksaan Agung RI untuk melarang ajaran Syi'ah yang dianggap sebagai sumber destabilisasi kehidupan berbangsa; menganjurkan Mentri Kehakiman untuk menutup yayasan, pondok pesantren, dan lembaga pendidikan; agar Kejaksaan Agung bekerjasama dengan MUI dan Balitban Depag RI untuk meneliti buku-buku Syi'ah dan melarang peredarannya; meminta Mentri Penerangan RI agar mewajibkan semua penerbit menyerahkan buku-buku terbitannya untuk disahkan MUI, merupakan pernyataan yang mendirikan bulu roma. Ini belum pernah terjadi di zaman Orde Baru.

Sebenarnya untuk berdialog dengan kaum Syi'ah, kita punya ayat Al-Quran:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."(QS. An-Nahl: 125)

Kebiasaan sebagian ulama kita menghindari dialog dan menolak saling mengingatkan antara sesama muslim tidaklah islami. Sayang sekali, ayat ini kurang dipahami sementara etika berdialog masih sangat primitif.

Sebagai contoh, buku Saqifah terbitan YAPI dikupas secara berseri oleh majalah PERSIS lalu penulis buku memberi tanggapan atas hal itu. Anehnya, dari sekian banyak penjelasan penulis tidak satu pun yang dimuat di majalah tersebut. Jelas ini menunjukkan bahwa majalah ini tidak memberikan hak jawab kepada penulis, bertentangan dengan etika jurnalistik dan etika Islam.

Tatkala DDII menyebarkan fatwa-fatwa anti Syi'ah, dan salah satu anggotanya, Prof. Dr. HM Rasyidi, yang saya hormati, menulis buku yang menjelek-jelekan Syi'ah, YAPI mengkritik 'kebijakan' dewan tersebut dan mengajaknya berdialog pada tanggal 24 September 1984. Tetapi undangan untuk berdialog tersebut tidak dibalas dan penerbitan anti Syi'ah terus berlanjut.

Pernyataan saudara Hasan Basri diwaktu-waktu yang lalu yang dimuat di koran-koran, menyatakan bahwa Hasan bin 'Ali bin Abi Thalib tidak mempunyai keturunan dan semua keturunan Husain sudah dibantai di Karbala. Pernyataan ini hampir selalu diutarakan pada hari ulang tahun Al-Irsyad, sama sekali tidak adil dan kurang sopan. Menyerang pribadi-pribadi kaum 'Alawi sebagai anak haram jadah, na'udzu billah, dan pernyataan diatas sama sekali tidak historis. Toh, beliau tidak pernah mengoreksi kesalahan ini. YAPI mengingatkan bahayanya pernyataan ini karena dapat menghancurkan sejarah Islam.

Bila 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib dianggap tidak ada dalam sejarah, akan fiktif pulalah teman-temannya seperti Az-Zuhri dan Sa'id bin Musayyib. Padahal, kedua tokoh ini merupakan sumber banyak hadits Sunni. YAPI juga pernah menanyakan sumber pernyataannya dan surat itu pun tidak pernah dijawab.

Saya bersyukur, kaum 'Alawi di Indonesia punya tasamuh yang demikian tinggi, sehingga tidak menuntut mereka ke pengadilan karena penghinaan yang luar biasa ini.

Pengurus YAPI heran, PERSIS dan Al-Irsyad yang memiliki murid-murid yang pintar menentang the right to be let alone (hak untuk tidak diganggu orang lain). Mengapa tidak mentolerir perbedaan, sebaliknya punya kecenderungan untuk menyerang pribadi orang lain, anti HAM dan tidak berani berdialog? Apakah lantaran kedua organisasi Islam ini didirikan oleh seorang India dan Arab yang 'berdarah panas' sehingga pengikutnya cenderung menghakimi penganut mazhab lain dan ingin memonopoli kebenaran?

Sebagian ulama punya kebiasan buruk dengan suka menuduh pembela Syi'ah sebagai penganut mazhab Syi'ah. Mereka lalu menyerang pribadi bukan buah pikirannya.
Fatwa Berbahaya

Seminar seperti ini sangat berbahaya karena sebagaimana biasa, fatwa pengkufuran Syi'ah akan disusul dengan fatwa yang menghalalkan darah kaum Syi'i. Dan mengarah pada ethnic cleansing (pembersihan etnis) seperti yang terjadi di zaman Mu'awiyah dan masa-masa sesudahnya.

Saya juga herantatkala melihat istilah Ahlussunah wal Jama'ah. Apakah PERSIS, yang mengharamkan semua mazhab kecuali mazhabnya, dan Al-Irsyad yang Wahabi itu, juga termasuk Ahlussunah wal Jamaah?

Lalu kaum NU, nahdhiyin, bermazhab apa? Apakah KH. Irfan Zidny MA dan KH. Moh. Dawam Anwar merupakan wakil resmi NU? Kenapa saudara berdua membiarkan definisi Ahlussunah wal Jamaah dimanipulasi orang?

Seharusnya saudara-saudara sudah tahu bahwa kaum Wahabi menolak tawassul, ziarah kubur, qunut, talqin, tahlil dan lain-lain, yang menjadi akidah Ahlussunah wal Jamaah. Tahukah saudara-saudara, kalau tidak ada kaum nahdhiyin yang didukung oleh HOS. Cokroaminoto dan H. Agus Salim, maka kuburan Rasulullah SAWW sudah dibongkar?

Tahukah saudara-saudara bahwa tempat kelahiran Rasulullah SAWW dijadikan kandang unta dan sekarang dijadikan pasar malam? Tahukah saudara-saudara berapa banyak tempat-tempat bersejarah Islam yang dimusnahkan oleh kaum Wahabi?

Tahukah saudara-saudara apa motif pengkafiran terhadap Ustadz Husain Al-Habsyi dari Pesantren YAPI Bangil? Bukankah ini disebabkan karena Ustadz Husain menulis buku Lahirnya Mazhab Yang Mengharamkan Mazhab-mazhab untuk menjawab fatwa Hasan Bandung, pendiri PERSIS, yang mengharamkan taqlid? Kalau tidak dicegah M. Natsir, anggota PERSIS yang saya hormati, akan terjadi perdebatan hebat antara Ustadz Husain yang istiqomah dengan Hasan Bandung yang akan membuahkan hasil yang lebih jelas, yang membela pengikut mazhab Syafi'i dan mazhab Ahlussunah lain yang tentu saja melegakan Ahlussunah wal Jamaah, termasuk kaum nahdhiyin? Tahukah saudara, bahwa tatkala fitanh dijatuhkan pada Ustadz Husain, KH. Abdurrahman Wahid menangis?

Tahukah saudara-saudara bahwa orang-orang seperti saudara-saudaralah yang telah menyebabkan para pengikut keempat mazhab saling mengkafirkan sejak awal mazhab-mazhab itu lahir? Tahukah saudara-saudara bahwa sejarahwan muslim paling terkenal, Thabari, telah dituduh kafir oleh orang-orang seperti saudara-saudara karena dituduh Syi'ah? Dan oleh karena itu beliau terpaksa dikuburkan didalam rumahnya?



Karena saya tidak yakin saudara berdua mewakili NU, maka kata Ahlussunah atau Sunni dalam tulisan ini harus dibaca kaum Khawarij atau kaum Wahabi.

Dan apakah saudara Drs. Nabhan Husein mewakili DDII? Lalu apa pekerjaan DDII sekarang? Apakah saudara beranggapan DDII tidak konsisten lagi pada tugas dakwah yang menjadi tugas pokoknya? Dan saudara memilih untuk berkeliaran membuat fitnah yang mengatasnamakan DDII ini? Dan mendesak DDII agar memerangi sesama muslim, menyebar kebencian justru disaat-saat menjelang sidang MPR?

Bukankah Mentri Agama berkali-kali mengingatkan kita agar membuka diri?

Apakah mingguan Panji Masyarakat ingin menjadikan dirinya alat propaganda kaum Wahabi semata dan menyakiti golongan lain? Apakah saudara-saudara ingin mengaburkan pemikiran orang besar seperti HAMKA, perintis Panji Masyarakat, yang berkata tentang Syi'ah dan Sunnah: "Dalam beberapa ranting yang mengenai kepercayaan, terdapat perbedaan sedikit-sedikit"? (HAMKA, Tafsir Al-Azhar I, Panji Mas, 1983, hal. 161).

kebencian, hate, adalah alat pemersatu. Orang mudah dipersatukan dan dikerahkan untuk menghancurkan apa saja. Sedangkan cinta kasih punya faktor cemburu, dan orang tidak mau mencari teman untuk mencintai.

Maka menyebarkan kebencian jelas bertentangan dengan demokrasi, Pancasila dan UUD '45.

Saya tidak percaya bahwa Drs. Nabhan Husein mewakili DDII karena saya tahu DDII sekarang dipimpin orang-orang muda yang berpikiran maju.

Saya teringat pengalaman saya dengan seorang tokoh DDII. Sejak tahun 70-an saya bekerja di Puskesmas terpencil di Lampung. Selama itu Muhammad Natsir sering menyurati saya untuk membicarakan beberapa masalah. Saya mencintainya dan dia mencintai saya. Saudara Amien Rais dan Endang Syaifuddin menyurati saya untuk membuat artikel pada hari ulang tahun M. Natsir yang ke 70. Sayang saya terlalu sibuk di klinik masa itu sampai-sampai membaca koran saja rasanya sudah tidak ada waktu.

Saya menghormati pak Natsir dan menyesal tidak dapat menghadiri pemakamannya. Orang boleh berbeda mazhab tetapi tidak boleh memutuskan tali silaturrahmi.

Karena saya tidak yakin Nabhan Husein sebagai wakil resmi DDII maka kata Ahlussunah atau Sunni dalam tulisan ini, sekali lagi, harus dibaca kaum Khawarij atau kaum Wahabi dan saya tidak menganggapnya mewakili DDII apalagi umat Islam, sampai ada bantahan dari DDII.

Meski pun saya dari keluarga besar NU tetapi sejak tahun 1952 saya aktif di Muhammadiyah sampai tahun 70-an karena harus bertugas di Puskesmas.

Terakhir, sebelum ke Puskesmas di Lampung, saya aktif di organisasi Muhammadiyah Jawa Barat dan seringkali menjadi pembawa makalah di seminar-seminar Muhammadiyah. Kadang bersama Ir. Muhammadi, saya tidak tahu dimana beliau sekarang. Prof. Dr. Rudy Syarief serta saudara-saudara lain. Tahun 1952, saya mendirikan dan menjadi direktur SMP Muhammadiyah di Wawonasa, Manado. Saya berdakwah, tetapi tidak pernah memikirkan untuk berkonfrontasi dengan sesama muslim.

Alhamdulillah, Muhammadiyah tidak mengirim wakilnya dalam seminar yang memalukan itu.

Tahun 1961 saya dan teman-teman membentuk YAPI (Yayasan Pendidikan Islam) di Surabaya. Saya mengusulkan, yang didukung Hadi A. Hadi, seorang pejuang dan memiliki beberapa bintang penghargaan, agar mengikutsertakan beberapa teman sebagai pengurus YAPI. Kawan-kawan tersebut antara lain Dr. Muhammad Suherman dan Dr. Masduki Sulaiman dari Muhammadiyah, Sa'ad Nabhan dari Al-Irsyad, Ustadz Husain Al-Habsyi dari Al-Khairiyyah dan beberapa teman lain. Alhamdulillah kami bekerja dengan sangat baik.

Saya juga aktif dalam PERSIS, atas ajakan almarhum H. Isa Anshari dan putra beliau Endang Syaifuddin almarhum, yang sangat saya cintai. Mudah-mudahan Allah merahmati mereka berdua.

Saya heran mengapa PERSIS tidak pernah maju-maju dari dulu sampai sekarang.

Kalau dari sepuluh masalah, kita berbeda dalam tiga poin, mengapa kita tidak berjalan bersama-sama diatas tujuh poin?

Berdakwah harus dilakukan dengan cinta kasih, dengan bijak, bukan dengan berpikir sektarian, mau benar sendiri dan menyebarkan kebencian. Apakah saudara-saudara sedang belajar berdakwah?

Saya pun hendak mengajak bicara saudara-saudara dari Al-Irsyad. Kita semua tahu saudara-saudara memulai pembaharuan dengan taqbil atau cium tangan dan kafa'ah.

Saudara-saudara dianggap pembaharu. Bersyukurlah, dan tidak perlu mengungkit-ungkit riwayat organisasi Al-Irsyad yang 'berdarah'. Saudara-saudara adalah para pemuda yang sudah maju. Mengapa pula harus mempertahankan organisasi sektarian ini sedang zaman telah berubah, zaman internet, tatkala orang sedang membicarakan kerukunan beragama dan menghindari pikiran-pikiran kepentingan kelompok, tribalism, termasuk keturunan Arab di Indonesia.

Sekarang bukan zamannya lagi berbicara taqbil dan kafa'ah atau membicarakan bahwa keluarga Hasan tidak punya keturunan dan keluarga Husain semuanya sudah dibunuh di Karbala serta hasutan-hasutan yang mendirikan bulu roma.

Indonesia berpenduduk orang-orang toleran. Sudah waktunya saudara-saudara meninggalkan 'darah Arab yang panas'. Dan meninggalkan kesetiaan ganda seperti kaum Zioni. Mengapa tidak bergabung saja dengan Muhammadiyah, misalnya?

Kalau saudara-saudara menolak cium tangan, betul orang Syi'ah mencium tangan ulama-ulamanya yang saleh dan berilmu, yang mengajak umatnya mendekat pada Allah SWT. Mengenai kafa'ah, apa masalahnya?

Kenapa kaum Syi'ah dianggap melakukan penyimpangan dan perusakan aqidah Ahlussunah? Mengapa Syi'ah dianggap meresahkan masyarakat dan sumber destabilisasi kehidupan bangsa dan negara Indonesia? Apa yang mereka lakukan?

Bila saudara-saudara menanyai mahasiswa dan para pemikir Islam, mengapa membaca buku-buku Syi'ah, mereka akan mengatakan bahwa kehadiran buku-buku Syi'ah justru membangkitkan gairah mempelajari Islam.

Orang-orang yang anti Syi'ah sekali pun punya kesempatan mempelajari agama lebih dalam untuk 'menyerang' Syi'ah secara deskriptif dan tentu saja bukan normatif. Mereka tidak akan meminta pemerintah untuk melarang Syi'ah, suatu sifat buruk dari orang-orang yang tidak mau membaca, amat memprihatinkan.

Dapatkah kita menyodorkan tulisan-tulisan tokoh PERSIS dan Al-Irsyad, misalnya, yang setingkat Ali Syari'ati atau Muthahhari?

Apa yang terjadi, misalnya, jika buku sejenis 'Haji' karya Ali Syari'ati ditarik dari peredaran? Yang marah justru tokoh-tokoh Sunni.
Keluarkan Fatwa bahwa Syi'ah itu Kufur

Sebenarnya persoalannya sederhana. Keluarkan dulu fatwa oleh ulama yang mewakili umat Islam bahwa Syi'ah itu kufur atau tersesat. Saya ingin bertanya, dapatkah pengikut seminar atau MUI mengeluarkan fatwa yang mengkufurkan Syi'ah? Keluarkan dulu fatwa dan marilah kita sebarkan fatwa ini ke masyarakat luas.

Tetapi, bagaimana mungkin saudara dapat mengeluarkan fatwa seperti itu? Saudara-saudara tidak memahami Syi'ah, sebagaimana dapat saya simpulkan dari pemberitaan televisi dan koran.

Memahami Syi'ah memang perlu keberanian untuk membaca dan memahami akidah mereka. Sayang saudara-saudara tidak memilikinya. Kalau mengenal Syi'ah saja tidak maka menjelek-jelekkan mazhab lain, jelas tidak islami.
Bukankah ukhuwah islamiyah wajib hukumnya?

Kesulitan terletak pada alasan pengkufuran tersebut. Sudah sejak zaman Rasulullah SAWW sampai para sahabat, sejak kehadiran Syi'ah, belum pernah ada 'fatwa' seperti itu.

Pemerintah kita tidak membutuhkan dukungan ulama secara membabi-buta, yang menjerumuskan, melainkan ulama yang intelek, sopan dan mengenal tatakrama serta memberikan peringatan bila menganggap pemimpin berbuat salah, karena Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:

"Dan berilah peringatan. Sungguh peringatan itu memberi manfaat kepada orang beriman." (QS. Adz-Dzaariyaat: 55)

Kita harus menolak pikiran orang asing seperti Robert Lacey, penulis The Kingdom (Fontana, 1982) yang melukiskan bahwa perbedaan Sunnah dan Syi'ah, adalah bahwa Sunnah lahir dari kalangan penguasa, dari ulama yang mendukung dan membuat fatwa untuk legitimasi kekuasaan.

Dan kita juga harus menolak anggapan tokoh Islam seperti Fazlur Rahman bahwa kebanyakan ulama Sunni jadi pendukung setiap pemimpin. Fazlur Rahman mengatakan dalam bukunya Membuka Pintu Ijtihad: "Orang-orang Sunni hampir selalu menjadi pendukung setiap pemimpin negara." (terjemahan Anas Mahyuddin, Pustaka, Bandung, 1984, hal. 137).

Bukankah fatwa ulama Kuffah atas bayaran gubernur Mughirah bin Syu'bah, yang juga sorang sahabat, untuk membenarkan pengangkatan Yazid bin Mu'awiyah sebagai 'khalifah'? Lupakah betapa dahsyat akibat fatwa tersebut?

Apakah yang dilakukan Yazid pada tahun 61 H. di Karbala? Ia membunuh Husain dengan 72 anggota keluarga dan sahabatnya, memenggal kepala, menginjak-injaknya dengan kaki-kaki kuda serta mengaraknya dari kota ke kota?

Atau penggerayangan kota Madinah pada tahun 63 H? Para sejarahwan mengatakan sekitar 20.000 orang dibunuh, termasuk masing-masing 700 orang Muhajirin dan Anshar. Dan tatkala ia (Yazid) memerintahkan pasukannya agar memperkosa para wanita dan menghamili sekitar 1000 gadis sehingga untuk menjawab pinangan wanita Madinah, orang tua anak-anak gadis itu mengatakan bahwa mereka tidak menjamin bahwa anak gadis mereka masih perawan?

Ia juga menghancurkan Ka'bah dengan ketapel. Sekali lagi, baca dan bacalah! Sebagai ulama, saudara-saudara tidak boleh malas.

Tapi tidak mengherankan kalau kaum Wahabi menulis buku 'Yazid Amiru'l-Mu'minin' atau 'Pemimpin Kaum Mukminin', dan mengharuskan para siswa membacanya!

Apakah Kerajaan Saudi Kufur? Jangan saudara-saudara mengira bahwa negara sahabat kita Saudi Arabia sebagai negara orang kafir karena membiarkan sekitar 200.000 orang Syi'ah yang saudara anggap kafir, memasuki Ka'bah untuk berhaji atau membiarkan orang Syi'ah hidup dinegaranya.

Dan jumlah orang Syi'ah di Saudi bukan satu dua orang, tapi paling sedikit terdiri dari 6% penduduknya. Bukankah Rasulullah SAWW dalam wasiat terakhirnya, seperti dimuat dalam hadits-hadits shahih, tidak membolehkan orang kafir berada di Jazirah Arab?

Tahun 1994, pemerintah Kerajaan Saudi menyusun Dewan Syura, yang terdiri dari 60 anggota, termasuk 6 orang dari wakil Syi'ah.
Pendapat H. Abubakar Aceh dan H. Abdullah bin Nuh

Selain pendapat HAMKA yang telah disebutkan, H. Abubakar Aceh dalam bukunya "Syi'ah, Rasionalisme Dalam Islam" membenarkan pendapat banyak ulama bahwa mazhab Syafi'i yang kita anut lebih dekat kepada mazhab Syi'ah daripada mazhab Hanafi. (Kata Pendahuluan, Cetakan II, Ramadhani, Semarang).

Demikian pula pendapat H. Abdullah bin Nuh, seorang ulama besar yang banyak mempelajarai Syi'ah. Penulis buku "Al-Islam fi Indonesia" itu bukan saja sangat menghormati mazhab Syi'ah, tetapi malah berpendapat bahwa penyebar Islam di Indonesia, kebanyakan adalah orang Syi'ah dan banyak orang Iran tinggal di kota-kota di Indonesia. Beliau adalah salah satu dari beberapa orang yang mengenal Syi'ah. Mudah-mudahan Allah SWT merahmatinya.

Setahu saya, pembela Syi'ah belum tentu menganut paham Syi'ah. Mereka membela karena banyak membaca sejarah, punya rasa keadilan serta tidak menyetujui pengkafiran lebih dari 200 juta kaum Syi'ah secara serampangan.

Anak-anak muda justru membaca buku untuk mengetahui apakah benar fatwa MUI atau fatwa-fatwa seperti ini? Jangan menganggap mahasiswa atau anak muda kita bodoh! Fatwa serupa inilah justru yang mendorong mahasiswa dan pemuda kita mempelajari sejarah dan melebihi literatur saudara-saudara.

Rukun Islam dan Rukun Iman Syi'ah

Kaum Syi'ah mempunyai rukun Islam seperti kaum Sunnah, membaca syahadat bahwa Allah itu Esa, ahad, tidak ada tuhan selain Dia, dan Muhammad SAWW adalah Rasul terakhir. Mereka juga mendirikan shalat menghadap ke Baitullah lima kali sehari, mengeluarkan zakat, puasa wajib di bulan Ramadhan, dan berhaji bagi yang mampu.

Juga mereka mempunyai rukun Iman seperti kita. Mereka percaya pada Allah yang esa, para malaikat, kitab-kitab yang diturunkan Allah untuk nabi-nabiNya yang mulia, percaya akan Rasul-rasulNya, hari kemudian, dan takdir Allah.
Sikap Terhadap Sahabat

Mengenai sikap terhadap sahabat, kaum Syi'ah berpegang pada Al-Quran dan Sunnah serta catatan sejarah. Bahwa diantara para sahabat ada juga yang lalim, seperti si munafik 'Abdullah bin 'Ubay dengan kelompoknya yang berjumlah 300 orang yang melakukan desersi sebelum perang Uhud. Lihat buku-buku sejarah Islam, seperti "Riwayat Hidup Rasulullah SAW" karangan Abul Hasan Ali Al-Hasany an-Nadwy, terjemahan Bey Arifin dan Yunus Ali Muhdhar, hal. 213 atau Ibnu Hisyam, "Sirah Nabawiyah" jilid II, hal. 213.

Atau Mu'awiyah dan para jendralnya yang melakukan pembersihan etnis dengan membunuh kaum Syi'ah secara berdarah dingin, shabran, menyembelih bayi-bayi Syi'ah, memperbudak para muslimah dan membakar kebun dan membakar manusia hidup-hidup, mengarak kepala dari kota ke kota, minum arak, berzina dan sengaja merencanakan dan membuat hadits-hadits palsu yang bertentangan dengan hukum syar'i. Mengapa saudara tidak membaca sejarah dan hadits-hadits kita sendiri?

Bila saudara-saudara menganggap cerita-cerita yang membuka 'aib' para sahabat sebagai kufur, maka tidak akan ada lagi ahli sejarah dan ahli hadits yang tidak kafir.

Syi'ah menolak hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat lalim. Mereka heran mengapa kaum Sunnah keberatan bila mereka meriwayatkan hadits-hadits dari keluarga Rasulullah sebab ayat-ayat Al-Qur'an turun dirumah mereka. Dan Rasulullah tinggal serumah dan mengajari mereka?

Mengapa mereka harus mencari hadits-hadits Abu Hurairah misalnya, yang meriwayatkan bahwa Allah menciptakan Adam seperti wajah Allah dengan panjang 60 hasta (sittuna dzira), sedang Al-Qur'an mengatakan bahwa tiada sesuatu pun yang menyerupaiNya, laisa kamitslihi syai'un, atau Nabi Musa lari telanjang bulat karena bajunya dibawa lari oleh batu, atau sapi berbahasa Arab, atau hadits yang menyatakan kalu lalat masuk ke dalam kuah, maka seluruh lalat harus dimasukkan kedalamnya sehingga menimbulkan 'perang lalat' di koran-koran Mesir karena dokter-dokter muda menolak hadits yang 'berbahaya' tersebut? Dan Allah yang turun ke langit bumi, sepertiga malam, sehingga Allah tidak punya kesempatan untuk kembali karena kesiangan?

Mengapa merekaharus berpegang pada Abu Hurairah yang oleh sahabat-sahabat besar seperti ummul mu'minin Aisyah dan Umar bin Khattab dan ulama-ulama besar seperti Ibnu Qutaibah menganggapnya sebagai pembohong? Bukankah Ibnu Qutaibah disebut sejarawan sebagai nashibi atau pembenci Ahlul Bait dan bukan Syi'ah? Baca sejarah dan hadits-hadits shahih Bukhari Muslim!

Haruslah diakui bahwa pandangan Syi'ah ini berbeda dengan kaum Sunni yang menganggap semua sahabat itu adil, 'udul, dan bila mereka membunuh atau memerangi sesama muslim, mereka akan tetap mendapat pahala. Bila tindakan mereka salah, mereka akan mendapat satu pahala dan kalau benar mendapat dua pahala.

Malah ada ulama Sunni, seperti Ibnu Katsir, Ibnu Hazm dan Ibnu Taymiyyah menganggap 'Abudrrahman bin Muljam yang membacok Imam 'Ali bin Abi Thalib yang sedang shalat shubuh sebagai mujtahid. Demikian pula pembantai Husain dan keluarganya di Karbala. Pembunuh-pembunuh cucu Rasulullah ini dianggap mendapat pahala, satu bila salah dan dua bila benar!

Suatu hari, saya kedatangan tiga orang Afghanistan. Saya tanyakan, mengapa kaum muslimin di Afghanistan saling berperang? Mereka menjawab: mereka berperang karena berijtihad seperti ummul mu'minin 'Aisyah yang memerangi 'Ali dalam perang Jamal. Kalau benar dapat dua pahala dan kalau salah dapat satu. Dan saya dengar, koran-koran Jakarta pun telah memuat keyakinan mereka ini.

Kaum Thaliban di Afghanistan, yang punya pendapat seperti ini, yang mengurung dan tidak membolehkan wanita bekerja atau sekolah bukanlah Syi'ah, tetapi kaum Wahabi!

Sebaliknya kaum Syi'ah juga berpendapat bahwa banyak pula sahabat yang mulia, yang harus diteladani kaum muslimin.

Al-Qur'an juga menyebutkan bahwa diantara para sahabat ada yang 'kufur' dan 'munafik'. (Termasuk ayat-ayat terakhir bacalah At-Taubah ayat 48, 97).

Banyak sekali hadits-hadits seperti hadits Al-Haudh, diantaranya tercatat dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Mereka membenarkan ayat Al-Qur'an tersebut dan menceritakan adanya sekelompok sahabat digiring ke neraka dan tatkala ditanya Rasul, ada suara yang menjawab "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka lakukan sesudahmu". Ahli-ahli sejarah kita dengan gamblang menggambarkan ulah beberapa sahabat tersebut.

Apakah pandangan Syi;ah tersebut 'kufur' atau 'sesat'? Apakah mereka harus dikafirkan karena keyakinan mereka itu? Kita boleh menyesali perbedaan itu, tetapi perbedaan ini menyangkut masalah cabang agama bukan pokok, bukan ushuluddin.
Imam Ma'shum

Mengapa saudara-saudara keberatan bila seorang muslim yang salih, yang tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh orang yang tidak berdosa, yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya disebut terjaga dari dosa? Apakah saudar-saudara menganut paham dosa warisan atau 'original sin'?

Apalagi Allah berfirman:

"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan (segala) kenistaan dari padamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzab: 33).

Yang dimaksud Al-Qur'an adalah 'Ali, Fathimah, Hasan dan Husain.

Ahlussunah pun percaya bahwa semua sahabat adil, dan semua tindakan mereka adalah ijtihad. Dan tindakan mereka mendapat pahala termasuk diantaranya sahabat yang melaksanakan pembunuhan berdarah dingin, pezinah, pemabuk, pembohong, pembakar orang hidup-hidup atau memerangi Imam zamannya dan perbuatan-perbuatan yang tidak terlukiskan dengan kata-kata.

Ada juga kisah Khalid bin walid yang memenggal kepala Malik bin Nuwairah 1 dan memperkosa istri Malik yang cantik malam itu juga. Ia menggunakan kepala Malik sebagai tungku.

Ini bukan tuduhan kaum Syi'ah, tetapi catatan sejarawan Sunni! Umar bin Khattab menyebut Khalid bin Walid sebagai pembunuh dan pezinah yang harus dirajam. Abu Bakar menyatakan bahwa Khalid hanya sekedar salah ijtihad, dan menamakannya 'saifullah' atau pedang Allah. "Aku tidak akan menyarungkan pedang yang telah dihunus Allah untuk memerangi musuh-musuhNya.", kata Abu Bakar.

Khalid pula yang membakar Bani Salim hidup-hidup di zaman Abu Bakar. Umar mengingatkan Abu Bakar, dengan membawa hadits Rasulullah SAWW bahwa tidak boleh menghukum dengan hukuman yang hanya Allah boleh melakukannya. Dan Abu Bakar mengatakan, seperti diatas "Aku tidak akan menyarungkan pedang yang telah dihunus Allah untuk memerangi musuh-musuhNya." Banyak pula ulah Khalid yang lain, yang oleh 'Abdurrahman bin 'Auf dikatakan sebagai perbuatan jahiliyah, yaitu tatkala ia membunuh Bani Jazimah secara berdarah dingin.

Baca buku-buku yang berada dalam lemari saudara-saudara. Sekali lagi, tuduhan ini disampaikan oleh Umar bin Khattab, Ibnu Umar dan Abu Darda'. Kedua sahabat terakhir ini, ikut dalam pasukan Khalid dan membuat penyaksian.

Peristiwa inilah yang melahirkan adagium di kemudian hari bawah semua sahabat itu adil dan tiap tindakan mereka merupakan ijtihad dan kalau benar mereka dapat dua pahala, kalau salah satu pahala.

Pantaslah kalau Mu'awiyah yang meracuni Hasan, cucu Rasulullah, atau 'Abdullah bin Zubair yang hendak membakar Ahlul Bait di gua 'Arim atau Yazid yang membantai cucu Rasulullah, Husain dan keluarganya di Karbala, mengatakan bahwa mereka hanya menjalankan 'sunah' atau contoh para sahabat sebelumnya.

Umar memecat Khalid bin Walid --yang oleh sejarawan disebut sebagai shahibul khumur, pemabuk-- tatkala Umar menggantikan Abu Bakar dikemudian hari.

Apakah orang Syi'ah harus mengangkat mereka sebagai Imam? Sebab memiliki Imam, wajib hukumnya? Bukankah Rasulullah SAWW bersabda: "Barangsiapa tidak mengenal Imam zamannya, ia mati dalam keadaan jahiliyah."? Dan hadits yang mengatakan bahwa sepeninggal Rasulullah SAWW ada 12 Imam, yang semuanya dari keturunan Quraisy. Bacalah hadits-hadits shahih enam seperti Bukhari dan Muslim!

Mengkritik akidah mazhab lain tidak boleh berdasarkan prasangka dan sinisme. Hormatilah akidah mereka. Benarlah kata orang, "Jangan melempar rumah orang lain bila rumah Anda terbuat dari kaca."

Bacalah buku sejarah. Bukan 'asal ngomonng'. Bukan zamannya lagi berbohong dengan ayat-ayat dan hadits, sebab umat sekarang sudah banyak yang pandai.

1 Malik bin Nuwairah adalah sahabat pengumpul zakat yang ditunjuk Rasulullah SAWW, dan oleh Rasulullah SAWW dikatakan sebagai ahli surga.
Mazhab Ja'fari, Mazhab Resmi Iran

Mengapa saudara-saudara keberatan bila pemerintah Iran menetapkan Ja'fari sebagai mazhab resmi bangsanya? (Lihat pandangan kritis No. 6). Mengapa mencampuri urusan negara lain? Orang Iran sendiri tidak pernah keberatan Pancasila dijadikan dasar negara yang kita cintai ini.

Apakah saudara-saudara ingin agar Iran, yang mayoritas rakyatnya bermazhab Syi'ah, mengganti mazhab resminya dengan mazhab Wahabi? Saudara-saudara boleh mengusulkan kepada pemerintah Iran agar mengganti mazhab mresminya ke mazhab Wahabi atau 'PERSIS' atau mazhab 'Al-Irsyad'. Saya yakin mereka tidak akan marah.

Kalau saudara-saudara bermazhab Syafi'i, beranikah saudara-saudara mengusulkan agar mazhab kerajaan Saudi Arabia yang Wahabi diganti dengan mazhab Syafi'i agar mereka masuk Ahlussunah wa'l Jamaah?
Melaknat Sahabat

Mengenai mencela dan melaknat sahabat, saya belum pernah membaca fatwa ulama yang mengkafirkan mereka. Misalnya, selama 80 tahun dinasti 'Umayyah, kecuali di zaman khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Azis yang hanya dua setengah tahun. Muawiyyah dan para pejabatnya serta para ulamanya melaknat dan mencaci Ali bin Abu Thalib dan keluarga beserta pengikutnya diatas mimbar diseluruh dunia Islam termasuk di Makkah dan Madinah, kecuali di Sijistan. Di Sijistan, sebuah kota yang sekarang terletak antara Afghanistan dan Iran, hanya sekali melakukan pelaknatan diatas mimbar.

Ali dilaknat dan dicaci atas perintah sahabat dan ipar Rasulullah SAWW, Mu'awiyyah, serta khalifah-khalifa Bani Umayyah lainnya. Pada masa itu, misalnya, Ali tidak dianggap khalifah yang lurus. Abdullah bin Umar tidak mau membai'at Ali malahan membai'at Mu'awiyyah, Yazid bin Mu'awiyyah dan gubernur Hajjaj bin Yusuf yang terkenal sebagai penjahat yang mebunuh 120 ribu kaum muslimin dan muslimat secara berdarah dingin, shabran. Umar bin Abul Azis mengatakan bahwa Hajjaj pasti akan menjadi juara dunia bila para penjahat dikumpulkan dan 'diperlombakan'. Ibnu Umar juga mengeluarkan hadits-hadits yang menyingkirkan Ali sebagai salah satu khalifah yang lurus.

Kita tahu, Mu'awiyyah membunuh para sahabat seperti, Hujur bin 'Adi, Syarik bin Syaddad, Shaifi bin Fasil, Asy-Syabani, Qabisyah bin Dhabi'ah Al-Abbasi, Mahraz bin Syahhab Al-Munqari, Kadam bin Hayyan Al-Anzi dan Abdurrahman bin Hassan Al-Anzi hanya karena tidak mau melaknat Ali. Abdurrahman Al-Anzi dikirim kepada Ziyad bin Abih dan dikuburkan hidup-hidup di Nathif dekat kuffah, ditepi sungai Efrat.

Beranikah saudara-saudara peserta seminar menganggap Mu'awiyyah dan seluruh pejabat, sahabat Rasulullah SAWW yang mendukungnya, serta para ulama telah kafir karena bukan saja memerintahkan kaum muslimin, termasuk para sahabat agar melaknat Ali, tetapi juga membunuh mereka yang menolak untuk melaknat?

Pada masa itu tidak ada yang berani menamakan anaknya Ali. Sampai-sampai pernah seorang ayah melaporkan kepada penguasa karena merasa terhina oleh istrinya karena memanggilnya Ali!
Taqiyyah

Mengenai taqiyyah. Menjalankan taqiyyah adalah suatu permissibility, suatu kebolehan dalam Islam, berdasarkan nash. Seorang muslim yang lemah dan tertindas boleh menyangkal keimanannya bila nyawanya terancam seperti yang dialami oleh Ammar bin Yasir.

Thabathaba'i, misalnya membolehkan seseorang menyangkal keimanannya dalam keadaan terpaksa, untuk menyelamatkan nyawanya, kehormatan perempuan, atau hartanya yang bia dirampas, ia tidak dapat memberi nafkah kepada anak-istrinya. (Bacalah Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathaba'i, Syi'a, Qum, 1981).

Disamping kasus Ammar bin Yasir, juga ada seorang anggota keluarga Fir'aun yang menyembunyikan imannya (lihat Al-Quran, Surat Al-Mukmin, ayat 28).

Barangkali para anggota seminar punya rumusan lebih baik dari ini. Kalau menyumbangkan pikiran saja tidak, bagaimana para anggota seminar berani mengatakan bahwa anggota Syi'ah sukar ditemukan karena bertaqiyyah dan karena mereka masih lemah?

Tetapi mengapa menyuruh menutup Yayasan Muthahhari (Bandung), Yayasan Al-Muntazhar (Jakarta), Yayasan Al-Jawad (Bandung), Yayasan Mulla Sadra (Bogor), Pesantren YAPI (Bangil), Yayasan Al-Muhibbin (Probolinggo) dan Yayasan pesantren Al-Hadi (Pekalongan)? Bukankah peserta seminar mengenal pimpinan yayasan-yayasan tersebut sebagai Syi'ah? Kenapa tidak mengajak mereka bermujadalah seperti yang dianjurkan Al-Quran?



Ini bertentangan dengan pernyataan seminar sendiri bahwa orang Syi'ah bertaqiyyah karena masih 'lemah' sehingga sukar ditemui. Saya tidak faham dengan ulama jenis ini.

Saya mengusulkan agar saudara-saudara mengundang pejabat-pejabat dan anggota ABRI yang kemarin saudara-saudara undang dan siapa saja. Hadir 'pesakitan' dihadapan saudara-saudara. Saudara-saudara akan mendapatkan perlawanan yang hebat dan tidak main-main karena ulama-ulama muda ini bukanlah ulama 'karbitan' dan bukan juga ulama mainan.

Ini baru tontonan menarik, saudara-saudara akan menyaksikan dialog bukan monolog.

Undanglah mereka, kalau tidak tahu alamat mereka, sampaikanlah undangan itu pada penulis.
Al-Quran Syi'ah Lain Dari Al-Quran Sunni?

Al-Quran kaum Syi'i dan sunni sama dan itu-itu juga. Silahkan para anggota seminar memasuki masjid-masjid dan rumah-rumah kaum Syi'i di Saudi Arabia, Libanon, Iran, Irak, Bahrain atau pun Azerbaijan dan dimana saja orang Syi'ah itu berada. Saudara-saudara tidak akan menemukan Al-Quran yang lain.

Jangan berkata sesuatu by hearsay. Alangkah mudah saudara-saudara menyurati kantor-kantor keduataan kita di negeri-negeri tersebut dan memohon mereka untuk membelikan untuk saudara sebuah Al-Quran. Lihatlah isinya, adakah perbedaan dengan Al-Quran di rumah saudara?

Orang-orang Syi'ah telah membantah tuduhan-tuduhan yang tidak berguna ini. Saudara Nurcholis Madjid, seingat saya, pernah membantah saudara-saudara dalam suatu seminar beberapa tahun lalu, seperti dimuat di beberapa koran ibukota. Beliau meunjukkan 'Al-Quran Syi'ah' dan mengatakan bahwa kalau pun ada perbedaan, maka perbedaan itu hanyalah karena 'Al-Quran Syi'ah' rata-rata lebih indah dari Al-Quran kita. Ini karena orang-orang Syi'ah berpendapat bahwa Kitabullah haruslah dicetak lebih indah dari semua buku lain.

Jangan membicarakan Syi'i yang fanatik, kaum ghulat, karena pengecualian tidak dapat mewakili golongan terbanyak. Annadir la yu'tabar. Saya anjurkan saudara-saudara para ulama untuk membaca buku-buku mengenai Tahrif Al-Quran yang banyak jumlahnya.

Orang Syi'ah menganggap bahwa siapa saja yang meyakini Al-Quran kita telah berubah, maka ia telah meragukan kekuasaan Allah SWT dan tidak akan mendapat perlindungan dari-Nya karena Allah SWT telah berfirman: "Sesungguhnya, Kamilah yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah yang menjaganya." (QS. Al-Hijr: 9)

Mengenai Imam Khumaini (Imam Khomeini), dikatakan bahwa mengakui adanya tahrif atau perubahan dalam Al-Quran dalam bukunya Hukumah Islamiyah, seorang teman telah menyediakan uang Rp. 100,000,000.00,- (seratus juta rupiah) bila saudara-saudara dapat menunjukkan adanya pernyataan tahrif Al-Quran dalam buku tersebut!

Saudara Profesor KH. Irfan Zidny MA sebenarnya tidak hendak mencoba mematikan harga diri lawan berdebat anda dengan menonjolkan serba gelar yang anda miliki atau umur anda yang tua, atau mengejek lawan bicara anda karena tidak bisa berbahasa Arab atau Inggris atau mengecilkan tokoh yangt dihormati lawan bicara anda.

Saya bukan tidak percaya bahwa anda adalah 'teman kuliah' Imam Khomeini atau anda lebih pandai dari gurunya Imam Khomeini, dan mungkin anda telah bergelar Ayatullah, tetapi setahu saya Sayyid Khomeini tidak belajar di Irak, tetapi mengajar. Mungkin saja Anda lebih 'besar' dari gurunya Imam Khomeini tetapi jangan anda yang mengatakannya. Biarlah orang lain yang menilai. Karena argumentasi seperti ini disebut argumentasi negatif.

Orang tidak perlu belajar di Irak belasan tahun untuk disebut ulama yang pandai dan mukhlis. Orang menilai mutu pembicaraan anda dan bukan riwayat hidup anda yang ingin membungkam lawan bicara anda.

Hanya Allah SWT yang tahu iman dan akal kita selengkapnya. Anda harus ingat bahwa tidak semua teman BJ. Habibie menjadi seperti BJ. Habibie. Mungkin anda jadi murid Imam Khu'i di Irak, dan mungkin juga Imam Khomeini jadi murid Imam Khu'i bersama anda. Tapi anda harus ingat tidak semua teman BJ. Habibie menjadi seperti BJ. Habibie. Semua orang yang saya tanyai mengenai anda, tertawa terpingkal-pingkal. Tetapi saya menangis, seperti anda 'menangisi' Syi'ah.

Karena saya peminat sejarah, mohon Anda sebutkan seorang nara sumber di Irak yang dapat membenarkan pernyataan anda bahwa anda telah belasan tahun seperguruan dengan Imam Khomeini, berapa umur anda dan berapa umur Imam Khomeini pada masa itu, kapan dan dimana anda belajar bersamanya. Saya ingin menyuratinya. Dan untuk itu saya ucapkan terima kasih.

Saya sebenarnya berpikir bahwa anda seharusnya jadi Mufti seluruh umat karena 'ilmu' dan 'istiqomah' anda.

Apakah NU tidak mengenal anda?

Tapi biarpun demikian, saya yakin dengan melihat lamanya pendidikan dan keteguhan pendirian anda, anda tentu telah menghasilkan banyak karya bermutu atau menjadi 'da'i besar'. Dan anda akan menjadi tempat rujukan tanpa harus membaca (buku-buku karya) Ali Syariati, HAMKA, Abu Bakar Aceh, Maududi, Sayyid Quttub, Sayyid Sabiq, Rasyid Ridha, Hassan Al-Banna, Muthahhari, Khomeini, Thabthaba'i atau Ali Khameini.

Mengapa anda sudah merasa cukup berteman dengan Thohir AlKaff dari Al-Bayyinat Nyamplungan Surabaya? Saya berteman dengan banyak orang panda dan mukhlis di Nyamplungan. Mengapa harus 'diracuni' oleh orang jenis Thohir Alkaff ini?
Kawin Mut'ah

Anda (Irfan Zidny) juga tidak mesti menangisi kawin mut'ah, tapi tangisilah salah satu sahabat besar Rasulullah SAWW, Zubair bin Awwam, seorang sahabat yang terkenal keberaniannya, suami Asma' binti Abu Bakar, khalifah pertama. Perkawinan mereka dilakukan melalui kawin mut'ah yang melahirkan Abdullah dan urwah bin Zubair. Juga banyak sahabat yang lain, sebagaimana tercatat dalam buku-buku tarikh Sunni kita. Mengapa anda tidak sekaligus mengkritik Rasulullah karena 'mengizinkan' perkawinan mut'ah tersebut dan mengapa Rasulullah SAWW tidak menangisinya?1

Mengenai kawin mut'ah, Umar melarangnya, tetapi ayat Al-Quran tidak dapat dibuang. Islam tidak mengajarkan kita untuk mengawini tiap wanita yang kita temui di jalan, kawin biasa, kawin sirri atau kawin mut'ah.

Pernahkah saudara menyaksikan kawin mut'ah di Iran? Tanyailah Amien Rais atau Lukman Harun yang pernah berkunjung ke Iran. Atau Smith Alhadar, seorang pengamat Timur Tengah terkenal yang pernah mengelilingi Timur Tengah, seorang Sunni dari dulu sampai sekarang, yang pernah tinggal di Saudi Arabia maupun di Iran selama bertahun-tahun.

Apakah saudara-saudara telah menyelidiki berapa banyak kaum Wahabi dari Timur Tengah yang kawin disini untuk satu bulan samapai tiga tahun? Sudahkah saudara-saudara memeriksa surat nikah mereka?

Seorang kawan menceritakan kepada saya bahwa ia diberi uang Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) oleh seorang Timur Tengah agar dikawinkan mut'ah ala Wahabi. DIa mencari seorang pelacur dan 'menasihatinya' agar tidak menceritakan profesinya kepada suaminya. Setelah beberapa bulan, dia tinggalkan pelacur tersebut. Ia datang kembali dan orang itu menyuguhkan pelacur lain untuk dikawin-kontrakkan kepadanya selama tiga bulan.

Tahukah saudara-saudara berapa banyak TKI kita yang diperkosa disana?

Tanpa ditanya, seorang teman yang telah lebih dari sepuluh tahun tinggal di Kerajaan Saudi Arabia mengatakan kepada saya bahwa bila para lelaki bisa hamil, maka jumlah kehamilan diluar nikah akan berlipat ganda.

Apakah saudara-saudara punya statistik berapa banyak ulama yang punya istri lebih dari sepuluh dan berapa banyak yang kawin sirri di Indonesia? berapa banyak yang kawin antar agama dan membagi anak-anak dalam dua bagian, sebagian mengikuti agama bapak sebagian mengikuti ibu? Apakah saudara-saudara juga punya statistik serupa dikalangan Syi'ah? Metode berpikir komparatif sangat dibutuhkan dalam berbagai cabang ilmu, seperti ilmu kedokteran, ilmu perbandingan agama atau ilmu perbandingan mazhab.

Saudara-saudara menyatakan bahwa kawin mut'ah haram. Padahal ini jelas dilakukan di zaman Rasulullah SAWW, zaman Abu Bakar dan sebagian di zaman Umar. Kalu tidak setuju, kita bahas nanti dibagian lain. Tapi mampukah saudara mengatakan bahwa pelacuran dan lokalisasi pelacuran itu haram dalam Islam? Punyakah saudara-saudara statistik jumlah bayi, yang ayahnya entah berada dimana, yang dibungkus plastik dan dibuang ke selokan-selokan serta tempat-tempat sampah dan yang digugurkan di klinik-klinik yang resmi atau pun tidak, terang-terangan atau sembunyi-sembunyi?

Mampukah saudar-saudara mengeluarkan fatwa bahwa melacur itu haram dan dengan demikian melokalisasinya juga haram? Dan tahukah saudara-saudara bahwa pelacur-pelacur makin hari makin bertambah? Jangan-jangan saudara takut membuat fatwa yang mengharamkan pelacuran dan menutup lokalisasi tersebut?

Pelacuran tidak akan ada bila tidak ada sekelompok laki-laki 'pencari seks' yang hendak memenuhi naluri seks mereka.

Ataukah saudara-saudara takut jangan-jangan para 'pencari seks' memasuki jendela-jendela kita dan meperkosa istri dan anak-anak kita, sehingga saudara-saudara meras perlu menghalalkan lokalisasi tersebut? Bukankah berdiam diri dalam masalah ini sama dengan menghalalkan pelacuran, perzinaham dan lokalisasi?

Say akhawatir saudara-saudara mengharamkannya karena mereka yang menjalankan mut'ah berhujjah dengan nash yang tidak terbantahkan. Sebaliknya menghalalkan pelacuran karena sudah jelas haramnya, meski pun beresiko anak yang lahir kelak tak akan pernah mengetahui bapaknya. Dan pelacuran juga menyulitkan untuk menjajaki, tracing, sumber penyakit kelamin. Kawin mut'ah ada masa iddah-nya, dan suaminya dikenal, sehingga sulit menyebarkan penyakit kelamin. Kalau pun ada, mudah dijajaki. Bukankah penyakit kelamin atau AIDS, terjadi karena menganti-ganti pasangan?

Silahkan saudara-saudara mencukur jenggot dan kumis dan tinggal di tempat-tempat kost sekitar kampus lalu saksikan dengan mata kepala sendiri sexual behaviour, tingkah laku seks putra-putri saudara. Mungkin saudara-saudar akan pingsan waktu menyaksikan apa yang dilakukan oleh putra saudara-saudara yang tiap hari pulang ke rumah bak pangeran dan perjaka, serta putri bak perawan suci yang baru turun dari kahyangan. Mampukah kita mengucapkan istighfar dan membenarkan perzinahan sementara mengkambinghitamkan kawin mut'ah?

Punyakah saudara-saudara statistik berapa banyak putra-putri kita yang berzinah, yang melakukan kawin sirri, atau kawin sembunyi-sembunyi ala Sunni atau kawin mut'ah ala Sunni? Sebagian besar mungkin akan menjawab bahwa mereka membaca artikel 'Mut'ah, Sebuah Perkawinan Alternatif' dalam sebuah koran ibu kota yang ditulis seorang tokoh Sunni.

Jangan sekali-kali berprasangka buruk, bahwa pemuda-pemuda kita adalah bodoh, lalu kawin mut'ah hanya karena dipengaruhi oleh orang Syi'ah.

Tahukah saudara-saudara berapa banyak tokoh dan pemuda Sunni kita yang kawin mut'ah? Darimana mereka mendapat 'fatwa' bahwa mut'ah itu halal?

Jangan menuduh Syi'ah sebagai scape goat, pemikul beban, sebagai 'kucing hitam', padahal Sunni sendiri yang mengeluarkan 'fatwa' dan kaum Sunni yang melakukan kawin mut'ah menurut versi Sunni sendiri sesuai dengan pandangan kritis pada nomor 11 hasil keputusan seminar.

Justru yang harus menjaga anak-anak gadisnya adalah kaum Syi'ah, bukan Sunni! Berbalikan dengan rekomendasi seminar nomor 7.

[1] Bacalah perdebatan antara Abdullah bin Abbas dan Ibnu Zubair: Ibn Abi'l-Hadid. Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 20, hal, 129-131.
Adzan Syi'ah Berbeda dengan Adzan Sunnah

Saudara-saudara tidak lengkap membicarakan lafal adzan dan iqamah. Saudara-saudara 'lupa' menyampaikan lafal adzan dan iqamah sesungguhnya. Yang pasti di zaman Rasulullah SAWW berbunyi sebagai berikut:

Lafal Adzan

Allaahu akbar
(Kalimat diatas, sama dalam kedua mazhab, diucapkan 4x)

Asyhadu an-laa ilaaha illa'llaah
Asyhadu anna Muhammadar' Rasuulullaah
Hayya 'ala Shalaah
Hayya ala'l falaah
(Semua kalimat diatas, sama dalam kedua mazhab, diucapkan 2x)

Hayya 'ala khairi'l amaal
(Kalimat diatas hanya dalam mazhab Syi'ah, diucapkan 2x)

Allaahu akbar,Allaahu akbar
Laa ilaaha illa'llaah
(Kalimat diatas, sama dalam kedua mazhab, diucapkan masing-masing 2x)

Ash-shalaatu khairun min an-naum
(Kalimat yang diucapkan dalam shalat shubuh diatas hanya dalam mazhab Sunnah, diucapkan 2x)

Dalam al-iqamah, semua kalimat diatas diucapkan sekali kecuali Allaahu akbar diucapkan dua kali.

Apakah saudara-saudara sudah mempelajari hadits-hadits dan sejarah adzan ini?

Memang Syi'ah, sesudah membaca "Hayya 'alaa'l falaah" (Marilah kita mencapai kemenangan) membaca "Hayya 'alaa khairil 'amaal" (Marilah membuat amal shalih).

Apakah kalimat Hayya 'alaa khairil 'amaal itu buatan Syi'ah?

Kalimat ini dilafalkan dimasa Rasulullah SAWW. Bacalah tulisan ulama Sunni seperti Baihaqi dalam Sunan jilid I, hal, 524, 525; Sirah Halabiyah jilid II, hal. 105; Maqaati'l Ath-Thalibin, hal 297; Adz-Dzahabi dalam Mizaan al-I'tidaal jilid I, hal. 139; Lisaan'l-Mizaan jilid I, hal. 268 dan banyak lagi yang lainnya. Juga terdapat dalam hadits-hadits orang Syi'ah.

Umar bin Khattab tuk lebih 'memacu semangat' jihad karena kalimat ini dianggap akan melemahkan semangat jihad tersebut. Umar berkata, "Ada tiga hal yang dijalankan di zaman Rasulullah SAWW dan aku melarangnya dan aku akan menghukum mereka yang melaksanakannya; kawin mut'ah, haji mut'ah, dan Hayya 'ala khairi'l amaal."

Kaum Syi'ah tatkala mengucapkan kalimat syahadat sering menambahkan "Asyhadu anna 'Aliyyan waliiyullaah" Hal ini disebabkan pidato Rasulullah SAWW di Ghadir Khum, sesudah Haji Perpisahan, sekitar 80 hari sebelum beliau wafat. Bukan hadits lemah dikalangan Sunni, yaitu tatkala Rasulullah SAWW bersabda:

"Man kuntu maulaahu fa 'Aliyyun maulaahu. Allaahumma waali man walaahu wa 'aadi man 'aadaahu"
(Barang siapa menganggap aku sebagai walinya, maka 'Ali juga adalah walinya. Allaahumma, ya Allah, cintailah siapa yang mencintainya dan musuhilah siapa yang memusuhinya).

Dan semua sahabat memberi selamat, termasuk Umar bin Khattab. Para sejarawan mencatat kata-kata yang diucapkan Umar:

"Bakhin, bakhin, laka, ya aba'l hasan, anta maulaaya, wa maulaa kullu mu'minin wa mu'minatin."
(Selamat ayah Hasan, engkau adalah waliku dan wali kaum mu'minin dan mu'minat).

Dan ada pula dengan lafal "Thuuba laka" atau "hanii'an laka" yang punya arti serupa dan diriwayatkan oleh sekitar 110 sahabat.

Dan tatkala turun ayat:

"Innallaaha wa malaa'ikatahu yushalluuna 'ala'n-Nabii, yaa ayyuha'l ladziina aamanuu shalluu 'alaihi wa sallimu tasliiman", yang artinya "Sungguh, Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi, Hai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah atasnya, dan berilah salam kepadanya dengan sehormat-hormat salam!" (QS. Al-Ahzab: 56).

Para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAWW tentang cara bershalawat kepada Nabi, Rasulullah SAWW menjawab "Ucapkanlah 'Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'aali Muhammad', (Ya Allah, shalawatilah Muhammad dan keluarga Muhammad)"

Karena itulah maka para ulama seperti Imam Syafi'i mengatakan tatkala dituduh rafidhah (yang berarti melakukan desersi dari kedua syaikh, Abu Bakar dan Umar atau yang lebih mengutamakan 'Ali daripada kedua syaikh tersebut), menjawab, "Bila mencintai Ahlu'l Bait aku dituduh rafidhah, orang dulu punya peribahasa, tunjukkan kepadaku seorang rafidhah yang kecil, akan aku tunjuk kepadamu seorang Syi'ah yang besar!. Kalau aku dituduh demikian maka saksikanlah oleh seluruh jin dan manusia bahwa aku memang seorang rafidhi! Sebab shalatku tidak sah bila aku tidak bershalawat kepada Ahlul'l Bait!"

Tapi orang Syi'ah mengetahui betul bahwa kalimat Asyhadu anna 'Aliyyan waliiyullaah bukan merupakan bagian integral dari adzan dan iqamah. Kalimat ini hanya merupakan kebolehan, optional, seperti kalimat Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'aali Muhammad.

Kalimat Ash-shalaatu khairun min an-naum (Shalat lebih baik daripada tidur) adalah tambahan dari Umar bin Khattab. Sekali lagi, baca!
Syi'ah Adalah Pengkhianat, pelaku Kejahatan dan Teroris

Dalam pandangan kritis nomor 12 disebutkan bahwa "Sepanjang sejarah, kaum Syi'ah terbukti sebagai para pelaku kejahatan dan pengkhianat serta teroris."

Jika kaum Syi'ah bertempur melawan Israel di Libanon Selatan, saudara-saudara anggap sebagai teroris, perlu saya ingatkan bahwa kaum Syi'ah yang berjuang disana memang melakukannya. Mereka berpendapat bahwa setiap orang sipil yang melarikan diri dari medan pertempuran akan tetap memiliki hak atas tanah dan harta yang mereka tinggalkan sesuai dengan hukum mana pun juga.

Para pengungsi tersebut dalam Al-Quran disebut sebagai mustadh'afin, orang yang dilemahkan dan harus dibantu, harus direpatriasi, dikembalikan ke kampung halamannya. Kalau kaum Syi'ah yang membantu rakyat Palestina ini saudara-saudara maksudkan sebagai teroris, maka mereka memang teroris.

Jika kaum Syi'ah dari Iran yang berjuang di Bosnia untuk menahan pembunuhan berdarah dingin terhadap ratusan ribu kaum muslimin dan pemerkosaan terhadap 30.000 kaum ibu dan anak-anak gadis muslim disebut teroris, maka mereka memang teroris. Hal ini disebabkan kaum Syi'ah sangat anti-perlakuan keji. Mereka sangat pro-keadilan yang menjadi salah satu rukun mazhab mereka. Kaum Serbia, yang membunuh orang-orang Bosnia itu, bukan karena orang Bosnia bersalah, melainkan mereka membunuh saudara kita di Bosnia hanya karena mereka beragama Islam! Bila kaum Syi'ah ini saudara-saudara sebut teroris, maka mereka memang teroris.

Di Nagorno-Karabakh kaum Syi'ah datang membantu rakyat Azerbaijan dalam mempertahankan diri dari serangan tentara Armenia dan tentara Rusia yang memakai tanda salib dipunggungnya. Dan Amerika Serikat (AS) membantu Armenia dengan melakukan ermbargo senjata bagi kaum Azerbaijan karena pengaruh kaum diaspora Armenia di AS yang berjumlah satu juta orang. AS juga mengatakan bahwa Armenia adalah Israel di Asia Tengah untuk menghadapi kaum muslimin. Sementara Turki yang sesuku, seagama dan sebahasa dengan Azerbaijan tidak berani membantu, karena takut ditolak menajdi anggota masyarakat Eropa!

Kalau ini yang saudara-saudara maksudkan dengan teroris, mereka memang teroris! Mengenai peranan kaum Syi'ah membantu sesama muslim yang tertindas diseluruh dunia, bacalah Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order, Simon & Schuster, New York, 1996!

Lalu, bagaimana dengan pembunuhan-pembunuhan terhadap kaum Syi'ah, penganiayaan, pemotongan-pemotongan lidah dan tangan mereka, peracunan terhadap Imam Hasan dan pemotongan leher cucu Rasulullah SAWW, Imam Husain, yang oleh Rasulullah SAWW disebut sebagai anak-anaknya. Atau mereka yang mengarak kepala mereka sebagai bahan tontonan, menyembelih bayi-bayi, menawan wanita-wanita mereka sebagai budak, memasukkan tubuh-tubuh mereka kedalam beton tiang-tiang masjid?

Jika semua perbuatan ini saudara-saudara katakan bukan kejahatan tapi hanya 'permainan anak-anak' dan dapat pahala karena hasil ijtihad, atau menganggap bahwa mereka yang melakukannya adalah orang-orang Syi'ah sendiri, tentu saudara-saudara sudah gila! Bacalah Maqaatil Ath-Thalibin tulisan Abu'l Faraj Al-Ishfahani, ahli sejarah kenamaan, anak cucu Bani 'Umayyah sendiri, penulis buku Al-Aghani (Nyanyian-nyanyian) yang terkenal dan terdiri dari 20 jilid itu!

Sekiranya saudara-saudara mendapat berita ini dari sumber luar bahwa kaum Syi'ah adalah teroris, maka saya pikir saudara-saudara perlu mempelajari lagi istilah teroris dan HAM!

Salah satu bencana yang dihapadi oleh umat manusia adalah karena umat manusia terbiasa berpikir sektarian. Jika ada pembunuhan dan pemerkosaan, seperti di Bosnia, dan kaum muslimin yang jadi korbannya, maka yang 'berteriak-teriak' adalah kaum muslimin. Sebaliknya bila yang menjadi korban adalah orang kristen, yang ribut adalah orang kristen. Jika kaum muslimin diusir dari rumah-rumahnya dan jadi pengungsi, maka yang ribut adalah kaum muslimin. Andaikata orang kristen yang mengalami hal serupa, maka yang ribut adalah orang kristen.

Padahal, sejujurnya tidak ada agama yang membenarkan pembunuhan berdarah dingin atau pemerkosaan, misalnya. Nilai-nilai agama bersifat universal dan abadi. Semua mestinya 'berteriak' bila ada pembunuhan tanpa pengadilan, pemerkosaan, ketidakadilan, tidak peduli siapa pun pelakunya dan apa pun agamanya, siapa pun korbannya dan apa pun agamanya. Agama menganjurkan kita untuk membantu orang miskin dan tertindas, siapa pun dia dan apa pun agamanya. Kita diharuskan mendahulukan tetangga dan keluarga dekat, tetapi kita seharusnya memikirkan orang lain juga. Atau paling sedikit, tidak melukai atau menyakiti hati orang lain, bagi anda tentu terasa berat.

Memang HAM sering diartikan sebagai hak asasi seseorang dan jarang menggambarkannya sebagai hak asasi sekelompok orang, seperti orang-orang Palestina, Bosnia, Azerbaijan, Chechnya, Indian, dan Aborigin.

Teroris sering digambarkan sebagai tindakan pribadi-pribadi yang tidak berdaya yang meledakkan dirinya ditengah-tengah kaum mustakbirin dan bukan pemboman-pemboman serta embargo-embargo yang dilakukan oleh negara kuat terhadap kaum tertindas dan rakyat sipil, seperti yang dilakukan terhadap Libanon, Iran, Libya, dan Irak.

Jika saudara-saudara berpendapat bahwa definisi HAM dan teroris harus ditentukan oleh negara-negara asing dan sekutu-sekutunya maka saudara-saudara keliru!

Sejarah menunjukkan bahwa sering terjadi kerjasama antara pemimpin Islam dan luar Islam, atas permintaan raja-raja Islam dalam memerangi sesama muslim. Hal ini, misalnya, terjadi di Spanyol, seperti peristiwa Elcid atau kerjasama antara Harun Al-Rasyid dengan Karel Agung dari Perancis dalam memerangi khalifah Abdurrahman si Rajawali Spanyol atau apa yang terjadi dalam Perang Teluk.

Apakah saudara-saudara juga akan mengkambinghitamkan Syi'ah dan menganggap mereka sebagai teroris, pengkhianat dan penjahat? Apakah saudara-saudara sudah gila?

Definisi HAM atau teroris oleh AS harus saudara pikirkan matang-matang karena AS sendiri memiliki standard ganda dan oleh karena itu mereka tidak konsisten. Saudara-saudara perlu melihat, misalnya, standard ganda AS sperti yang dikritik oleh sarjana-sarjan AS sendiri.

Pada masa Agresi II Belanda, AS tetap konsisten dengan perjuangan anti-kolonialisme, tetapi pada saat yang sama mensuplai senjata-senjata untuk Belanda agar digunakan untuk meyerang Republik Indonesia dan berakibat dengan agresi kedua ini. Pelabuhan-pelabuhan ditutup sehingga rakyat menderita yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Usul yang tidak habis-habisnya oleh berbagai negara, agar Belanda menarik diri dari pendudukan barunya, di-veto AS.

AS menentang proliferasi nuklir di Iran dan Irak tetapi menolak melakukan hal yang sama untuk Israel. AS mengkritik pelanggaran HAM di Asia Timur, termasuk Indonesia, tetapi tidak di Israel dan Saudi Arabia. Janganlah mengambil 'sunnah' dari AS dan boneka-bonekanya yang ingin memonopoli kebenaran, sementara Sunnah Rasulullah SAWW ditinggalkan. Pikirkanlah lebih dalam dan berhentilah membuat fitnah. Pikiran-pikiran fascist seperti ini, tidak akan didukung oleh pemimpin yang waras, termasuk AS!
Syi'ah Pengkhianat

Anda menuduh Syi'ah pengkhianat. Setahu saya kaum Syi'ah tidak mempunyai kesetiaan ganda. Adakah saudara-saudara mendengar bahwa kaum Syi'ah Irak, misalnya, mengkhiatanai negaranya waktu berperang dengan Iran? Padahal Iran jelas menyatakan diri sebagai negara Islam dan mazhab resminya adalah Itsna Asyariyah, semazhab dengan Syi'ah Irak?

Pernahkah kaum Syi'ah Azerbaijan mengkhianati negaranya dan ingin bergabung dengan Iran? Memang di Libanon ada kaum Hisbullah yang Syi'ah dan membela kaum pengungsi Palestina. Hal ini haruslah dipahami, karena tiap serangan Israel yang ditujukan kepada pengungsi Palestina, turut mengorbankan kaum Syi'ah di selatan.

Apakah saudara-saudara ingin mereka memihak Israel?
Ahlu'l-Bait MenolakMazhab Alhu'l-Bait

Jika saudara-saudara menganggap bahwa keturunan Ahlu'l-Bait menolak mazhab 'Ahlu'l-Bait, lalu menurut saudara-saudara apakah semua Ahlu'l-Bait di Iran, Irak, dan Libanon adalah anak-anak haram? Sudahkah anda menyusun statistiknya?

Keturunan Ahlu'l-Bait bukanlah kaum bigots, kaum pemrasangka buruk dan intoleran, Al-Bayyinat dari Nyamplungan Surabaya yang terbiasa berpikir eksklusif. Jangan meracuni masyarakat yang baik-baik dengan sikap tribalism, syu'ubiyah.

Kenapa saudara-saudara, termasuk Al-Irsyad tidak masuk saja ke dalam Muhammadiyah, misalnya, dan bersama-sama membangun akidah umat dengan akal sehat dan meninggalkan pikiran-pikiran sektarian?
Bunuh Syi'i Atau Paksa Pindah Agama

Sadarkah saudar-saudara berapa besar dampak keputusan seminar yang saudara-saudara keluarkan? Bagaimana pula hukumnya membuat fatwa yang demikian penting, hanya berdasarkan prasangka atau pre-judice, seperti Adolf Hitler menyusun Mein Kampf atau Perjuanganku? Yang jelas gagasan-gagasan yang didasarkan atas prasangka ras atau etnik, bertentangan dengan demokrasi, Pancasila dan UUD '45!

Mengapa saudara-saudara tidak meminta pemerintah kita agar mengusulkan Bahrain, Irak, Iran, Libanon, dan Azerbaijan dikeluarkan dari anggota OKI karena mayoritas penduduknya bermazhab Syi'ah yang saudara-saudara kafirkan? Apakah saudar-saudara hendak menghancurkan OKI juga?

Apakah kaum Syi'ah akan dibunuh semua, atau dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi a la NAZI, atau memaksa mereka menganut agama diluar Islam? Bukankah orang yang mengaku nasrani atau Yahudi lebih aman dari pada mengaku Syi'ah seperti di zaman Mu'awiyyah?

Apakah buku-buku mereka juga harus dibakar?

Tahukah saudara-saudara bahwa dalam Al-Quran ada ayat yang berbunyi, "Laa ikraaha fi'ddin", tiada paksaan dalam agama? (QS. Al-Baqarah: 256) dan juga ada tahukah saudara-saudara ada ayat yang berbunyi, "Lakum diinukum waliya diin", bagimu agamamu dan bagiku agamaku? (QS. Al-Kafirun: 6)

Jangan mengira Mentri Agama akan ikut gila melarang Syi'ah!

Mentri Agama kita bukanlah orang bodoh, saya mengenal beliau di Fakultas Kedokteran Airlangga, sama-sama anggota HMI dan sama-sama belajar di fakultas tersebut.

Saya harap keputusan para peserta seminar ini ditarik kembali. Jika keberatan, marilah kita bermujadalah dengan cara yang lebih baik. Saudara-saudara, saya persilahkan.

0 komentar:

Posting Komentar

copyrigt; Juned Topan.. Diberdayakan oleh Blogger.