Surat Terbuka Bambang Noorsena
Untuk Saudara-saudara
Di Tanah Air
Shalom Aleikhem, Assalamu 'alaikum!
Tahiyatan Thayyibatan Amma Ba'du:
Surat Terbuka Bambang Noorsena
Untuk Saudara-saudara Seiman
Di Tanah Air
Shalom Aleikhem, Assalamu 'alaikum!
Tahiyatan Thayyibatan Amma Ba'du:
Saudara-saudaraku seiman, telah banyak tenaga kita
tercurah untuk menanggapi hujatan sia-sia kaum
"Penentang Allah" pada tahun-tahun terakhir ini.
Mereka sudah hambur-hamburkan banyak dana untuk
mencetak "Alkitab bajakan" dari terjemahan LAI (karena
mereka hanya membuang istilah "Allah", dan memakai
seluruh terjemahan ini)?
Tetapi seluruh argumen-argumen mereka dangkal, dengan pencomotan
referensi tanpa membaca penuh konteksnya, pengutipan harfiah ayat-ayat
Alkitab tanpa melihat latar belakang historis, bahkan semua data
archeologis dan filologis keserumpunan bahasa-bahasa semitik yang saya
ajukan, mereka jawab sekenanya dengan membenturkan secara harfiah dengan
ayat-ayat Alkitab, tanpa exegese yang dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah.
Mereka tetap ngotot berkata Allah itu "dewa air",
"dewa bulan", tanpa menang-gapi argumentasi saya
mengenai pemakaian istilah "Allah" di lingkungan
Yahudi dan Kristen dalam makna yang sama sekali
berbeda dengan diberikan kaum jahiliyah Mekkah pada
masa pra-Islam.
Tentang bukti-bukti inskripsi Kristen Arab pra-Islam
yang memakai istilah Allah, sudah saya buktikan
lengkap dengan foto-foto inskripsi itu, antara lain
sebagai berikut:
1.Inskripsi Zabad tahun 512 M, yang diawali dengan:Bism al-Ilah
(Dengan Nama Allah), lengkap dengan tanda salib yang
menujukkan asalnya dari lingkungan Kristen;
2.Inskripsi Umm al-Jimmal dari pertengahan abad ke-6 M
yang diawali dengan ungkapan: Allahu ghafran (Allah
Yang Mengampuni).
3.Inskripsi lain, seperti Hurran al-Lajja dari tahun
568 M, dan seluruh inskripsi Arab pra-Islam yang semua
berasal dari lingkungan Kristen.
Tentang bukti-bukti yang saya kemukakan ini, mereka
berkata bahwa argumentasi saya tidak berdasarkan
ayat-ayat Alkitab. Saya tidak mengerti jalan pikiran
mereka.
Di satu pihak mereka menuduh saya seperti itu, tetapi
di pihak lain mereka mendasarkan argumentasi pada
kutipan dari buku ini dan buku itu, yang juga bukan
Firman Tuhan untuk menolak istilah Allah. Tampaknya,
mereka sudah mempunyai pra-paham dari ayat-ayat
Alkitab yang mereka tafsirkan menurut kepentingan
mereka, lalu mereka cari-cari berbagai kutipan untuk
meneguhkan pra-paham mereka.
Bahkan, dari traktat-traktat mereka juga mereka
cantumkan gambar-gambar patung dari dewa-dewi
pra-Islam yang tidak jelas kaitannya langsung dengan argumentasi
yang mereka ajukan.
Di pihak lain, mereka memaksakan pemakaian nama Yahwe,
yang mereka katakan "sembahan kaum Yahudi dan
Kristen", dan mereka lalu memaksakan pencantuman
kembali nama itu dalam Perjanjian Baru.
Padahal dalam teks asli Perjanjian Baru, nama itu
diterjemahkan menjadi "Kurios" (Tuhan).
Pernah Sdr. Teguh Hendarto, salah seorang dari kaum
"Penentang Allah" itu, mengatakan kepada saya: "Memang
dalam teks Yunani tidak ada nama Yahwe, tetapi belum
tentu teks Yunani itu asli, mungkin kalau teks Ibrani ditemukan,
sama Yahwe pasti ada".
Argumentasi ini tentu saja konyol, bagaimana mungkin
mereka sudah begitu yakin mengajukan teori mereka,
sementara "masih menunggu bukti teks asli Ibrani"
ditemukan?
Hal ini dilakukakan mereka, karena mereka kepepet.
Betapa tidak? Perjanjian Baru Ibrani yang mereka kutip
dalam berbagai traktat mereka itu, jelas-jelas
disebutkan bukan teks asli, bahkan jelas-jelas pula
disebutkan bahwa itu hasil terjemahan dari bahasa
Yunani.
Sedangkan dalam seluruh teks asli Yunani nama Yahwe diterjemahkan
Kurios, kecuali Haleluyah (Pujilah
Yah/Yahwe) dalam Kitab Wahyu, karena ini sebuah seruan
doa.
Mereka menolak istilah Allah karena argumentasi
mereka, bahwa Allah pernah disembah di Ka'bah pada
zaman pra-Islam bersama dewi-dewi Mekkah, lalu saya
mengajukan bukti bahwa nama Yahwe pun juga pernah
disembah bersama-sama dewi kesuburan Palestina
(inskripsi Qirbeth el-Qom dan inskripsi Kuntilel
Ajrud).
Tetapi apakah ini berarti Yahwe "dewa dari agama
kafir?" Tetapi jawaban mereka, sudah dapat diduga.
"Itu kan sinkretisme di Israel pada zaman itu?", tulis> mereka.
Ini jelas tidak fair. Sebab bukankah Allah dipuja
bersama dewi-dewi Mekkah itu juga hasil sinkretisme?
Dan karena itu pula, tidak mewakili pandangan teologis
Islam atau Kristen Arab, karena makna seperti itu
(Allah sebagai dewa kafir) tidak ada dalam al-Qur'an
dan Injil berbahasa Arab.
Satu lagi mereka menolak perbandingan fakta yang saya
kemukakan di atas. Alasan mereka, dalam Islam Allah
adalah "nama diri" (the proper name). Untuk itu mereka
mengutip terjemahan-terjemahan al-Qur'an dalam bahasa
Inggris yang menanggap bahwa Allah itu "The proper
name", sehingga tidak bisa diterjemahkan.
Padahal, tidak semua umat Islam berpandangan seperti
itu. Faktanya, ada umat Islam yang menanggap Allah itu
"nama diri", karena itu ghayr al-musytaq (tidak punya
asal-usul dari kata lain), tetapi ada pula yang
menanggapnya musytaq (berasal dari kata al-Ilah).
Karena kedangkalan dan kemiskinan data yang mereka
ajukan, saya menganggap tidak perlu berdiskusi dengan
mereka.
Saya tidak terkejut, ketika membaca bahwa ada
"segelintir umat Islam" dari Wonosobo mengajukan
protes kepada LAI soal keberatan mereka istilah Allah
tercantum dalam Alkitab.
Pada bulan Juli lalu, ketika saya sempat pulang ke
Indonesia, saya membaca juga keberatan serupa diajukan
oleh seorang Muslim, yang kalau tidak salah dari salah
satu pimpinan Paguyuban Pencak Silat. Ya, tidak perlu ditanggapi.
Bagaimana guru Pencak Silat mengerti keserumpunan bahasa-bahasa
timur Tengah.
Tentu saja, mereka sangat awam untuk berbicara
mengenai soal-soal filologi sepelik ini.
Munculnya "Kelompok Mubaligh Wonosobo" ini, yang malah mencantumkan
judul surat mereka kepada LAI dengan "Peringatan Keras!", membuat
sayabertanya-tanya: "Apa-apaan lagi ini?" Teman-teman Muslim Wonosobo
ini, jelas-jelas tidak paham ayat al-Qur'an yang tegas-tegas
menyebutkan:
Alladzina ukhrijuu min diyarihim bi ghairi haqqin illa
'an yaquluu Rabuna llahu,wa lau laa daf'u llahin
nnaasa ba'dhuhum ba'dhin lahudimat shawami'u wa
biya'un wa shalawatun wa masaajidu yudhkaru fiihasmu
llahi katsiran, wa liyanshurana llahu min yanshuruhu.
Innallaha laqawwiyyun aziiz.
Artinya:
Orang-orang yang diusir dari kampung halaman mereka
tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka
berkata: Tuhan kami adalah Allah.
Dan seandainya Allah tidak mencegah keganasan manusia
atas manusia lainnya, tentu-lah telah dirobohkan
biara-biara, gereja-gereja, sinagoge-sinagoge dan
masjid-masjid yang didalamnya banyak disebut nama
Allah.
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang
menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
dan Maha Perkasa (Q.s.Al-Hajj/22:40).
Bagaimana mungkin mereka menuntut orang Kristen untuk
tidak menggunakan istilah Allah, sedangkan al-Qur'an
sendiri menyaksikan bahwa dalam gereja-gereja,
biara-biara, sinagoge-sinagoge dan masjid-masjid nama
Allah sama-sama di-agungkan?
Mereka ini benar-benar tidak memahami sejarah. Cobalah
mereka berkunjung ke negara-negara Arab (kecuali Arab
Saudi yang tidak boleh ada komunitas non-Islam).
Mereka akan berjumpa bahwa orang-orang Kristen dan
Muslim sama-sama menggunakan istilah Allah, meskpun
secara teologis mereka memahaminya secara berbeda.
Saya menulis surat terbuka ini dari Kairo, tempat
dimana saya sekarang tinggal, dan sehari-hari saya
berbicara, belajar, berdoa dan mengaji Injil di Gereja
Ortodoks Koptik dalam bahasa yang sama dengan
saudara-saudara umat Islam.
Bahkan saudara-sauradaku dalam Tuhan, kalau anda
mengunjungi Kairo Kota Lama (Al-Qahirah al-Qadimah),
anda akan menyaksikan di pintu Gereja "Al-Mu'alaqqah"
(Haging's Church) dipahatkan kaligrafi Arab yang
indah: Allah Mahabah (Allah itu Kasih), dan juga di
pintu yang lain: Ra'isu al-Hikmata Makhaafatu llah
(Permulaan Hikmat adalah Takut kepada Allah).
Dari Gereja "al-Mu'alaqqah", anda bisa melewati sebuah
Gereja "Abu Sirga", -- yang dahulu pernah tinggal
"Keluarga Kudus" (Siti Maryam, Yesus Putra-Nya, dan
Yusuf al-Najjar) sewaktu pengungsian mereka ke Mesir,
dan akan menemukan juga sebuah sinagoge Yahudi "Ben
Ezra". Di sana anda bisa membaca data-data, bagaimana
dahulu Rabbi Moshe Ben Ma'imun menulis buku-buku agama
Yahudi dalam bahasa Ibrani dan Arab, antara lain 2
bukunya yang terkenal:
1. Al-Mishnah , yaitu Hukum Fiqh Yahudi , dalam bahasa
dan huruf Arab);
2. Dalilat el-Hairin (Panduan Untuk Kaum Yang
Kebingungan), dalam bahasa Arab tetapi beraksara
Ibrani.
Dalam kedua buku ini, nama Allah dipakai untuk
menerjemahkan El dan Elohim. Sedangkan ungkapan
Allahuma juga sering muncul untuk menerjemahkan kata
Elohim dalam konteks doa.
Selanjutnya, kalau anda keluar dari kompleks
gereja-gereja kuno tersebut, anda segera menyaksikan
Masjid 'Amr bin al-'Ash. Pada sore hari, anda akan
biasa mendengar gema adzan, dan "Taranim Mazamir" (mazmur-mazmur
yang dikasidahkan) dan "Mulahan Injil" (yaitu pembacaan Injil secara
tartil,tilawat).
Dalam keseharian, disana gema adzan Allahu akbar,
Allahu akbar (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar), dan
Shadaqallahul adzim (Maha Benar Allah dengan segala
Firman-Nya) menutup Pembacaan al-Qur'an, terdengar
bersama-sama dengan pujian Trisagion: Quddusullah,
Quddusul Qawwi ....(Kuduslah Allah, Kuduslah Yang Maha
Kuasa......), dan
Al-Majdu lillahi daiman (Kemuliaan Bagi Allah senantiasa), yang
biasanya menutup Pembacaan Injil.
Sebelum tahun 1973 (perang Mesir-Israel) bahkan umat
Yahudi, Kristen dan Islam hidup bersama, dan bahasa
Arab juga dipakai oleh umat Yahudi disamping bahasa
Ibrani.
Jadi, tidak mungkin kita mengkotak-kotakkan agama
berdasarkan bahasa: Yahwe (bahasa Ibrani) sembahan
Yahudi dan Kristen, dan Allah (bahasa Arab) sembahan
Muslim.
Apakah mereka itu takut imannya kabur, karena kesamaan
bahasa? Umat yang dewasa adalah umat yang tidak takut dikaburkan.
Mereka yang takut dengan kekaburan, itu berarti imannya sendiri masih
kabur.
Sudah jelas Tilawat al- Qur'an berbeda dengan
Tilawat/Mulahan Injil, Dua Kalimat Syahadat berbeda
dengan Qanun al-Iman (Pengakuan Iman Kristiani),
apalagi kata "Allah" yang di sepanjang sejarah ketiga
rumpun agama-agama semitik (Yahudi, Kristen dan Islam)
tidak pernah menjadi masalah, sampai munculnya kaum
yang berpandangan "hitam-putih" tersebut. Untuk
itulah, bersama ini saya kirimkan salah satu artikel
saya "Menjawab Hujatan Para Penentang Allah", yang
saya kutip dari buku saya: Menuju Dialog Teologis
Kristen-Islam (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2002).
"Wa 'ala kulli hal....", kiranya Surat Terbuka ini
dapat membantu anda semua dalam menyikapi secara
cerdas segala propaganda dangkal mereka.
Wal takun 'alaikum jami'an Ni'matu Rabbina Yasu'
al-Masih wa Mahabatu llahi wa syarikatur Ruhil Quddus,
Amien. (May the grace of our Lord Jesus Christ and the
love of God and the fellowship of the Holy Spirit be
with you all, Amen).
Bambang Noorsena
Madinat al-Tahrir, Cairo, 9 Nopember 2004.
Untuk Saudara-saudara
Di Tanah Air
Shalom Aleikhem, Assalamu 'alaikum!
Tahiyatan Thayyibatan Amma Ba'du:
Surat Terbuka Bambang Noorsena
Untuk Saudara-saudara Seiman
Di Tanah Air
Shalom Aleikhem, Assalamu 'alaikum!
Tahiyatan Thayyibatan Amma Ba'du:
Saudara-saudaraku seiman, telah banyak tenaga kita
tercurah untuk menanggapi hujatan sia-sia kaum
"Penentang Allah" pada tahun-tahun terakhir ini.
Mereka sudah hambur-hamburkan banyak dana untuk
mencetak "Alkitab bajakan" dari terjemahan LAI (karena
mereka hanya membuang istilah "Allah", dan memakai
seluruh terjemahan ini)?
Tetapi seluruh argumen-argumen mereka dangkal, dengan pencomotan
referensi tanpa membaca penuh konteksnya, pengutipan harfiah ayat-ayat
Alkitab tanpa melihat latar belakang historis, bahkan semua data
archeologis dan filologis keserumpunan bahasa-bahasa semitik yang saya
ajukan, mereka jawab sekenanya dengan membenturkan secara harfiah dengan
ayat-ayat Alkitab, tanpa exegese yang dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah.
Mereka tetap ngotot berkata Allah itu "dewa air",
"dewa bulan", tanpa menang-gapi argumentasi saya
mengenai pemakaian istilah "Allah" di lingkungan
Yahudi dan Kristen dalam makna yang sama sekali
berbeda dengan diberikan kaum jahiliyah Mekkah pada
masa pra-Islam.
Tentang bukti-bukti inskripsi Kristen Arab pra-Islam
yang memakai istilah Allah, sudah saya buktikan
lengkap dengan foto-foto inskripsi itu, antara lain
sebagai berikut:
1.Inskripsi Zabad tahun 512 M, yang diawali dengan:Bism al-Ilah
(Dengan Nama Allah), lengkap dengan tanda salib yang
menujukkan asalnya dari lingkungan Kristen;
2.Inskripsi Umm al-Jimmal dari pertengahan abad ke-6 M
yang diawali dengan ungkapan: Allahu ghafran (Allah
Yang Mengampuni).
3.Inskripsi lain, seperti Hurran al-Lajja dari tahun
568 M, dan seluruh inskripsi Arab pra-Islam yang semua
berasal dari lingkungan Kristen.
Tentang bukti-bukti yang saya kemukakan ini, mereka
berkata bahwa argumentasi saya tidak berdasarkan
ayat-ayat Alkitab. Saya tidak mengerti jalan pikiran
mereka.
Di satu pihak mereka menuduh saya seperti itu, tetapi
di pihak lain mereka mendasarkan argumentasi pada
kutipan dari buku ini dan buku itu, yang juga bukan
Firman Tuhan untuk menolak istilah Allah. Tampaknya,
mereka sudah mempunyai pra-paham dari ayat-ayat
Alkitab yang mereka tafsirkan menurut kepentingan
mereka, lalu mereka cari-cari berbagai kutipan untuk
meneguhkan pra-paham mereka.
Bahkan, dari traktat-traktat mereka juga mereka
cantumkan gambar-gambar patung dari dewa-dewi
pra-Islam yang tidak jelas kaitannya langsung dengan argumentasi
yang mereka ajukan.
Di pihak lain, mereka memaksakan pemakaian nama Yahwe,
yang mereka katakan "sembahan kaum Yahudi dan
Kristen", dan mereka lalu memaksakan pencantuman
kembali nama itu dalam Perjanjian Baru.
Padahal dalam teks asli Perjanjian Baru, nama itu
diterjemahkan menjadi "Kurios" (Tuhan).
Pernah Sdr. Teguh Hendarto, salah seorang dari kaum
"Penentang Allah" itu, mengatakan kepada saya: "Memang
dalam teks Yunani tidak ada nama Yahwe, tetapi belum
tentu teks Yunani itu asli, mungkin kalau teks Ibrani ditemukan,
sama Yahwe pasti ada".
Argumentasi ini tentu saja konyol, bagaimana mungkin
mereka sudah begitu yakin mengajukan teori mereka,
sementara "masih menunggu bukti teks asli Ibrani"
ditemukan?
Hal ini dilakukakan mereka, karena mereka kepepet.
Betapa tidak? Perjanjian Baru Ibrani yang mereka kutip
dalam berbagai traktat mereka itu, jelas-jelas
disebutkan bukan teks asli, bahkan jelas-jelas pula
disebutkan bahwa itu hasil terjemahan dari bahasa
Yunani.
Sedangkan dalam seluruh teks asli Yunani nama Yahwe diterjemahkan
Kurios, kecuali Haleluyah (Pujilah
Yah/Yahwe) dalam Kitab Wahyu, karena ini sebuah seruan
doa.
Mereka menolak istilah Allah karena argumentasi
mereka, bahwa Allah pernah disembah di Ka'bah pada
zaman pra-Islam bersama dewi-dewi Mekkah, lalu saya
mengajukan bukti bahwa nama Yahwe pun juga pernah
disembah bersama-sama dewi kesuburan Palestina
(inskripsi Qirbeth el-Qom dan inskripsi Kuntilel
Ajrud).
Tetapi apakah ini berarti Yahwe "dewa dari agama
kafir?" Tetapi jawaban mereka, sudah dapat diduga.
"Itu kan sinkretisme di Israel pada zaman itu?", tulis> mereka.
Ini jelas tidak fair. Sebab bukankah Allah dipuja
bersama dewi-dewi Mekkah itu juga hasil sinkretisme?
Dan karena itu pula, tidak mewakili pandangan teologis
Islam atau Kristen Arab, karena makna seperti itu
(Allah sebagai dewa kafir) tidak ada dalam al-Qur'an
dan Injil berbahasa Arab.
Satu lagi mereka menolak perbandingan fakta yang saya
kemukakan di atas. Alasan mereka, dalam Islam Allah
adalah "nama diri" (the proper name). Untuk itu mereka
mengutip terjemahan-terjemahan al-Qur'an dalam bahasa
Inggris yang menanggap bahwa Allah itu "The proper
name", sehingga tidak bisa diterjemahkan.
Padahal, tidak semua umat Islam berpandangan seperti
itu. Faktanya, ada umat Islam yang menanggap Allah itu
"nama diri", karena itu ghayr al-musytaq (tidak punya
asal-usul dari kata lain), tetapi ada pula yang
menanggapnya musytaq (berasal dari kata al-Ilah).
Karena kedangkalan dan kemiskinan data yang mereka
ajukan, saya menganggap tidak perlu berdiskusi dengan
mereka.
Saya tidak terkejut, ketika membaca bahwa ada
"segelintir umat Islam" dari Wonosobo mengajukan
protes kepada LAI soal keberatan mereka istilah Allah
tercantum dalam Alkitab.
Pada bulan Juli lalu, ketika saya sempat pulang ke
Indonesia, saya membaca juga keberatan serupa diajukan
oleh seorang Muslim, yang kalau tidak salah dari salah
satu pimpinan Paguyuban Pencak Silat. Ya, tidak perlu ditanggapi.
Bagaimana guru Pencak Silat mengerti keserumpunan bahasa-bahasa
timur Tengah.
Tentu saja, mereka sangat awam untuk berbicara
mengenai soal-soal filologi sepelik ini.
Munculnya "Kelompok Mubaligh Wonosobo" ini, yang malah mencantumkan
judul surat mereka kepada LAI dengan "Peringatan Keras!", membuat
sayabertanya-tanya: "Apa-apaan lagi ini?" Teman-teman Muslim Wonosobo
ini, jelas-jelas tidak paham ayat al-Qur'an yang tegas-tegas
menyebutkan:
Alladzina ukhrijuu min diyarihim bi ghairi haqqin illa
'an yaquluu Rabuna llahu,wa lau laa daf'u llahin
nnaasa ba'dhuhum ba'dhin lahudimat shawami'u wa
biya'un wa shalawatun wa masaajidu yudhkaru fiihasmu
llahi katsiran, wa liyanshurana llahu min yanshuruhu.
Innallaha laqawwiyyun aziiz.
Artinya:
Orang-orang yang diusir dari kampung halaman mereka
tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka
berkata: Tuhan kami adalah Allah.
Dan seandainya Allah tidak mencegah keganasan manusia
atas manusia lainnya, tentu-lah telah dirobohkan
biara-biara, gereja-gereja, sinagoge-sinagoge dan
masjid-masjid yang didalamnya banyak disebut nama
Allah.
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang
menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
dan Maha Perkasa (Q.s.Al-Hajj/22:40).
Bagaimana mungkin mereka menuntut orang Kristen untuk
tidak menggunakan istilah Allah, sedangkan al-Qur'an
sendiri menyaksikan bahwa dalam gereja-gereja,
biara-biara, sinagoge-sinagoge dan masjid-masjid nama
Allah sama-sama di-agungkan?
Mereka ini benar-benar tidak memahami sejarah. Cobalah
mereka berkunjung ke negara-negara Arab (kecuali Arab
Saudi yang tidak boleh ada komunitas non-Islam).
Mereka akan berjumpa bahwa orang-orang Kristen dan
Muslim sama-sama menggunakan istilah Allah, meskpun
secara teologis mereka memahaminya secara berbeda.
Saya menulis surat terbuka ini dari Kairo, tempat
dimana saya sekarang tinggal, dan sehari-hari saya
berbicara, belajar, berdoa dan mengaji Injil di Gereja
Ortodoks Koptik dalam bahasa yang sama dengan
saudara-saudara umat Islam.
Bahkan saudara-sauradaku dalam Tuhan, kalau anda
mengunjungi Kairo Kota Lama (Al-Qahirah al-Qadimah),
anda akan menyaksikan di pintu Gereja "Al-Mu'alaqqah"
(Haging's Church) dipahatkan kaligrafi Arab yang
indah: Allah Mahabah (Allah itu Kasih), dan juga di
pintu yang lain: Ra'isu al-Hikmata Makhaafatu llah
(Permulaan Hikmat adalah Takut kepada Allah).
Dari Gereja "al-Mu'alaqqah", anda bisa melewati sebuah
Gereja "Abu Sirga", -- yang dahulu pernah tinggal
"Keluarga Kudus" (Siti Maryam, Yesus Putra-Nya, dan
Yusuf al-Najjar) sewaktu pengungsian mereka ke Mesir,
dan akan menemukan juga sebuah sinagoge Yahudi "Ben
Ezra". Di sana anda bisa membaca data-data, bagaimana
dahulu Rabbi Moshe Ben Ma'imun menulis buku-buku agama
Yahudi dalam bahasa Ibrani dan Arab, antara lain 2
bukunya yang terkenal:
1. Al-Mishnah , yaitu Hukum Fiqh Yahudi , dalam bahasa
dan huruf Arab);
2. Dalilat el-Hairin (Panduan Untuk Kaum Yang
Kebingungan), dalam bahasa Arab tetapi beraksara
Ibrani.
Dalam kedua buku ini, nama Allah dipakai untuk
menerjemahkan El dan Elohim. Sedangkan ungkapan
Allahuma juga sering muncul untuk menerjemahkan kata
Elohim dalam konteks doa.
Selanjutnya, kalau anda keluar dari kompleks
gereja-gereja kuno tersebut, anda segera menyaksikan
Masjid 'Amr bin al-'Ash. Pada sore hari, anda akan
biasa mendengar gema adzan, dan "Taranim Mazamir" (mazmur-mazmur
yang dikasidahkan) dan "Mulahan Injil" (yaitu pembacaan Injil secara
tartil,tilawat).
Dalam keseharian, disana gema adzan Allahu akbar,
Allahu akbar (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar), dan
Shadaqallahul adzim (Maha Benar Allah dengan segala
Firman-Nya) menutup Pembacaan al-Qur'an, terdengar
bersama-sama dengan pujian Trisagion: Quddusullah,
Quddusul Qawwi ....(Kuduslah Allah, Kuduslah Yang Maha
Kuasa......), dan
Al-Majdu lillahi daiman (Kemuliaan Bagi Allah senantiasa), yang
biasanya menutup Pembacaan Injil.
Sebelum tahun 1973 (perang Mesir-Israel) bahkan umat
Yahudi, Kristen dan Islam hidup bersama, dan bahasa
Arab juga dipakai oleh umat Yahudi disamping bahasa
Ibrani.
Jadi, tidak mungkin kita mengkotak-kotakkan agama
berdasarkan bahasa: Yahwe (bahasa Ibrani) sembahan
Yahudi dan Kristen, dan Allah (bahasa Arab) sembahan
Muslim.
Apakah mereka itu takut imannya kabur, karena kesamaan
bahasa? Umat yang dewasa adalah umat yang tidak takut dikaburkan.
Mereka yang takut dengan kekaburan, itu berarti imannya sendiri masih
kabur.
Sudah jelas Tilawat al- Qur'an berbeda dengan
Tilawat/Mulahan Injil, Dua Kalimat Syahadat berbeda
dengan Qanun al-Iman (Pengakuan Iman Kristiani),
apalagi kata "Allah" yang di sepanjang sejarah ketiga
rumpun agama-agama semitik (Yahudi, Kristen dan Islam)
tidak pernah menjadi masalah, sampai munculnya kaum
yang berpandangan "hitam-putih" tersebut. Untuk
itulah, bersama ini saya kirimkan salah satu artikel
saya "Menjawab Hujatan Para Penentang Allah", yang
saya kutip dari buku saya: Menuju Dialog Teologis
Kristen-Islam (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2002).
"Wa 'ala kulli hal....", kiranya Surat Terbuka ini
dapat membantu anda semua dalam menyikapi secara
cerdas segala propaganda dangkal mereka.
Wal takun 'alaikum jami'an Ni'matu Rabbina Yasu'
al-Masih wa Mahabatu llahi wa syarikatur Ruhil Quddus,
Amien. (May the grace of our Lord Jesus Christ and the
love of God and the fellowship of the Holy Spirit be
with you all, Amen).
Bambang Noorsena
Madinat al-Tahrir, Cairo, 9 Nopember 2004.