oleh:Ali Dzulfikar
Kekuasaan yang ada saat ini tidak terlepas dari perjalanan politik di masa lalu. Hadirnya penguasa ataupun para oposan tidak serta merta muncul tanpa proses politik. Mereka muncul setelah melalui proses panjang sejarah yang dilaluinya lewat political struggle (pertarungan politik), ideology diffuses (pembauran ideologi), international conspiracy (konspirasi internasional), serta aksi-aksi politik lainnya. Hingga akhirnya seperti layaknya hukum barbar, siapa yang kuat maka merekalah yang bertahan. Dan yang kalah mereka melakukan gerakan bawah tanah atau muncul dengan varians baru yang telah melalui berbagai penyesuaian ideologi dan pandangan politik.
- Pra Kemerdekaan
Munculnya gerakan politik modern di Indonesia diawali dengan kebijakan Pemerintah Kerajaan Belanda untuk melaksanakan Politik Etis di wilayah jajahannya. Setelah kebangkrutan VOC (perusahaan Belanda yang memegang hak monopoli dalam pengeloloahan daerah jajahan di Nusantara) dan perjalanan menyakitkan ketika Belanda menerapkan kebijakan Culture Stelsel, Politik Etis mampu dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat pribumi. Dari mulai didirikannya sekolah-sekolah modern hingga hak untuk berserikat mampu memunculkan semangat terutama generasi muda dalam beraktifitas di dunia politik. Diawali oleh ISDF (1897) pimpinan Sneevelt (Sosialis) kemudian diikuti SDI (1905) pimpinan H.Samanhudi (Islam), Budi Utomo (1908) (Nasionalis) dan organisasi massa lainnya, hingga akhirnya Belanda memberikan hak berpolitik formal secara kooperatif lewat Volksraad (semacam DPR).
Berikutnya muncul 3 kelompok kekuatan Politik di Indonesia, diantaranya adalah :
Islam, SI (Syarikat Islam)
Nasionalis, PI (Perhimpunan Indonesia), PNI (Partai Nasionalis Indonesia)
Marxis, Banyak bergerak di bawah tanah, ISDV sendiri dibubarkan karena terlibat pemberontakan buruh, kemudian menyusup ke Syarikat Islam cabang Semarang membentuk SI Merah (cikal bakal PKI).
Pada akhirnya banyak dari organisasi yang ada melakukan pembauran ideology karena interaksi diantara mereka. Akan tetapi pada masa berikutnya mereka kemudian memisahkan diri membentuk kelompok masing-masing. Sebagai contoh Masyumi (Majelis Syuro Muslimin) merupakan satu-satunya partai yang menghimpun kekuatan Islam, kemudian beberapa tahun kemudian PSII memisahkan diri diikuti oleh NO (Nahdlatoel Oelama, NU sekarang) pada tahun berikutnya.
Yang paling menarik adalah semangat yang muncul dikarenakan kebangkitan Asia dengan menggunakan symbol Negara Jepang. Setelah Restorasi Meiji Jepang menjadi kekuatan baru di Asia, mengalahkan tentara Rusia pada tahun 1905 menjadikan Jepang sebagai idola bagi kaum Nasionalis. Dan Pemuda Soekarno adalah salah satu contoh diantara kaum Nasionalis yang menjadi Agen Jepang. Jepang menggunakan kemampuan rethorika Soekarno untuk meyakinkan rakyat Indonesia menerima Jepang sebagai penjajah mereka. Seluruh program penjajahan Jepang dijembatani oleh kaum Nasionalis (yang rata-rata memempunyai kemampuan rethorika yang tinggi) untuk diterapkan di Indonesia. Soekarno sebagai boneka terdekat Jepang akhirnya menerima pembalasan setimpal ketika bersama kaum Nasionalis lainnya dipersiapkan untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia (setelah Jepang meyakini bahwa mereka kalah Perang). Kenapa Jepang memilih kaum Nasionalis menjadi pelanjut dalam estapeta kepemimpinan di Indonesia? Karena kaum Nasionalis-lah yang paling dekat dengan ideology mereka yang ultra Nasionalis/Fasis (pelanjut idea Pan Asia) dibandingkan dengan Islam atau Marxis. Islam yang beberapakali melakukan pemberontakan terhadap Jepang (atas penolakan beberapa program Jepang) mempunyai ideology yang bertentangan dengan Nasionalisme dan kaum Marxis yang merupakan musuh utama mereka di Cina, mempunyai program tersendiri untuk program internasionalnya.
Soekarno dan kaum Nasionalis lainnya akhirnya mampu memanfaatkan kedekatan mereka dengan Jepang, dan berdirilah Republik Indonesia yang pada dasarnya tidak diakui oleh seluruh rakyat Indonesia.
- Era Soekarno
Keberhasilan kaum Nasionalis dalam mendirikan sebuah Negara tidak terlepas dari munculnya pribadi Soekarno yang mampu meyakinkan beberapa aktivis gerakan lainnya yang sebenarnya berbeda ideology seperti dari Sosialis Barat (Sutan Syahrir, Syafrudin Prawiranegara) dari Islam (Wahid Hasyim, Abikusno Cokrosuyoso), Marxis (Tan Malaka, Semaun) untuk tidak menolak berdirinya Negara Republik Indonesia. Akan tetapi pada akhirnya setelah Negara berdiri kalangan yang masih memegang teguh ideology asli mereka dengan serta merta menolak eksistensi Republik Indonesia terutama setelah loby politik yang gagal pada perjanjinan Renville (1948) dimana territorial Republik hanya tinggal sebatas Jogja.
Dengan kosongnya territorial diluar itu (status quo) Partai Komunis Indonesia (Marxis Leninisme) akhirnya memproklamasikan berdirinya Negara Komunis Indonesia di Madiun yang dimotori kader utama mereka yang baru pulang dari pengkaderan di Moskow, Muso. Sedangkan SM Kartosuwirjo yang didukung oleh sebagian kader Masyumi yang konsisten terhadap Ideologi Islam, Hizbullah, Sabilillah, GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), para Ulama di Jawa Barat, dan berbagai elemen masyarakat lainnya mendirikan Negara Islam Indonesia. Kemudian diikuti oleh Aceh dan Sumatra, Kalimantan, Sulawesi (Maluku+NTB).
Berbeda dengan Negara Islam Indonesia yang tidak pernah menyerah hingga Imam Asy Syahid Kartosuwirjo di eksekusi, Komunis setelah kegagalan pendirian negaranya maka kader-kader berikutnya malah bergabung dengan Republik Indonesia dengan mengaktifkan kembali Partai Komunis Indonesia melakukan strategi politik kooperatif (untuk mempersiapkan kudeta di kemudian hari).
Setelah Soekarno muncul menjadi rejim Diktator, Soekarno merangkul empat kekuatan besar untuk berkoalisi dalam cabinet berkaki 4 yang mencerminkan dominasi mereka, Masyumi, NO/NU, PNI, PKI. Toh pada akhirnya mereka tidak pernah berhasil disatukan dalam koalisi yang kompak.
Masyumi bersama PSI akhirnya terlibat pemberontakan PRRI/Semesta dan kemudian diikuti oleh PKI yang bersaing ketat dengan militer (sekutu CIA /Amerika) dan mengakibatkan jatuhnya Soekarno dalam kudeta halus para Jendral pro Amerika. Kemudian memunculkan sosok Jendral Soeharto sebagai rejim baru di Republik.
- Era Soeharto
Soeharto yang mendapat julukan The Smiling General merupakan politikus bertangan dingin ahli strategi yang mampu mengorbankan temannya demi kepentingan kelanggengan kekuasaanya. Mempunyai jargon politik pamungkas Asas Tunggal (Pancasila) untuk menghancurkan semua lawan-lawan politiknya. Dengan back up badan intelegent yang kuat dan dukungan Amerika mampu menjadikan politik Indonesia melalui masa paling suram dalam sejarah berdirinya Negara ini. Dengan politik propaganda pembentukan stigma terhadap dua lawan politik terbesar (Komunis dan Islam) Soeharto mampu bertahan hingga hampir 30 tahun meski harus berdarah-darah.
Saat memimpin Soeharto yang didukung penuh oleh militer memberlakukan konsep kenegaraan mirip Negara komunis. Partai politik secara bertahap di eliminir hingga 10 partai yang kemudian pada tahun 1977 menjadi 3, itupun kemudian di interfensi secara ideologis melalui asas tunggal, hingga praktis dua partai politik menjadi partai boneka saja. Parlemen di kebiri hak-hak politiknya hingga tidak pernah muncul oposisi, jika saja ada partai, atau anggotanya yang tidak sefaham dengan manifesto politik Soeharto, maka mereka akan ditarik dari arena. Soeharto layaknya The God Father (pimpinan mafia) adalah sosok yang tidak terbantahkan. Praktis pada saat itu seluruh kekuatan politik melakukan under ground movement (gerakan bawah tanah) untuk menghindar konfrontasi langsung selama belum kuat. Akan tetapi keahlian Soeharto dalam bidang militer sebagai ahli strategi, mampu membongkar beberapa gerakan sebelum besar, dengan melalui penyusupan kader-kader intelegent, memancing gerakan untuk terbuka, memberlakukan beberapa daerah rawan menjadi daerah operasi militer, dll.
Kediktatoran Soeharto akhirnya mulai melemah setelah beberapa kelompok pendukung utama mulai tidak loyal dan menjauh. Akhirnya Soeharto hanya mempunyai politikus-politikus oportunis yang didukung oleh floating mass (masa mengambang/tidak idealis). Nepotisme didalam tubuh militer mengakibatkan terjadinya konflik internal antar kubu yang mencoba untuk lebih mendominasi antara satu dengan yang lainnya. Dilain pihak gerakan bawah tanah dari beberapa kelompok politik malah semakin menguat, diantaranya adalah Marxis/Marhaenis (PDI-Megawati, LSM-LSM kiri), Islam (Tarbiyah, eks Masyumi, Kebangsaan/NU non pemerintah), Liberal (LSM-LSM barat). Dengan konspirasi Amerika yang tidak terdeteksi, akhirnya Soeharto berhasil digulingkan dengan kudeta tak berdarah oleh kelompok yang mengatasnamakan dirinya kaum reformer (lebih tepatnya sebagai kelompok “anti Soeharto yang ingin berkuasa”) didukung penuh oleh Amerika mereka berhasil merubah Republik dari setengah Komunis menjadi Kapitalis Liberal.
- Paska Reformasi
Liberalisasi Politik yang dilakukan oleh kaum Reformis berhasil memunculkan berbagai kekuatan politik yang ada di Republik Indonesia, dari politikus idealis hingga politikus oportunis berhasil mengekspresikan idea politik mereka demi posisi di eksekutif maupun legislatif dari pusat hingga desa-desa. Perubahan baru yang mengalihkan aliran dana dari kroni-kroni Soeharto berubah menyebar ke seluruh daerah yang pada dasarnya jauh lebih boros dan memunculkan lebih banyak jenis kroni dan Soeharto-soeharto baru. Para penguasa betul-betul membagi habis jatah rakyat demi kemunculan raja-raja baru tanpa idealism dan empati.
Pada awalnya liberalisasi politik berhasil memunculkan harapan nisbi bagi kaum idealis baik nasionalis, marxis, maupun islam. Mereka bebas membentuk partai tanpa syarat-syarat ketat, tetapi pada akhirnya euphoria tersebut hilang. Mereka kaum idealis itu lupa, bahwa Liberalisasi yang ada adalah Liberalisasi gaya America, Liberal Kapitalisme. Idealisme yang dapat diterima adalah yang berdasarkan Kapitalisme. Paradigm yang harus dimunculkan adalah untung rugi, kekuatan uang. Rakyat yang juga terdoktrin oleh bahasa-bahasa kaum berjuis berhasil terbawa arus dan menjadikan politik sebagai lahan subur untuk mengisi perut mereka yang lapar. Yang berhasil berkuasa didalam system kapitalis ini adalah mereka yang mempunyai cukup uang untuk menyumpal mulut-mulut yang sudah tidak perduli lagi dengan mimpi ideologis. Dan jadilah tatanan politik di Republik saat ini tidak jauh berbeda dengan perusahaan besar yang merupakan gabungan dari perusahaan-perusahaan kecil (Holding Company). Politikus layaknya bisnisman-bisnisman yang didalam otaknya hanya tertera kata ”profit”, “investasi”, “asset”, dan kata sejenis lainnya. Sedangkan “Rakyat”, itu hanya sebuah kata kunci saat kampanye politik 5 tahun sekali.
- Pra Kemerdekaan
Munculnya gerakan politik modern di Indonesia diawali dengan kebijakan Pemerintah Kerajaan Belanda untuk melaksanakan Politik Etis di wilayah jajahannya. Setelah kebangkrutan VOC (perusahaan Belanda yang memegang hak monopoli dalam pengeloloahan daerah jajahan di Nusantara) dan perjalanan menyakitkan ketika Belanda menerapkan kebijakan Culture Stelsel, Politik Etis mampu dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat pribumi. Dari mulai didirikannya sekolah-sekolah modern hingga hak untuk berserikat mampu memunculkan semangat terutama generasi muda dalam beraktifitas di dunia politik. Diawali oleh ISDF (1897) pimpinan Sneevelt (Sosialis) kemudian diikuti SDI (1905) pimpinan H.Samanhudi (Islam), Budi Utomo (1908) (Nasionalis) dan organisasi massa lainnya, hingga akhirnya Belanda memberikan hak berpolitik formal secara kooperatif lewat Volksraad (semacam DPR).
Berikutnya muncul 3 kelompok kekuatan Politik di Indonesia, diantaranya adalah :
Islam, SI (Syarikat Islam)
Nasionalis, PI (Perhimpunan Indonesia), PNI (Partai Nasionalis Indonesia)
Marxis, Banyak bergerak di bawah tanah, ISDV sendiri dibubarkan karena terlibat pemberontakan buruh, kemudian menyusup ke Syarikat Islam cabang Semarang membentuk SI Merah (cikal bakal PKI).
Pada akhirnya banyak dari organisasi yang ada melakukan pembauran ideology karena interaksi diantara mereka. Akan tetapi pada masa berikutnya mereka kemudian memisahkan diri membentuk kelompok masing-masing. Sebagai contoh Masyumi (Majelis Syuro Muslimin) merupakan satu-satunya partai yang menghimpun kekuatan Islam, kemudian beberapa tahun kemudian PSII memisahkan diri diikuti oleh NO (Nahdlatoel Oelama, NU sekarang) pada tahun berikutnya.
Yang paling menarik adalah semangat yang muncul dikarenakan kebangkitan Asia dengan menggunakan symbol Negara Jepang. Setelah Restorasi Meiji Jepang menjadi kekuatan baru di Asia, mengalahkan tentara Rusia pada tahun 1905 menjadikan Jepang sebagai idola bagi kaum Nasionalis. Dan Pemuda Soekarno adalah salah satu contoh diantara kaum Nasionalis yang menjadi Agen Jepang. Jepang menggunakan kemampuan rethorika Soekarno untuk meyakinkan rakyat Indonesia menerima Jepang sebagai penjajah mereka. Seluruh program penjajahan Jepang dijembatani oleh kaum Nasionalis (yang rata-rata memempunyai kemampuan rethorika yang tinggi) untuk diterapkan di Indonesia. Soekarno sebagai boneka terdekat Jepang akhirnya menerima pembalasan setimpal ketika bersama kaum Nasionalis lainnya dipersiapkan untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia (setelah Jepang meyakini bahwa mereka kalah Perang). Kenapa Jepang memilih kaum Nasionalis menjadi pelanjut dalam estapeta kepemimpinan di Indonesia? Karena kaum Nasionalis-lah yang paling dekat dengan ideology mereka yang ultra Nasionalis/Fasis (pelanjut idea Pan Asia) dibandingkan dengan Islam atau Marxis. Islam yang beberapakali melakukan pemberontakan terhadap Jepang (atas penolakan beberapa program Jepang) mempunyai ideology yang bertentangan dengan Nasionalisme dan kaum Marxis yang merupakan musuh utama mereka di Cina, mempunyai program tersendiri untuk program internasionalnya.
Soekarno dan kaum Nasionalis lainnya akhirnya mampu memanfaatkan kedekatan mereka dengan Jepang, dan berdirilah Republik Indonesia yang pada dasarnya tidak diakui oleh seluruh rakyat Indonesia.
- Era Soekarno
Keberhasilan kaum Nasionalis dalam mendirikan sebuah Negara tidak terlepas dari munculnya pribadi Soekarno yang mampu meyakinkan beberapa aktivis gerakan lainnya yang sebenarnya berbeda ideology seperti dari Sosialis Barat (Sutan Syahrir, Syafrudin Prawiranegara) dari Islam (Wahid Hasyim, Abikusno Cokrosuyoso), Marxis (Tan Malaka, Semaun) untuk tidak menolak berdirinya Negara Republik Indonesia. Akan tetapi pada akhirnya setelah Negara berdiri kalangan yang masih memegang teguh ideology asli mereka dengan serta merta menolak eksistensi Republik Indonesia terutama setelah loby politik yang gagal pada perjanjinan Renville (1948) dimana territorial Republik hanya tinggal sebatas Jogja.
Dengan kosongnya territorial diluar itu (status quo) Partai Komunis Indonesia (Marxis Leninisme) akhirnya memproklamasikan berdirinya Negara Komunis Indonesia di Madiun yang dimotori kader utama mereka yang baru pulang dari pengkaderan di Moskow, Muso. Sedangkan SM Kartosuwirjo yang didukung oleh sebagian kader Masyumi yang konsisten terhadap Ideologi Islam, Hizbullah, Sabilillah, GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), para Ulama di Jawa Barat, dan berbagai elemen masyarakat lainnya mendirikan Negara Islam Indonesia. Kemudian diikuti oleh Aceh dan Sumatra, Kalimantan, Sulawesi (Maluku+NTB).
Berbeda dengan Negara Islam Indonesia yang tidak pernah menyerah hingga Imam Asy Syahid Kartosuwirjo di eksekusi, Komunis setelah kegagalan pendirian negaranya maka kader-kader berikutnya malah bergabung dengan Republik Indonesia dengan mengaktifkan kembali Partai Komunis Indonesia melakukan strategi politik kooperatif (untuk mempersiapkan kudeta di kemudian hari).
Setelah Soekarno muncul menjadi rejim Diktator, Soekarno merangkul empat kekuatan besar untuk berkoalisi dalam cabinet berkaki 4 yang mencerminkan dominasi mereka, Masyumi, NO/NU, PNI, PKI. Toh pada akhirnya mereka tidak pernah berhasil disatukan dalam koalisi yang kompak.
Masyumi bersama PSI akhirnya terlibat pemberontakan PRRI/Semesta dan kemudian diikuti oleh PKI yang bersaing ketat dengan militer (sekutu CIA /Amerika) dan mengakibatkan jatuhnya Soekarno dalam kudeta halus para Jendral pro Amerika. Kemudian memunculkan sosok Jendral Soeharto sebagai rejim baru di Republik.
- Era Soeharto
Soeharto yang mendapat julukan The Smiling General merupakan politikus bertangan dingin ahli strategi yang mampu mengorbankan temannya demi kepentingan kelanggengan kekuasaanya. Mempunyai jargon politik pamungkas Asas Tunggal (Pancasila) untuk menghancurkan semua lawan-lawan politiknya. Dengan back up badan intelegent yang kuat dan dukungan Amerika mampu menjadikan politik Indonesia melalui masa paling suram dalam sejarah berdirinya Negara ini. Dengan politik propaganda pembentukan stigma terhadap dua lawan politik terbesar (Komunis dan Islam) Soeharto mampu bertahan hingga hampir 30 tahun meski harus berdarah-darah.
Saat memimpin Soeharto yang didukung penuh oleh militer memberlakukan konsep kenegaraan mirip Negara komunis. Partai politik secara bertahap di eliminir hingga 10 partai yang kemudian pada tahun 1977 menjadi 3, itupun kemudian di interfensi secara ideologis melalui asas tunggal, hingga praktis dua partai politik menjadi partai boneka saja. Parlemen di kebiri hak-hak politiknya hingga tidak pernah muncul oposisi, jika saja ada partai, atau anggotanya yang tidak sefaham dengan manifesto politik Soeharto, maka mereka akan ditarik dari arena. Soeharto layaknya The God Father (pimpinan mafia) adalah sosok yang tidak terbantahkan. Praktis pada saat itu seluruh kekuatan politik melakukan under ground movement (gerakan bawah tanah) untuk menghindar konfrontasi langsung selama belum kuat. Akan tetapi keahlian Soeharto dalam bidang militer sebagai ahli strategi, mampu membongkar beberapa gerakan sebelum besar, dengan melalui penyusupan kader-kader intelegent, memancing gerakan untuk terbuka, memberlakukan beberapa daerah rawan menjadi daerah operasi militer, dll.
Kediktatoran Soeharto akhirnya mulai melemah setelah beberapa kelompok pendukung utama mulai tidak loyal dan menjauh. Akhirnya Soeharto hanya mempunyai politikus-politikus oportunis yang didukung oleh floating mass (masa mengambang/tidak idealis). Nepotisme didalam tubuh militer mengakibatkan terjadinya konflik internal antar kubu yang mencoba untuk lebih mendominasi antara satu dengan yang lainnya. Dilain pihak gerakan bawah tanah dari beberapa kelompok politik malah semakin menguat, diantaranya adalah Marxis/Marhaenis (PDI-Megawati, LSM-LSM kiri), Islam (Tarbiyah, eks Masyumi, Kebangsaan/NU non pemerintah), Liberal (LSM-LSM barat). Dengan konspirasi Amerika yang tidak terdeteksi, akhirnya Soeharto berhasil digulingkan dengan kudeta tak berdarah oleh kelompok yang mengatasnamakan dirinya kaum reformer (lebih tepatnya sebagai kelompok “anti Soeharto yang ingin berkuasa”) didukung penuh oleh Amerika mereka berhasil merubah Republik dari setengah Komunis menjadi Kapitalis Liberal.
- Paska Reformasi
Liberalisasi Politik yang dilakukan oleh kaum Reformis berhasil memunculkan berbagai kekuatan politik yang ada di Republik Indonesia, dari politikus idealis hingga politikus oportunis berhasil mengekspresikan idea politik mereka demi posisi di eksekutif maupun legislatif dari pusat hingga desa-desa. Perubahan baru yang mengalihkan aliran dana dari kroni-kroni Soeharto berubah menyebar ke seluruh daerah yang pada dasarnya jauh lebih boros dan memunculkan lebih banyak jenis kroni dan Soeharto-soeharto baru. Para penguasa betul-betul membagi habis jatah rakyat demi kemunculan raja-raja baru tanpa idealism dan empati.
Pada awalnya liberalisasi politik berhasil memunculkan harapan nisbi bagi kaum idealis baik nasionalis, marxis, maupun islam. Mereka bebas membentuk partai tanpa syarat-syarat ketat, tetapi pada akhirnya euphoria tersebut hilang. Mereka kaum idealis itu lupa, bahwa Liberalisasi yang ada adalah Liberalisasi gaya America, Liberal Kapitalisme. Idealisme yang dapat diterima adalah yang berdasarkan Kapitalisme. Paradigm yang harus dimunculkan adalah untung rugi, kekuatan uang. Rakyat yang juga terdoktrin oleh bahasa-bahasa kaum berjuis berhasil terbawa arus dan menjadikan politik sebagai lahan subur untuk mengisi perut mereka yang lapar. Yang berhasil berkuasa didalam system kapitalis ini adalah mereka yang mempunyai cukup uang untuk menyumpal mulut-mulut yang sudah tidak perduli lagi dengan mimpi ideologis. Dan jadilah tatanan politik di Republik saat ini tidak jauh berbeda dengan perusahaan besar yang merupakan gabungan dari perusahaan-perusahaan kecil (Holding Company). Politikus layaknya bisnisman-bisnisman yang didalam otaknya hanya tertera kata ”profit”, “investasi”, “asset”, dan kata sejenis lainnya. Sedangkan “Rakyat”, itu hanya sebuah kata kunci saat kampanye politik 5 tahun sekali.
0 komentar:
Posting Komentar