Kamis, 07 April 2011

KWARIJ

KHAWARIJ: Kemunculan, Sekte dan Pemikirannya
by sariono sby

A. Pendahuluan
Sebagai salah satu ilmu ke-Islam-an, Ilmu kalam sangatlah penting untuk di ketahui oleh seorang muslim yang mana pembahasan dalam ilmu kalam ini adalah pembahasan tentang aqidah dalam Islam yang merupakan inti dasar agama, karena persolaan aqidah Islam ini memiliki konsekwensi yang berpengaruh pada keyakinan yang berkaitan dengan bagaimana seseorang harus meng interpretasikan Tuhan itu sebagai sembahannya hingga terhindar dari jurang kesesatan dan dosa yang tak terampunkan (syirik).
Dalam Agama Islam, aqidah dianggap sebagai bahasan yang cukup penting. Namun dalam kenyataanya, masalah pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah teologi, melainkan persolaan di bidang politik. Hal ini didasari dengan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan pertama ini di tandai dengan lahirnya kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah yang kesemuanya itu diawali dengan persoalan politik yang kemudian memunculkan kelompok-kelompok dengan berbagai Aliran teologi dan berbagai pendapat-pendapat yang berbeda-beda.
Problematika teologi dalam Islam mulai muncul sejak wafatnya Nabi, tepatnya sejak terbunuhnya khalifah ketiga, Utsman ibn ‘Affan dan pengangkatan ‘Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah keempat. Pada masa ini, perbedaan pendapat yang awalnya berorientasi pada politik, berujung pada persoalan aqidah. Dalam sejarah perkembangan Islam sejak dahulu kala telah terjadi perpecahan, Khawarij merupakan salah satu contoh yang dimaksud. Ia merupakan satu kelompok yang besar dan mereka tergambarkan sebagai satu gerakan revolusi berdarah dalam sejarah Islam, kemudian merekapun sempat berhasil menebar kekuasaan politik mereka pada wilayah-wilayah yang luas dari negera-negera Islam di Timur dan Barat, khususnya di Omaan, Hadromaut, Zanzibar (Tanzania) dan sekitarnya dari wilayah Afrika dan Maghrib Arab (Maroko, Aljazair, Tunis dan Libia) dan sampai sekarang mereka masih memiliki s}aqafah yang terwakili oleh sekte Al-Iba>diyah yang tersebar di wilayah-wilayah tersebut, mereka juga memiliki satu kesultanan yaitu kesultanan Omaan.


PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah Munculnya Khawarij
1. Pengertian Khawarij
Istilah Khawarij berasal dari bahasa Arab “kharaja” yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan ‘Ali. Alasan mereka keluar, karena tidak setuju terhadap sikap ‘Ali ibn Abi Thalib yang menerima arbirtrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan khalifah dengan Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Menurut al-Shahrasta>ni>, bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jama’ah, baik ia keluar pada masa sahabat Khulafa> al Ra>shidi>n, maupun pada masa tabi’in secara baik-baik.
Kaum Khawarij juga dikenal sebagai kelompok yang melakukan pemberontakan terhadap imam yang sah yang diakui oleh komunitas Muslim. Oleh karena itu, istilah Khawarij bisa dikenakan kepada semua orang yang menentang para imam, baik pada masa sahabat maupun pada masa-masa berikutnya. Namun demikian, dalam tulisan ini nama Khawarij khusus diberikan kepada sekelompok orang yang telah memisahkan diri dari barisan ‘Ali.
2. Munculnya Khawarij
Pada tahun 37 H Mu’awiyah, Gubernur Syria memberontak terhadap Ami>r al-Mu’mini>n ‘Ali ibn Abi Thalib. Pemberontakan itu meletus karena dalam suasana berkabung dan emosi yang meletup-letup karena pembunuhan ‘Utsman, ‘Ali mengeluarkan keputusan yang tidak strategis sebagai seorang kepala negara, yaitu pemecatan Mu’awiyah dari jabatan Gubernur Syria. Dengan pemecatan itu Mu’awiyah punya dua alasan untuk melawan ‘Ali. Tidak jelas mana yang lebih dominan, apakah karena ingin menuntut balas atas kematian ‘Ustman atau ingin mempertahankan jabatannya sebagai Gubernur.
Sebelum peperangan meletus, ‘Ali sudah mengirim Jarir ibn ‘Abdillah al-Bajuli untuk berunding dengan Mu’awiyah. Tapi perundingan tidak berhasil mencegah peperangan karena tuntutan Mu’awiyah yang terlalu berat untuk dipenuhi oleh ‘Ali. Mu’awiyah menuntut dua hal, yaitu:
1. Ekstradisi dan penghukuman terhadap para pelaku pembunuhan Ami>r al Mu’mini>n ‘Utsman ibn ‘Affan.
2. Pengunduran diri ‘Ali dari jabatan Imam (khalifah) dan dibentuk sebuah Syura untuk memilih khalifah baru.
Berbeda dengan Mu’awiyah yang secara pribadi punya alasan untuk menuntut balas atas kematian ‘Utsman, penduduk Syria yang mendukungnya memerangi ‘Ali tidaklah dapat dikatakan juga punya motivasi yang sama. Jika memang mereka siap mati untuk membela darah ‘Utsman, hal itu tentu telah mereka lakukan sejak awal-awal begitu ‘Utsman dibunuh. Tetapi setelah ‘Ali mencapai kemenangan dalam perang Jamal, penduduk Syria melibatkan diri dalam menentang ‘Ali karena mereka menghawatirkan campur tangan ‘Ali dalam urusan dalam negeri mereka sendiri di Syria. Demi untuk melemahkan kedudukan ‘Ali penduduk Syria menjadikan pembelaan terhadap ‘Utsman sebagai lambang perjuangan menentang ‘Ali.Sehingga pada masa itu, peperangan tidak lagi dapat dihindari antara kubu Ali ibn Abi Thalib dan kubu Muawiyah.
Pada kubu Ali terdapat kelompok Qurra’ yang berdiri dibelakang barisan ‘Ali. Namun ketika Ali dianggap menerima arbitrase (Tahkîm) yang terjadi pada perang Shiffin, mereka berbalik menentang Tahkîm, padahal tadinya mereka juga mendesak ‘Ali menerima Tahkîm. Mereka kemukakan alasan-alasan yang bersifat teologis, untuk mendukung pandangan dan sikap politik mereka. Menurut mereka, Tahkîm salah karena hukum Allah tentang pertikaian mereka sudah jelas. Mereka yakin kubu ‘Ali lah (dalam konflik dengan kubu Mu’awiyah) yang berada di pihak yang benar. Kubu ‘Ali yang beriman. Tahkîm berarti meragukan kebenaran masing-masing pihak. Hal itu bertentangan dengan Al-Qur’an. Mereka teriakkan Lâ hukma illa> li Allah (tidak ada hukum kecuali hukum Allah). Mereka meminta ‘Ali mengaku salah, bahkan megakui bahwa dia telah kafir kerena menerima Tahkîm. Mereka desak ‘Ali supaya membatalkan hasil kesepakatan Tahkîm. Kalau tuntutan mereka dipenuhi mereka akan kembali berperang di pihak ‘Ali. Tentu saja ‘Ali menolak. Kesepakatan tidak boleh dilanggar. Agama memerintahkan kita untuk menepati janji. Kalau ‘Ali mengingkari janji koalisinya akan semakin pecah. Lagipula bagaimana mungkin dia mau mengakui dirinya telah kafir, padahal dia tidak pernah berbuat musyrik semenjak beriman.
Karena tuntutan mereka tidak dipenuhi oleh ‘Ali, akhirnya mereka meninggalkan kamp ‘Ali di Kufah pergi ke luar kota menuju desa Harura yang tidak seberapa jauh dari Kufah. Dari nama desa Harura inilah, maka untuk pertama kali mereka itu dikenal dengan nama golongan Al-Harûriyah. Di Harura inilah mereka membentuk organisasi sediri dan memilih ‘Abdullah ibn Wahb ar-Rasibi dari Banu ‘Azd sebagai pemimpin mereka. Karena mereka keluar dari kubu ‘Ali itulah kemudian mereka dikenal dengan al-Khawârij, bentuk jama’ dari Khâriji (yang keluar).
Semakin lama kelompok yang memisahkan diri ke Harura semakin membesar, hingga bulan Ramadhan atau Syawal tahun 37 H jumlah mereka sudah mencapai 12.000 orang. Dan kamp mereka kemudian pindah ke Jukha, sebuah desa yang terletak di tepi barat sungai Tigris. ‘Ali berusaha berunding dengan mereka tapi tidak membuahkan hasil. Secara diam-diam sebagian mereka pergi meninggalkan Jukha, berencana pindah ke-Al-Madain tapi ditolak oleh Gubernur setempat. Akhirnya mereka pergi ke Nahrawan. Jumlah mereka berkumpul di Nahrawan mencapai 4000 orang di bawah pimpinan ‘Abbdullah ibn Wahab ar-Rasibi. Semula ‘Ali tidak menanggapi secara serius gerakan-gerakan orang Khawarij ini, sampai dia mendengar berita tentang kekejaman mereka terhadap orang-orang Islam yang tidak mendukung pendapat mereka. Di antara yang menjadi korban adalah ‘Abdullah ibn Khabbab, salah seorang putera sahabat Nabi. Abu Zahra mengutip kisah kematian putera Khabbab dari buku Al-Kâmil karya Al-Mubarrad sebagai berikut :
“Sekelompok Khawarij berjumpa pada suatu saat dengan seorang Muslim dan seorang Nasrani. Mereka membunuh si Muslim tetapi berpesan kepada si Nasrani agar melakukan kebaikan sambil berseru: “Jagalah janji Nabi kalian!” Kemudian ketika itu ‘Abdullah ibn Khabab sedang membawa mushaf di pundaknya bersama isterinya yang sdang hamil, berjalan menjumpai mereka. Lentas mereka menegur ‘Adullah, dengan mengatakan, “Sesungguhnya apa yang kamu bawa di pundakmu itu menyuruh kami untuk membunuhmu… Bagaimana menurut pendapatmu mengenai Abu Bakar dan ‘Umar?” tanya mereka. ‘Abdullah menjawab, “Aku memuji kedua beliau itu.” Mereka bertanya pula, “Bagaimana pendapatmu mengenai ‘Ali sebelum Tahkîm dan mengenai ‘Utsman dalam kekhalifahannya selama enam tahun?” ‘Abdullah menjawab, “Aku juga memuji kedua beliau itu” Lalu mereka masih bertanya, “Bagaimana pendapatmu mengenai Tahkîm?” Abdullah menjawab, “Sesungguhnya ‘Ali itu lebih tahu tentang Kitab Allah dari pada kalian semua, lebih taqwa dari kalian dalam beragama, dan beliau lebih mengena pandangannya daripada kalian semua.” Maka mereka mengatakan, “Kamu ini tidak mengikuti hidayah, tapi kamu hanya mengikuti mereka atas nama mereka.” Akhirnya mereka menyeret Abdullah ketepi sungai dan menyembelihnya di sana. Setelah itu mereka tawar menawar dengan orang laki-laki Nasrani tentangn pohon kurma. Orang Nasrani itu megatakan, “Ambil saja, pohon kurma itu milik kalian!” Mereka menjawab, “Demi Tuhan, kami tidak mau membawa kurma ini kecuali dengan harga.” Orang Nasrani itu lalu berkata dengan keheranan, “Ini benar-benar aneh, kalian berani membunuh orang seperti ‘Abdullah ibn Khabab, tetapi kalian tidak mau menerima kurma kami ini kecuali dengan harga”.
‘Ali kemudian mengirim utusan membujuk dan menyadarkan mereka. ‘Ali menawarkan kepada mereka untuk kembali bergabung dengannya bersama-sama menuju Syria, atau pulang ke kampung masing-masing. Sebagian memenuhi anjuran ‘Ali; ada yang bergabung kembali dan ada yang pulang kampung serta ada yang menyingkir ke daerah lain. Namun ada sekitar 1800 orang yang tetap membangkang. Mereka menyerang pasukan ‘Ali pada tanggal 9 Shafar 38 H yang dikenal dengan pertempuran Nahrawan yang mengenaskan itu. Hampir semua mereka mati terbunuh. Hanya delapan orang saja yang selamat.
Sejak peristiwa Nahrawan itu lah kelompok Khawarij yang terpencar di beberapa daerah semakin radikal dan kejam. ‘Ali sendiri kemudian menjadi korban dibunuh oleh ‘Abdurrahman ibn Muljam Al-Murdi, yang anggota keluarganya terbunuh di Nahrawan. Memang karena peristiwa Nahrawan ini, walaupun dari segi fisik ‘Ali dapat menumpas habis semua Khawarij yang berada di daerah tersebut, telah mengakibatkan ‘Ali tidak pernah bisa berangkat ke Syria. Antara tahun 39 dan 40 H berulangkali orang-orang Khawarij membuat kegaduhan yang menguras ‘Ali untuk menghadapinya. Mu’awiyah pun, yang setelah ‘Ali wafat menjabat kedudukan Ami>r al Mu’mini>n dan terkenal hilm (lemah lembut dan ‘arif), selama pemerintahannya yang 20 tahun itu, ia tidak mampu membujuk apalagi menumpas habis Khawarij.Bahkan pada masa berikutnya Khawarij mengalami perkembangan hingga terpecah menjadi beberapa sekte. Beberapa sekte penting dalam aliran Khawarij, yaitu:


a. Al Muhakkimah al Ula
b. Al Azriqah
c. An Najdat
d. Al Baihasiyah
e. Al Ajaridah
f. Al Saalabiyah
g. Al Abadiyah
h. Al Sufriyah
B. Pemikiran-pemikiran Khawarij
Di antara doktrin-doktrin pokok pimikiran Khawarij secra umum adalah sebagai berikut :
1. Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh kaum Islam.
2. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang Muslimberhak menjadi khalifahasal sudah memenuhi syarat.
3. Ajaran agama yang harus diketahui hanya ada dua, yakni mengetahui Allah dan Rasulnya.
4. Dosa kecil yang dilakukan secara terus menerus akan berubah menjadi besar dan pelakunya menjadi musyrik.
5. Orang Islam yang berbuat dosa besar, seperti berjina adalah kafir dan selama masuk neraka.
6. Orang yang masuk neraka tidak akan pernah keluar lagi untuk selamanya.
7. Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasabihat ( samar ).
8. Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
9. Al-Qur’an adalah makhluk.
10. Pasukan perang jamal yang melawan Ali adalah kafir.
11. Khalifah ‘Ali r.a. adalah sah tetapi setelah terjadi atbitrase, ia dianggap menyeleweng,dll baik dalam akidah maupun dalam
Dr.Nasir bin Abdul Karim al-Aql dalam kitabnya “Al-Khawarij”menyatakan bahwa sifat-sifat Khawarij adalah :
1. Mengkafirkan orang yang b erbuat dosa b esar dan menghukum kaum Muslimin yang tidak sepaham dengan mereka dengan kafir.
2. Tidak mengikuti ulama-ulama kaum Muslimin baik dalam akidah maupun dalam amalan.
3. Keluar dari jamaah kaum Muslimin, dan melakukan muamalah dengan kaum Muslimin sebagaimana muamalah dengan kafir, serta menghalalkan harta dan darah mereka.
4. Mamakai nas-nas amar makruf dan nahi munkar kepada pendapat-pendat para ulama dan menghina mereka dan membunuh siapa yang berbeda pendapat dengan mereka.
5. Mayoritas mereka sibuk dengan membaca Al-Qur’an tanpa memahaminya dengan pemahaman yang baik.
6. Menampakkan tanda-tanda yang zahir dalam ibadah dan berlebih-lebihan dalam ibadah sehingga menghina ibadah kelompok yang lain.
7. Lemah dalam ilmu fiqih dan seluk beluk hukum syariat .
8. Berpendapat tanpa rujukan kepada sahabat,atau ulama fiqih.
9. Merasa lebih hebat dari pada ulama terdahulu, sehingga kadang-kadang merasa lebih hebat dari pada ulama mujtahidin dan sahabat.
10. Keliru dalam metodologi mengambil keputusan hukum sehingga mengmbil ancaman tanpa melihat ayat-ayat janji;mengambil ayat-ayat yang untuk orang kafir ditujukan kepada orang Muslim yang tidak sepaham dengan mereka sebagaiman disebutkan oleh ibnu Umar; mereka mengambil ayat untuk orang kafir ditujukan kepada orang Muslim.
11. Kurang ilmu dengan sunnah dan hadist Nabi yang sangat luas, dan hanya mengambil yang sesuai dengan pemahaman mereka saja.
12. Menganggap setiap orang yang tidak sepaham dengan mereka salah dan sesat, tanpa meneliti lebih mendalam.
13. Memutuskan sesuatu tanpa ilmu yang mendalam, dan kajian yang luas.
14. Bersikap kasar, keras, tanpa memahami keadaan orang lain, dan suka bertengkar dengan orang lain.
15. Menghukum sesuatu hanya dengan anggapan dan su’dzan.
16. Tidak memiliki wawasan yang luas, berpikiran sempit, tidak sabar, dan ingin mendapatkan natijah amal dengan segera.
17. Memusuhi dan memerangi sesama kaum Muslimin, dan membiarkan kaum kafir serta kaum penyembah berhala.

KESIMPULAN
Khawarij secara umum merupakan orang Arab pedesan yang jauh dari ilmu pengetahuan, sederhana dalam berpikir, sempit pandangan, keras hati dan bengis. Mereka dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan indah, tapi tidak sampai ke dalam hatinya. Mereka berjalan hanya dengan hawa nafsu dan emosinya, sehingga menampilkan pemikiran yang berbeda dari sekian sekte-sekte yang muncul. Perbedaan pemikiran ini banyak dipicu oleh faktor kepentingan antar sekte.

http://referensiagama.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

copyrigt; Juned Topan.. Diberdayakan oleh Blogger.