Sunni bilang “Pedomanilah Sahabat”… Termasuk mempedomani Abdullah bin Umar yang tidak mau membaiat Ali di kemudian hari, malah membaiat Mu’awiyah dan Yazid bin Mu’awiyah dan gubernur Hajjaj bin Yusuf yang membuat buat hadis yang memojokkan Ali ????????????? Hadis Sunni Banyak Di Produksi Untuk Menjustifikasi Tindakan Para Khalifah / Sahabat…
Posted on Agustus 28, 2010 by syiahali
Ibnu Umar: Ali Tidak Masuk Khalifah Rasyidun
Seluruh sejarawan baik dari pihak syiah maupun sunni mengatakan bahwa ahlulbait Nabi tinggal bermukim di kota madinah. Mengapa sedikit sekali orang-orang Madinah yang katanya sunni itu mengambil hadis dari para Imam Ahlul Bait?.
Abdullah bin Umar tidak mau membaiat Ali di kemudian hari, malah membaiat Mu’awiyah dan Yazid bin Mu’awiyah dan gubernur Hajjaj bin Yusuf. Keduanya membuat hadis hadis yang memojokkan Ali…Abu Hurairah menyampaikan 5374 hadis, Ibnu ‘Umar 2630, Anas bin Malik 2286 dan ‘A’isyah 2210.
Abdullah bin Umar, yang sering disebut Ibnu Umar, anak khalifah Umar bin Khaththab, tidak mau membaiat Ali, tapi ia membaiat Mu’awiyah setelah ‘Tahun Persatuan’, Yazid dan ‘Abdul Malik. Ia juga shalat di belakang Hajjaj bin Yusuf, gubernur ‘Abdul Malik. Diceritakan tatkala ia mengulurkan tangan untuk membaiat Hajaj, Hajjaj bin Yusuf memberikan kakinya. Ibnu Umar adalah pembuat hadis terbanyak sesudah Abu Hurairah. Ummu’l mu’minin Aisyah nomor empat.
Ibnu Umar juga dituduh menghidupkan ijtihad ayahnya. Beberapa hadisnyamengenai kuutamaan (fadha’il) akan dikemukakan disini:
Ibnu Umar berkata: ‘Kami tidak memilih milih antara sesama kami dizaman Rasul saw dan kami memilih Abu Bakar, kemudian Unar bin Khaththab kemudian Utsman bin ‘Affan ra’. 177
Dan di bagian lain 178 : ‘Kami di zaman Nabi saw tidak mendahulukan Abu Bakar dengan siapapun, kemudian Umar kemudian Utsman, kemudian kami meninggalkan sahabat Nabi yang lain, kami tidak saling mengutamakan di antara mereka’ dan lain lain. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Thabrani dari Ibnu Umar: ‘Kami berbicara pada saat Rasul Allah saw masih hidup: ‘Yang paling utama di antara manusia adalah Nabi saw, setelah beliau Abu Bakar, kemudian Umar dan kemudian Utsman. Rasul Allah mendengarnya dan beliau tidak
mengingkarinya. 179
Ibnu Umar tidak menyebut Ali karena ia tidak membaiat Ali.
Ibnu Umar baru berumur 15 tahun waktu pecah perang Khandaq. Oleh karena itu Ali bin alJa’d misalnya mengatakan: Lihat anak itu, mengurus istri saja tidak bisa, lalu dia berani mengatakan ‘Kami mengutamakan..! 180
Maka bila ada hadis yang berpasangan, misalnya, yang satu untuk Ali dan yang satu lagi untuk ‘Abu Bakar atau Umar atau Utsman maka telitilah. Lihatlah konteks keluarnya hadis itu. Misalnya ada hadis ‘Rasul menutup semua pintu kecuali pintu (bab) untuk Ali. Tapi ada pula hadis serupa ‘Rasul menutup semua pintu kecuali pintu (Khaukhah) untuk Abu Bakar.
Atau hadis yang diucapkan Rasul pada saat akan wafat: ‘Bawalah kemari tinta dan kertas agar kutuliskan bagimu surat agar kamu tidak akan pernah tersesat sepeninggalku’.
Hadis di atas ada pasangannya yang dimuat dalam shahih Bukhari, Muslim dan shahih shahih lain yang diriwayatkan Aisyah bahwa Rasul saw pada saat sakit berkata kepadanya: ‘Panggil ayahmu, aku akan menulis untuk Abu Bakar sebuah surat, karena aku takut seseorang akan mempertanyakan
atau menginginkan (kekhalifahan), karena Allah dan kaum mu’minin menolakinya, kecuali Abu Bakar’. 181
177 Shahih Bukhari dalam Kitab alManaqib, bab Keutamaan Abu Bakar sesudah Nabi, dari jalur ‘Abdullah bin ‘Umar, jilid 5, hlm. 243.
178 Shahih Bukhari dalam Kitab alManaqib, bab Keutamaan ‘Utsman, dari jalur ‘Abdullah bin ‘Umar jilid 5, hlm. 262.
179 Fat’halBari, jilid 7, hlm. 13.
180 Khatib, Tarikh, jilid 11, hlm. 363.
181 Lihat juga Ibn AbilHadid,Syarh Nahju’lBalaghah,jilid 6, hlm. 13
Malapetaka besar ibarat bumerang menimpa umat Islam yang tidak mau taat pada wasiat Imamah Ali…. Pada masa Yazid la’natullah berkuasa, tahun 63 H/683 M pasukan Yazid bin Mu’awiyah menduduki Madinah, membunuh ribuan kaum Anshar dan keluarga mereka dan menghamili 1000 perempuan mereka
Anehnya Ibnu Umar justru dengan senang hati mengakui keimamahan Yazid !!!
Filed under: Uncategorized | Leave a Comment »
Jelaslah, kedengkian dan persaingan antar suku telah memungkinkan Abu Bakar mendapatkan baiat kaum Muslimin. Agaknya setelah itu banyak kabilah kabilah Arab yang datang ke Madinah untuk membeli keperluan sehari hari di pasar Madinah yang dibuka pada hari Kamis, telah diseret Umar untuk membaiat Abu Bakar… Kaum Khazraj dan Aus sebenarnya membaiat Abu Bakar dengan segala alasan untuk kelangsungan hidup suku mereka masing masing karena secara historis kedua kaum ini bermusuhan
Posted on Agustus 28, 2010 by syiahali
Di Saqifah….
Suasana menjadi lain tatkala dua orang Anshar ‘membelot’, berbalik melawan kaum Anshar, dan membela kaum Muhajirin. Orang pertama adalah Basyir bin Sa’d, ayah Nu’man bin Basyir, saudara sepupu Sa’d bin ‘Ubadah, ketua suku Khazraj. Orang yang kedua adalah pemimpin kaum ‘Aus, Usaid bin Hudhair musuh bebuyutan kaum Khazraj sebelum Islam.
Usaid bin Hudhair bin Samak bin ‘Atik bin Rafi bin Imra’ul Qays bin Zaid bin ‘Abdul Asyhal bin Harits bin Khazraj bin ‘Amr bin Malik bin ‘Aws orang Anshar dari klan ‘Abdul Asyhal (‘Aws), ikut Baiat alAqabah kedua dan ikut Perang Uhud dan sesudahnya. Di antara kaum Anshar ia paling dekat dengan Abu Bakar dan ‘Umar.
Meninggal di Madinah tahun 20 H. atau 21 H., 641 atau 642 M.
Ibn AbilHadid menulis dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 910: “Tatkala Basyir bin Sa’d alKhazraji melihat bagaimana kaum Anshar berkumpul pada Sa’d bin ‘Ubadah untuk mengangkatnya jadi pemimpin (Amir) dan ia amat dengki pada Sa’d bin ‘Ubdaah (kana hasadan lahu), ia berdiri dan berkata: “Wahai kaum Anshar, kita kaum Anshar telah memerangi kaum kafir dan membela Islam bukanlah untuk kehormatan duniawi, tetapi untuk memperoleh keridaan Allah SWT. Kita tidak mengejar kedudukan. Nabi Muhammad adalah orang Quraisy, dari kaum Muhajirin, dan layaklah sudah apabila seorang dari keluarganya menjadi penggantinya. Saya bersumpah dengan nama Allah, bahwa saya tidak akan melawan mereka. Saya harap Anda sekalian pun demikian.”
Pada saat itulah agaknya Abdurrahman angkat bicara dan menyebut nama Ali, dan suasana menjadi seru tatkala orang berteriak: “Kami tidak akan membaiat yang lain, kecuali Ali”.
Inilah yang dimaksud Umar tatkala ia mengatakan: “pertengkaran menjadi hangat dan suarasuara menjadi keras, dan untuk menghindari perpecahan selanjutnya, saya berkata, Buka tangan Anda, Abu Bakar”.
Dan sebelum Umar membaiat Abu Bakar, ia telah didahului oleh Basyir bin Sa’d.
Ibn AbilHadid melanjutkan: “Tatkala Umar membentangkan tangan dan berdiri hendak membaiat Abu Bakar, Basyir bin Sa’d mendahulinya”
Hubab bin Mundzir berteriak kepada Basyir bin Sa’d: “Wahai, Basyir bin Sa’d ! Hai, orang durhaka, orang tuamu sendiri tidak menyukaimu. Engkau telah menyangkal ikatan keluarga, engkau dengki dan tidak mau melihat saudara sepupumu menjadi pemimpin.”
Thabari kemudian melanjutkan: “Sebagian kaum Aus, di antaranya Usaid bin Hudhair, berkata di antara mereka, ‘Demi Allah, bila kaum Khazraj sekali berkuasa atas dirimu, mereka akan seterusnya mempertahankan keunggulannya atas diri kamu, dan tidak akan pernah membagi kekuasaan itu kepadamu untuk selama lamanya; maka berdirilah, dan baiatlah Abu Bakar.” (Thabari, Tarikh, jilid 3, hlm. 209)
Ibnu ‘Abdil Barr, dalam Isti’abnya malah mengatakan bahwa Usaid bin Hudhair telah
mendahului Basyir bin Sa’d, dan dengan demikian maka dialah orang pertama yang membaiat Abu Bakar. (Ibnu ‘Abdil Barr, Isti’ab, jilid 1, hlm. 92.)
Setelah kaum Khazraj melihat bahwa kaum Aus telah membaiat Abu Bakar, maka tiada pilihan lain lagi bagi mereka, kecuali berbuat serupa. Meskipun Sa’d bin ‘Ubadah tetap tidak hendak membaiat Abu Bakar sampai ia dibunuh oleh Umar di kemudian hari, tetapi anak buahnya kemudian membaiat Abu Bakar.
Siapa sebenarnya yang lebih dahulu membaiat Abu Bakar setelah Umar bin Khaththab?
Zubair bin Bakkar dalam “AlMuwaffaqiat” berkata yang berasal dari Muhammad bin Ishaq bahwa klan Aws menuduh pembaiat pertama adalah Basyir bin Sa’d dari klan Khazraj sedang klan Khazraj menyatakan bahwa Usaid bin Hudhair dari klan Awslah
yang pertama membaiat Abu Bakar.
Ibn AbilHadid mengatakan: Semua orang tahu Basyir bin Sa’d dari klan Khazraj dan Usaid bin Hudhair dari klan Aws yang secara historis bermusuhan, kedua duanya
ingin menghancurkan Sa’d bin ‘Ubadah. Karena Basyir berasal dari klan Khazraj dan sepupu Sa’d bin Ubadah maka masuk akal bila klan Khazraj menolak anggapan bahwa pembaiat pertama adalah Basyir Demikian pula klan Aws menolak Usaid bin Hudhair sebagai pembaiat pertama dan mengatakan bahwa Basyirlah yang ingin manjatuhkan Sa’d bin ‘Ubadah, dengki karena merasa kurang dibandingkan dengan Sa’d, sepupunya itu. Basyir bermata satu (a’war).
Maka menurut Ibn AbilHadid yang betul adalah bahwa yang pertama membaiat Abu Bakar adalah Umar, kemudian Basyir bin Sa’d kemudian Usaid bin Hudhair, lalu Abu ‘Ubaidah bin Jarrah dan akhirnya Salim maula Abu Hudzaifah. ( Ibn AbilHadid,
ibid, jilid 6, hlm. 18.)
Jelaslah, kedengkian dan persaingan antar suku telah memungkinkan Abu Bakar mendapatkan baiat kaum Muslimin. Agaknya setelah itu banyak kabilah kabilah
Arab yang datang ke Madinah untuk membeli keperluan sehari hari di pasar Madinah yang dibuka pada hari Kamis, telah diseret Umar untuk membaiat Abu Bakar, seperti Aslam dan anggota klannya. Thabari melaporkan bahwa Umar telah bertaka, “Tatkala saya lihat Aslam, tahulah saya pertolongan telah datang.” ( Thabari, Tarikh, edisi Goeje, Leiden, jilid 1, hlm. 1843; Lihat juga Syaikh AlMufid, alJamal, hlm. 50. )
Kaum Khazraj dan Aus sebenarnya membaiat Abu Bakar dengan segala alasan untuk
kelangsungan hidup suku mereka masing masing dan sebutir alasan untuk kemuliaan Abu Bakar.. Bagi kaum Muhajirin pembaiatan ini dijadikan bukti segala keutamaan Abu Bakar.
Filed under: Uncategorized | Leave a Comment »
Pengkhianatan Kaum Anshar Terhadap Peristiwa Ghadir Kum berbuah Petaka SEJARAH :: tahun 63 H/683 M pasukan Yazid bin Mu’awiyah menduduki Madinah, membunuh ribuan kaum Anshar dan keluarga mereka dan menghamili 1000 perempuan mereka
Posted on Agustus 28, 2010 by syiahali
Baru 73 hari yang lalu Umar serta Abu Bakar datang memberi selamat kepada Ali. Hadis ini bukan hadis yang lemah tapi hadis yang kuat. Dan berpuluh hadis yang hampir serupa telah diucapkan Rasul untuk Ali seperti: ‘Kedudukanmu di sisiku seperti Harun terhadap Musa, hanya saja tidak ada lagi Nabi sepeninggalku’. ‘Aku adalah gudang ilmu dan Ali adalah pintunya’ dan lain lain.
Perdebatan di Saqifah Bani Sa’idah, yang berakhir dengan pembaiatan Abu Bakar, berekor panjang.. Petang hari itu juga, setelah selesai pembaiatan, rombongan yang dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar beramai ramai datang ke Masjid Madinah. Dan beberapa puluh meter dari Masjid, di rumah Fathimah, Ali dan Abbas yang baru selesai mengurus jenazah Rasul.
Penulis penulis sejarah menyebut nama nama para Sahabat yang pada waktu itu berlindung di rumah Fathimah. Mereka itu adalah: Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin ‘Awwam, Abbas bin ‘Abdul Muththalib, ‘Ammar bin Yasir, ‘Utbah bin Abi Lahab, Salman alFarisi, Abu Dzarr alGhifari, Miqdad bin Aswad, Bara’ bin ‘Azib, ‘Ubay bin Ka’b dan Sa’d bin Abi Waqqash. Dan keluarga Banu Hasyim yang lain serta sekelompok orang Quraisy dan Anshar. Inilah yang dimaksudkan Umar tatkala ia mengatakan bahwa Ali dan Zubair serta pendukung pendukungnya memisahkan diri dari kami dan berkumpul di rumah Fathimah’.
Abu Bakar dan Umar menyadari sepenuhnya akan tuntutan Ali bin Abi Thalib, yang sepanjang hidup Rasul dianggap sebagai saudara Rasul dalam pengertian yang luas, yang kedudukannya di samping Rasul sebagai Harun bagi Musa, telah memerintahkan serombongan Sahabat memanggil Ali untuk membaiat Abu Bakar di Masjid. Setelah Ali menolak, Umar menasihatkan Abu Bakar untuk segera bertindak agar tidak terlambat. Umar lalu mengepung rumah Ali dengan serombongan orang bersenjata, dan mengancam akan membakar rumah itu. ( Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 585; Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18; al Jauhari,
Saqifah, yang dicatat oleh Ibn AbilHadid dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 4752; Ibnu Qutaibah, alImamah wa’s Siyasah, pada bagian “Bagaimana Baiat pada ‘Ali bin Abi Thalib”, Muttaqi, Kanzu’1’ Ummal, jilid 2, hlm. 140.)
Abu Bakar dan Umar merasakan pentingnya baiat Ali sebagai calon terkuat dari Banu Hasyim, dan mengetahui kemungkinan akan timbulnya perlawanan dari kelompok Ali, apabila mereka tidak lekas bertindak. Mereka lalu mengepung rumah Ali dengan pasukan bersenjata, yang terdiri dari: Umar bin Khaththab, Khalid bin Walid , Abdurrahman bin ‘Auf, Ziyad bin Labid , Tsabit bin Qais bin Syammas , Muhammad bin Maslamah , Salamah bin Salim bin Waqasy , Salamah bin Aslam , Zaid bin Tsabit dan Usaid bin Hudhair.
Riwayat tentang pengepungan terhadap rumah Fathimah ini sangatlah kuat dan tercatat dalam kitab kitab siyar (bentuk jamak dari sirah, biografi Rasul), kitab kitab hadis shahih dan masanid…..Masdnid = bentuk jamak dan musnad, berasal dan kata sanada yang berarti menunjang, menopang atau mendukung; musnad adalah (kitab yang memuat) hadits yang dapat dijajaki tanpa terputus putus sampai ke sumber pertama, misalnya Musnad Ahmad yang ditulis oleh Imam Ahmad
E.V. Vaglieri, setelah melakukan penelitian yang mendalam mengenai masalah ini mengatakan dalam Encyclopedia of Islam, artikel ‘Fathimah’:’ Meskipun para penulis menambahkan detil detil, tetapi peristiwa penyerbuan ini berdasarkan fakta’.
Ibnu Qutaibah menuliskan peringatan anggota rombongan kepada Umar yang membawa kayu bakar dan mengancam hendak membakar rumah: Ya aba Hafshah, inna fiha Fathimah, Wahai ayah Hafshah, sesungguhnya Fathimah berada di dalam rumah, dan Umar menjawab, Wa in! (Sekalipun). (Ibnu Qutaibah, al Imamah wa’s Siyasah, pada bagian “Bagaimana Baiat ‘Ali”.)
Sebelumnya, dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, halaman 20, Ibn AbliHadid meriwayatkan dari Zubair bin Bakkar bahwa ‘Khalid bin Waild adalah Syi’ah Abu Bakar dan sangat memusuhi ‘Ali bin Abi Thalib’.
Marilah kita ikuti tulisan Ibn Abil Hadid dari suatu rangkaian isnad yang berasal dari Abu Bakar Ahmad bin ‘Abdul Aziz; “Abu Bakar berkata pada Umar: ‘Dimana Khalid bin Walid?” Umar menjawab: ‘Ini dia!’. Maka berkatalah Abu Bakar: ‘Pergilah
kamu berdua ke tempat mereka berdua, Ali dan Zubair, dan bawa kemari mereka berdua’. Umar dan Khalid bin Walid lalu mendekat ke rumah Fathimah. Umar masuk ke dalam rumah, danKhalid berdiri di dekat pintu keluar. Zubair, sepupu Rasul, memegang pedang terhunus. Umar berkata kepada Zubair: ‘Untuk apa pedang ini?’ Zubair menjawab: ‘Untuk membaiat Ali’. Di dalamrumah terdapat banyak orang, di antaranya Miqdad dan keluarga Banu Hasyim. Umar merampas pedang Zubair lalu mematahkannya dengan memapaskannya ke batu. Zubair dikeluarkan dan
rumah dan diserahkan kepada Khalid dan rombongannya. Melihat banyak orang di dalam rumah, Umar mengatakan kepada Khalid agar melaporkan keadaan itu kepada Abu Bakar, dan Abu Bakar lalu mengirim rombongan besar untuk membantu Umar dan Khalid. Umar berkata kepada Ali: ‘Mari, baiatlah Abu Bakar!’ Kalau tidak akan kami penggal lehermu, Ali tidak mau; maka ia lalu diseret dan diserahkan kepada Khalid, sebagaimana Zubair. Maka orang orang pun berkumpul untuk menonton, dan penuhlah jalan jalan Madinah dengan kerumunan orang.
Setelah Fathimah melihat apa yang diperbuat Umar, ia menjerit, sehingga berkumpullah wanita Banu Hasyim dan lain lain. Fathimah lalu keluar dan pintu dan berseru: ‘Hai, Abu Bakar! Alangkah cepatnya Anda menyerang keluarga Rasul. Demi Allah, saya tidak akan berbicara dengan Umar sampai saya menemui Allah… Kalian telah membiarkan jenazah Rasul Allah bersama kami, dan kalian telah mengambil keputusan antara kalian sendiri, tanpa bermusyawarah dengan kami dan tanpa menghormati hak hak kami. Demi Allah, aku katakan, keluarlah kalian dari sini, dengan segera! Kalau tidak, dengan rambut yang kusut ini, aku akan meminta keputusan dari Allah! (Ibn AbilHadid, Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 4849. Mengenai kata kata Fathimah ini, lihatlah pula Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 585; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18;Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126 )
Dengan munculnya Fathimah ini, maka rombongan itu pun bubar, tanpa mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib. Banyak penulis juga menceritakan adanya dialog antara Umar dan Abu Bakar di satu pihak, dan Ali di pihak lainnya, sebelum Fathimah keluar. Pada garis besarnya Ali menyatakan haknya terhadap kekhalifahan. Tatkala ia diseret, mereka berkata: ‘baiatlah kalau tidak akan kami penggal kepalamu’. Ali mengatakan: ‘Kamu akan memenggal kepala hamba Allah dan saudara Rasul?’ (Lihat Ibnu Qutaibah, alImamah wa’s Siyasah, hlm. 13. )
Umar menjawab: ‘Mengenai hamba Allah, ya, tetapi mengenai saudara Rasul, tidak’.
Umar juga mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan Ali, sebelum Ali mengikutinya.
Ali menjawab: ‘Engkau sedang memerah susu untuk Abu Bakar dan dirimu sendiri. Engkau bekerja untuknya hari ini, dan besok ia akan mengangkat engkau menjadi penggantinya. Demi Allah, saya tak akan mendengar kata katamu hai Umar, dan saya tidak akan membaiat Abu Bakar’. Abu Bakar kemudian berkata: ‘Saya tidak akan memaksa Anda menyetujui saya’.
Para penulis melukiskan bagaimana mereka memasuki rumah Fathimah:
“Beberapa orang Muhajirin marah akan pembaiatan Abu Bakar, di antaranya Ali dan Zubair dan mereka masuk ke rumah Fathimah dan keduanya bersenjata”. ( Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 167; Abu Bakar Jauhari, Saqifah, dituturkan oleh Ibn Abil Hadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, jilid 6, hlm. 293.)
“Maka sampailah berita kepada Abu Bakar dan Umar bahwa sekumpulan kaum Muhajirin dan Anshar telah berkumpul bersama Ali bin Abi Thalib di rumah Fathimah binti Rasul Allah”. ( Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105 )
“Dan mereka berkumpul semata mata untuk membaiat Ali”. ( Ibn AbilHadid,
ibid., jilid 1, hlm. 134.)
“Umar bin Khaththab mendatangi rumah Ali dan di dalamnya berada Fathimah dan Zubair dan oran gorang dari kaum Muhajirin, dan Zubair keluar dengan pedang terhunus. Pedangnya terlepas jatuh dari tangan dan mereka meloncat menerkam dan mengambilnya”. ( Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 443, 446; bahwa pedang Zubair dipatahkan, bacalah Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 167, alKhamis, jilid 1, hlm. 188; Ibn AbilHadid, ibid., jilid 1, hlm. 122, 132, 134, 87, Kanzu’l’ Ummal, jilid 3, hlm. 128. )
Agaknya pada waktu itu Fathimah lalu keluar: “Maka Abu Bakar mengirim Umar bin Khaththab untuk mengeluarkan mereka dari rumah Fathimah, dan Abu Bakar berpesan: ‘Bila mereka menolak, maka perangi mereka!’. Mereka lalu pergi dengan membawa kayu bakar yang sedang menyala (bi qabasin min nar) untuk membakar rumah yang akan membuat mereka kepanasan (an yudhrima ‘alaihim addar) dan mereka bertemu dengan Fathimah dan ia berseru: “Ya Ibnu Khaththab, apakah kau datang untuk membakar rumah kami?” Umar menjawab: “Ya benar! bila kamu tidak mau masuk ke tempat di mana umat telah masuk!” ( Ibn’ Abd Rabbih, ibid., jilid 3, hlm. 64; Abu’l Fida’, ibid., jilid 1, hlm. 156. )
Dan dalam Ansab alAsyraf. Dan ia bertemu dengan Fathimah di depan pintu, maka Fathimah berseru: “Ya Ibnu Khaththab apakah akan kau bakar pintu rumahku?” Ia menjawab: “Ya!.” ( Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 586; Kanzu’l’ Ummal, jilid 3, hlm. 140; Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah,jilid 1, hlm. 167; alKhamis,
jilid 1, hlm. 178; Abu Bakar Jauhari, dituturkan oleh Ibn AbilHadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, 134 )
Ya’qubi menulis:
“Dan mereka mendatangi jemaah yang ada di dalam rumah dan mereka menyerbu (hajamu) melalui pintu sampai patah pedang Ali dan mereka lalu memasuki rumahnya..” ( Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105. )
Dan Ali berkata: ‘Aku adalah hamba Allah dan saudara Rasul Allah!’
Ia kemudian dibawa menghadap Abu Bakar dan Abu Bakar berkata kepada Ali: ‘Baiat!’
Ali menjawab: ‘Aku lebih berhak akan kepemimpinan ini dari kamu! Aku tidak akan membaiat dirimu dan kamulah yang pertama harus membaiatku. Kamu mengambil kepemimpinan ini dari kaum Anshar dan kamu berhujah terhadap mereka dengan kekerabatanmu dengan Rasul. Kamu memberikan pengarahan, mereka memberikan kepadamu pemerintahan. Aku mengajukan kepadamu hujah serupa yang kamu ajukan kepada kaum Anshar, maka Anda haruslah memperlakukan kami dengan adil bila kamu takut kepada Allah dan bila kami benar, berikanlah pengakuan yang serupa sebagaimana kaum Anshar melakukannya terhadapmu; kalau tidak, maka kamu telah berlaku zalim dan kamu mengetahuinya!
Umar menjawab: Engkau tidak boleh pergi sebelum membaiat’.
Ali: ‘Bagianmu, hai Umar, memerah susu untuknya hari ini, agar dia mengembalikannya untukmu besok. Tidak, demi Allah, aku tidak akan menerima perkataanmu dan tidak akan mengikutimu’.
Abu Bakar: ‘Bila engkau tidak membaiatku, aku tidak memaksa!’
Abu ‘Ubaidah lalu berkata: ‘Hai ayah Hasan, engkau masih muda, dan orang orang
ini adalah tokoh tokoh Quraisy dari kaummu, engkau tidak berpengalaman dan berilmu seperti mereka dalam pemerintahan, dan aku melihat Abu Bakar lebih kuat darimu. Ia sangat kuat dan terampil untuk memikul beban ini, maka serahkanlah padanya. Sedang engkau, bila berumur panjang, maka engkaulah yang paling cocok (khaliq) dan tepat (khaqiq) memegang pemerintahan ini karena keutamaan dan jihadmu bersama Rasul, kekerabatanmu dengan Rasul serta keterdahuluanmu dalam Islam!’
Dan Ali menjawab: ‘Hai kaum Muhajirin, demi Allah jangan kamu memindahkan pemerintahan Muhammad dari tempat tinggal dan rumahnya ke rumah dan tempat tinggalmu dan janganlah kamu keluarkan keluarganya dari kedudukan dan haknya di kalangan manusia, karena Allah, hai kaum Muhajirin, kami ahlu’lbait lebih berhak akan urusan ini dari kamu. Pada kamilah terdapat pembaca Kitab Allah, ahli ilmu agama Allah, Alim dalam Sunnah dan dengan demikian paling terampil mengurus pengembalaan. Demi Allah, ini semua terdapat pada kami! Maka janganlah
mengikuti hawa nafsu dan jangan pulalah kamu rakus akan hak orang lain!’
Maka berkatalah Basyir bin Sa’d: ‘Kami orang orang Anshar, ya Ali, andaikata kami dengar darimu kata kata ini sebelum kami baiat Abu Bakar, maka di antara kami, tidak ada dua orang yang berbeda pendapat. Tetapi sayang, kaum Anshar telah membaiatnya’. Maka Ali Ialu kembali ke rumahnya tanpa membaiat. (Abu Bakar Jauhari dalam Saqifah sebagaimana dituturkan oleh Ibn AbilHadid, ibid., jilid 6, hlm. 285). )
Ibnu Qutaibah menulis:
“Abu Bakar ra merasa kehilangan satu kaum yang tidak mau membaiatnya yang berkumpul di rumah Ali karramallahu wajhahu maka ia lalu mengirim Umar dan Umar pergi dan memanggil mereka dan mereka berada di rumah Ali dan mereka tidak mau keluar dan ia mengancam dengan obor kayu api (hathab) sambil berkata: ‘Demi Dia yang menguasai jiwa Umar, kamu keluar atau kubakar semua yang ada di rumah. Dan seorang berkata kepadanya: ‘Ya ayah dari Hafshah, di dalamnya ada Fathimah. ‘Dan Umar berkata: ‘Biar! (Ibnu Qutaibah, al Imamah wasSiyasah, jilid 1, hlm. 12. )
“Kemudian Ali, karramallahu wajhahu, mendatangi Abu Bakar dan berkata: ‘Saya adalah Hamba Allah dan saudara Rasul Allah!’ Dan orang (Umar, pen.) mengatakan kepadanya: ‘Baiatlah Abu Bakar!’ Dan Ali berkata: ‘Saya lebih berhak terhadap pemerintahan ini dari engkau! Aku tidak akan membaiat kamu dan kamulah seharusnya yang pertama membaiatku. Kamu mengambil kekuasaan ini dari Anshar, dan kamu berhujah dengan kekerabatanmu dengan Rasul Allah SAW
dan kamu mengambilnya dari kami, ahlu’lbait dengan kekerasan (ghashaban). Bukankah kamu berdebat dengan kaum Anshar bahwa kamu yang lebih berhak terhadap pemerintahan ini dari mereka, dengan alas an Nabi Muhammad dari keluargamu dan mereka menyerahkan kepada kamu kekuasaan dan imarah, maka aku berhujah terhadapmu dengan dalil yang sama yang kamu lakukan terhadap kaum Anshar. Kami lebih dekat dengan Rasul Allah selama hidupnya dan setelah beliau wafat. (Ibnu Qutaibah, al Imamah wasSiyasah, jilid 1, hlm. 11. )
Bagaimanapun juga, Ali tidak pernah melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Abu Bakar, Umar maupun Utsman. Tetapi penyerbuan ke rumah Fathimah, bagi Umar, adalah penting sekali. Umar menganggap, dengan tindakannya ini, ia telah menggeser Ali dari kedudukannya sebagai orang pertama yang berhak memimpin umat sesudah wafatnya Rasul.
Pengepungan dan ancaman pembakaran rumah Fathimah untuk mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib sebagai rentetan pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah, barangkali bukanlah berdasarkan pertimbangan rasional semata mata. Agaknya,” ‘Api kebencian’ dalam hati sebagian kaum Quraisy yang lama terpendam sejak zaman jahiliah, mulai menjalar bersama wafatnya Rasul Allah.
Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah bertindak secara berlebihan dengan meninggalkan jenazah Rasul karena kepergiannya ke Saqifah Bani Saidah; ia pun telah bertindak kelewat batas dengan memerintahkan penyerbuan rumah Fathimah. Fathimah telah menyatakan kemarahannya dengan mengatakan bahwa ia tidak akan berbicara lagi kepada Umar dan Abu Bakar.
Malah Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah merebut kekuasaan secara tidak sah. Ia telah pergi bersama Ali mendatangi rumah rumah kaum Anshar, dan mengajak mereka agar mau membaiat kepada Ali… Fathimah sendiri mengatakan bahwa Ali tidak dapat meninggalkan jenazah Rasul pada saat itu
Tatkala Ali bin Abi Thalib diangkat jadi khalifah 25 tahun kemudian, di Kufah beliau menanyakan para sahabat akan khotbah Rasul di Ghadir Khumm dan 11 orang sahabat menyatakan mendengar Rasul bersabda: ‘Barangsiapa menganggap aku sebagai maulanya maka Ali adalah maulanya juga. Ya Allah, cintailah siapa yang mencintainya dan musuhilah siapa yang memusuhinya!’.
Filed under: Uncategorized | Leave a Comment »
Umar sendiri berkata tatkala ia ditusuk dan hendak menetapkan anggota Syura: ‘Andaikata satu dari dua orang ini masih hidup akan aku menjadikannya khalifah, Salim maula Abi Hudzaifah dan Abu Ubaidah alJarrah .. Ia juga mengatakan: ‘Andaikata Salim masih hidup, aku tidak akan bentuk Syura’.. Padahal Salim bukanlah orang Quraisy.
Posted on Agustus 28, 2010 by syiahali
Umar sendiri berkata tatkala ia ditusuk dan hendak menetapkan anggota Syura: ‘Andaikata satu dari dua orang ini masih hidup akan aku menjadikannya khalifah, Salim maula Abi Hudzaifah dan Abu Ubaidah alJarrah ( Ibnu Sa’d, Thahaqat, jilid 3 , hlm.343).)
Umar juga mengatakan : ‘Andaikata Salim masih hidup, aku tidak akan bentuk Syura’. ….Padahal Salim bukanlah orang Quraisy.
Filed under: Uncategorized | Leave a Comment »
Apakah Sunnah Khulafaurrasyidin termasuk “perbuatan Umar bin Khaththab tatkala Umar hendak membakar rumah ‘Fathimah ??” …. Abubakar dan Umar melakukan tindakan kekerasan terhadap keluarga Rasul Allah saw, seperti penyerbuan ke rumah Fathimah… Kalau Abu Bakar dan Umar sendiri yang mengetahui betul keutamaan Ali sudah bertindak demikian, apalagi orang lain… Aisyah, anak Abu Bakar, meskipun telah diperintahkan Allah agar tinggal di rumah, telah memerangi Ali dan menyebabkan 20.000 kaum Muslimin meninggal dunia
Posted on Agustus 28, 2010 by syiahali
Baru 73 hari yang lalu Umar serta Abu Bakar datang memberi selamat kepada Ali. Hadis ini bukan hadis yang lemah tapi hadis yang kuat. Dan berpuluh hadis yang hampir serupa telah diucapkan Rasul untuk Ali seperti: ‘Kedudukanmu di sisiku seperti Harun terhadap Musa, hanya saja tidak ada lagi Nabi sepeninggalku’. ‘Aku adalah gudang ilmu dan Ali adalah pintunya’ dan lain lain.
Perdebatan di Saqifah Bani Sa’idah, yang berakhir dengan pembaiatan Abu Bakar, berekor panjang.. Petang hari itu juga, setelah selesai pembaiatan, rombongan yang dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar beramai ramai datang ke Masjid Madinah. Dan beberapa puluh meter dari Masjid, di rumah Fathimah, Ali dan Abbas yang baru selesai mengurus jenazah Rasul.
Penulis penulis sejarah menyebut nama nama para Sahabat yang pada waktu itu berlindung di rumah Fathimah. Mereka itu adalah: Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin ‘Awwam, Abbas bin ‘Abdul Muththalib, ‘Ammar bin Yasir, ‘Utbah bin Abi Lahab, Salman alFarisi, Abu Dzarr alGhifari, Miqdad bin Aswad, Bara’ bin ‘Azib, ‘Ubay bin Ka’b dan Sa’d bin Abi Waqqash. Dan keluarga Banu Hasyim yang lain serta sekelompok orang Quraisy dan Anshar. Inilah yang dimaksudkan Umar tatkala ia mengatakan bahwa Ali dan Zubair serta pendukung pendukungnya memisahkan diri dari kami dan berkumpul di rumah Fathimah’.
Abu Bakar dan Umar menyadari sepenuhnya akan tuntutan Ali bin Abi Thalib, yang sepanjang hidup Rasul dianggap sebagai saudara Rasul dalam pengertian yang luas, yang kedudukannya di samping Rasul sebagai Harun bagi Musa, telah memerintahkan serombongan Sahabat memanggil Ali untuk membaiat Abu Bakar di Masjid. Setelah Ali menolak, Umar menasihatkan Abu Bakar untuk segera bertindak agar tidak terlambat. Umar lalu mengepung rumah Ali dengan serombongan orang bersenjata, dan mengancam akan membakar rumah itu. ( Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 585; Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18; al Jauhari,
Saqifah, yang dicatat oleh Ibn AbilHadid dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 4752; Ibnu Qutaibah, alImamah wa’s Siyasah, pada bagian “Bagaimana Baiat pada ‘Ali bin Abi Thalib”, Muttaqi, Kanzu’1’ Ummal, jilid 2, hlm. 140.)
Abu Bakar dan Umar merasakan pentingnya baiat Ali sebagai calon terkuat dari Banu Hasyim, dan mengetahui kemungkinan akan timbulnya perlawanan dari kelompok Ali, apabila mereka tidak lekas bertindak. Mereka lalu mengepung rumah Ali dengan pasukan bersenjata, yang terdiri dari: Umar bin Khaththab, Khalid bin Walid , Abdurrahman bin ‘Auf, Ziyad bin Labid , Tsabit bin Qais bin Syammas , Muhammad bin Maslamah , Salamah bin Salim bin Waqasy , Salamah bin Aslam , Zaid bin Tsabit dan Usaid bin Hudhair.
Riwayat tentang pengepungan terhadap rumah Fathimah ini sangatlah kuat dan tercatat dalam kitab kitab siyar (bentuk jamak dari sirah, biografi Rasul), kitab kitab hadis shahih dan masanid…..Masdnid = bentuk jamak dan musnad, berasal dan kata sanada yang berarti menunjang, menopang atau mendukung; musnad adalah (kitab yang memuat) hadits yang dapat dijajaki tanpa terputus putus sampai ke sumber pertama, misalnya Musnad Ahmad yang ditulis oleh Imam Ahmad
E.V. Vaglieri, setelah melakukan penelitian yang mendalam mengenai masalah ini mengatakan dalam Encyclopedia of Islam, artikel ‘Fathimah’:’ Meskipun para penulis menambahkan detil detil, tetapi peristiwa penyerbuan ini berdasarkan fakta’.
Ibnu Qutaibah menuliskan peringatan anggota rombongan kepada Umar yang membawa kayu bakar dan mengancam hendak membakar rumah: Ya aba Hafshah, inna fiha Fathimah, Wahai ayah Hafshah, sesungguhnya Fathimah berada di dalam rumah, dan Umar menjawab, Wa in! (Sekalipun). (Ibnu Qutaibah, al Imamah wa’s Siyasah, pada bagian “Bagaimana Baiat ‘Ali”.)
Sebelumnya, dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, halaman 20, Ibn AbliHadid meriwayatkan dari Zubair bin Bakkar bahwa ‘Khalid bin Waild adalah Syi’ah Abu Bakar dan sangat memusuhi ‘Ali bin Abi Thalib’.
Marilah kita ikuti tulisan Ibn Abil Hadid dari suatu rangkaian isnad yang berasal dari Abu Bakar Ahmad bin ‘Abdul Aziz; “Abu Bakar berkata pada Umar: ‘Dimana Khalid bin Walid?” Umar menjawab: ‘Ini dia!’. Maka berkatalah Abu Bakar: ‘Pergilah
kamu berdua ke tempat mereka berdua, Ali dan Zubair, dan bawa kemari mereka berdua’. Umar dan Khalid bin Walid lalu mendekat ke rumah Fathimah. Umar masuk ke dalam rumah, danKhalid berdiri di dekat pintu keluar. Zubair, sepupu Rasul, memegang pedang terhunus. Umar berkata kepada Zubair: ‘Untuk apa pedang ini?’ Zubair menjawab: ‘Untuk membaiat Ali’. Di dalamrumah terdapat banyak orang, di antaranya Miqdad dan keluarga Banu Hasyim. Umar merampas pedang Zubair lalu mematahkannya dengan memapaskannya ke batu. Zubair dikeluarkan dan
rumah dan diserahkan kepada Khalid dan rombongannya. Melihat banyak orang di dalam rumah, Umar mengatakan kepada Khalid agar melaporkan keadaan itu kepada Abu Bakar, dan Abu Bakar lalu mengirim rombongan besar untuk membantu Umar dan Khalid. Umar berkata kepada Ali: ‘Mari, baiatlah Abu Bakar!’ Kalau tidak akan kami penggal lehermu, Ali tidak mau; maka ia lalu diseret dan diserahkan kepada Khalid, sebagaimana Zubair. Maka orang orang pun berkumpul untuk menonton, dan penuhlah jalan jalan Madinah dengan kerumunan orang.
Setelah Fathimah melihat apa yang diperbuat Umar, ia menjerit, sehingga berkumpullah wanita Banu Hasyim dan lain lain. Fathimah lalu keluar dan pintu dan berseru: ‘Hai, Abu Bakar! Alangkah cepatnya Anda menyerang keluarga Rasul. Demi Allah, saya tidak akan berbicara dengan Umar sampai saya menemui Allah… Kalian telah membiarkan jenazah Rasul Allah bersama kami, dan kalian telah mengambil keputusan antara kalian sendiri, tanpa bermusyawarah dengan kami dan tanpa menghormati hak hak kami. Demi Allah, aku katakan, keluarlah kalian dari sini, dengan segera! Kalau tidak, dengan rambut yang kusut ini, aku akan meminta keputusan dari Allah! (Ibn AbilHadid, Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 4849. Mengenai kata kata Fathimah ini, lihatlah pula Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 585; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18;Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126 )
Dengan munculnya Fathimah ini, maka rombongan itu pun bubar, tanpa mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib. Banyak penulis juga menceritakan adanya dialog antara Umar dan Abu Bakar di satu pihak, dan Ali di pihak lainnya, sebelum Fathimah keluar. Pada garis besarnya Ali menyatakan haknya terhadap kekhalifahan. Tatkala ia diseret, mereka berkata: ‘baiatlah kalau tidak akan kami penggal kepalamu’. Ali mengatakan: ‘Kamu akan memenggal kepala hamba Allah dan saudara Rasul?’ (Lihat Ibnu Qutaibah, alImamah wa’s Siyasah, hlm. 13. )
Umar menjawab: ‘Mengenai hamba Allah, ya, tetapi mengenai saudara Rasul, tidak’.
Umar juga mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan Ali, sebelum Ali mengikutinya.
Ali menjawab: ‘Engkau sedang memerah susu untuk Abu Bakar dan dirimu sendiri. Engkau bekerja untuknya hari ini, dan besok ia akan mengangkat engkau menjadi penggantinya. Demi Allah, saya tak akan mendengar kata katamu hai Umar, dan saya tidak akan membaiat Abu Bakar’. Abu Bakar kemudian berkata: ‘Saya tidak akan memaksa Anda menyetujui saya’.
Para penulis melukiskan bagaimana mereka memasuki rumah Fathimah:
“Beberapa orang Muhajirin marah akan pembaiatan Abu Bakar, di antaranya Ali dan Zubair dan mereka masuk ke rumah Fathimah dan keduanya bersenjata”. ( Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 167; Abu Bakar Jauhari, Saqifah, dituturkan oleh Ibn Abil Hadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, jilid 6, hlm. 293.)
“Maka sampailah berita kepada Abu Bakar dan Umar bahwa sekumpulan kaum Muhajirin dan Anshar telah berkumpul bersama Ali bin Abi Thalib di rumah Fathimah binti Rasul Allah”. ( Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105 )
“Dan mereka berkumpul semata mata untuk membaiat Ali”. ( Ibn AbilHadid,
ibid., jilid 1, hlm. 134.)
“Umar bin Khaththab mendatangi rumah Ali dan di dalamnya berada Fathimah dan Zubair dan oran gorang dari kaum Muhajirin, dan Zubair keluar dengan pedang terhunus. Pedangnya terlepas jatuh dari tangan dan mereka meloncat menerkam dan mengambilnya”. ( Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 443, 446; bahwa pedang Zubair dipatahkan, bacalah Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 167, alKhamis, jilid 1, hlm. 188; Ibn AbilHadid, ibid., jilid 1, hlm. 122, 132, 134, 87, Kanzu’l’ Ummal, jilid 3, hlm. 128. )
Agaknya pada waktu itu Fathimah lalu keluar: “Maka Abu Bakar mengirim Umar bin Khaththab untuk mengeluarkan mereka dari rumah Fathimah, dan Abu Bakar berpesan: ‘Bila mereka menolak, maka perangi mereka!’. Mereka lalu pergi dengan membawa kayu bakar yang sedang menyala (bi qabasin min nar) untuk membakar rumah yang akan membuat mereka kepanasan (an yudhrima ‘alaihim addar) dan mereka bertemu dengan Fathimah dan ia berseru: “Ya Ibnu Khaththab, apakah kau datang untuk membakar rumah kami?” Umar menjawab: “Ya benar! bila kamu tidak mau masuk ke tempat di mana umat telah masuk!” ( Ibn’ Abd Rabbih, ibid., jilid 3, hlm. 64; Abu’l Fida’, ibid., jilid 1, hlm. 156. )
Dan dalam Ansab alAsyraf. Dan ia bertemu dengan Fathimah di depan pintu, maka Fathimah berseru: “Ya Ibnu Khaththab apakah akan kau bakar pintu rumahku?” Ia menjawab: “Ya!.” ( Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 586; Kanzu’l’ Ummal, jilid 3, hlm. 140; Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah,jilid 1, hlm. 167; alKhamis,
jilid 1, hlm. 178; Abu Bakar Jauhari, dituturkan oleh Ibn AbilHadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, 134 )
Ya’qubi menulis:
“Dan mereka mendatangi jemaah yang ada di dalam rumah dan mereka menyerbu (hajamu) melalui pintu sampai patah pedang Ali dan mereka lalu memasuki rumahnya..” ( Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105. )
Dan Ali berkata: ‘Aku adalah hamba Allah dan saudara Rasul Allah!’
Ia kemudian dibawa menghadap Abu Bakar dan Abu Bakar berkata kepada Ali: ‘Baiat!’
Ali menjawab: ‘Aku lebih berhak akan kepemimpinan ini dari kamu! Aku tidak akan membaiat dirimu dan kamulah yang pertama harus membaiatku. Kamu mengambil kepemimpinan ini dari kaum Anshar dan kamu berhujah terhadap mereka dengan kekerabatanmu dengan Rasul. Kamu memberikan pengarahan, mereka memberikan kepadamu pemerintahan. Aku mengajukan kepadamu hujah serupa yang kamu ajukan kepada kaum Anshar, maka Anda haruslah memperlakukan kami dengan adil bila kamu takut kepada Allah dan bila kami benar, berikanlah pengakuan yang serupa sebagaimana kaum Anshar melakukannya terhadapmu; kalau tidak, maka kamu telah berlaku zalim dan kamu mengetahuinya!
Umar menjawab: Engkau tidak boleh pergi sebelum membaiat’.
Ali: ‘Bagianmu, hai Umar, memerah susu untuknya hari ini, agar dia mengembalikannya untukmu besok. Tidak, demi Allah, aku tidak akan menerima perkataanmu dan tidak akan mengikutimu’.
Abu Bakar: ‘Bila engkau tidak membaiatku, aku tidak memaksa!’
Abu ‘Ubaidah lalu berkata: ‘Hai ayah Hasan, engkau masih muda, dan orang orang
ini adalah tokoh tokoh Quraisy dari kaummu, engkau tidak berpengalaman dan berilmu seperti mereka dalam pemerintahan, dan aku melihat Abu Bakar lebih kuat darimu. Ia sangat kuat dan terampil untuk memikul beban ini, maka serahkanlah padanya. Sedang engkau, bila berumur panjang, maka engkaulah yang paling cocok (khaliq) dan tepat (khaqiq) memegang pemerintahan ini karena keutamaan dan jihadmu bersama Rasul, kekerabatanmu dengan Rasul serta keterdahuluanmu dalam Islam!’
Dan Ali menjawab: ‘Hai kaum Muhajirin, demi Allah jangan kamu memindahkan pemerintahan Muhammad dari tempat tinggal dan rumahnya ke rumah dan tempat tinggalmu dan janganlah kamu keluarkan keluarganya dari kedudukan dan haknya di kalangan manusia, karena Allah, hai kaum Muhajirin, kami ahlu’lbait lebih berhak akan urusan ini dari kamu. Pada kamilah terdapat pembaca Kitab Allah, ahli ilmu agama Allah, Alim dalam Sunnah dan dengan demikian paling terampil mengurus pengembalaan. Demi Allah, ini semua terdapat pada kami! Maka janganlah
mengikuti hawa nafsu dan jangan pulalah kamu rakus akan hak orang lain!’
Maka berkatalah Basyir bin Sa’d: ‘Kami orang orang Anshar, ya Ali, andaikata kami dengar darimu kata kata ini sebelum kami baiat Abu Bakar, maka di antara kami, tidak ada dua orang yang berbeda pendapat. Tetapi sayang, kaum Anshar telah membaiatnya’. Maka Ali Ialu kembali ke rumahnya tanpa membaiat. (Abu Bakar Jauhari dalam Saqifah sebagaimana dituturkan oleh Ibn AbilHadid, ibid., jilid 6, hlm. 285). )
Ibnu Qutaibah menulis:
“Abu Bakar ra merasa kehilangan satu kaum yang tidak mau membaiatnya yang berkumpul di rumah Ali karramallahu wajhahu maka ia lalu mengirim Umar dan Umar pergi dan memanggil mereka dan mereka berada di rumah Ali dan mereka tidak mau keluar dan ia mengancam dengan obor kayu api (hathab) sambil berkata: ‘Demi Dia yang menguasai jiwa Umar, kamu keluar atau kubakar semua yang ada di rumah. Dan seorang berkata kepadanya: ‘Ya ayah dari Hafshah, di dalamnya ada Fathimah. ‘Dan Umar berkata: ‘Biar! (Ibnu Qutaibah, al Imamah wasSiyasah, jilid 1, hlm. 12. )
“Kemudian Ali, karramallahu wajhahu, mendatangi Abu Bakar dan berkata: ‘Saya adalah Hamba Allah dan saudara Rasul Allah!’ Dan orang (Umar, pen.) mengatakan kepadanya: ‘Baiatlah Abu Bakar!’ Dan Ali berkata: ‘Saya lebih berhak terhadap pemerintahan ini dari engkau! Aku tidak akan membaiat kamu dan kamulah seharusnya yang pertama membaiatku. Kamu mengambil kekuasaan ini dari Anshar, dan kamu berhujah dengan kekerabatanmu dengan Rasul Allah SAW
dan kamu mengambilnya dari kami, ahlu’lbait dengan kekerasan (ghashaban). Bukankah kamu berdebat dengan kaum Anshar bahwa kamu yang lebih berhak terhadap pemerintahan ini dari mereka, dengan alas an Nabi Muhammad dari keluargamu dan mereka menyerahkan kepada kamu kekuasaan dan imarah, maka aku berhujah terhadapmu dengan dalil yang sama yang kamu lakukan terhadap kaum Anshar. Kami lebih dekat dengan Rasul Allah selama hidupnya dan setelah beliau wafat. (Ibnu Qutaibah, al Imamah wasSiyasah, jilid 1, hlm. 11. )
Bagaimanapun juga, Ali tidak pernah melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Abu Bakar, Umar maupun Utsman. Tetapi penyerbuan ke rumah Fathimah, bagi Umar, adalah penting sekali. Umar menganggap, dengan tindakannya ini, ia telah menggeser Ali dari kedudukannya sebagai orang pertama yang berhak memimpin umat sesudah wafatnya Rasul.
Pengepungan dan ancaman pembakaran rumah Fathimah untuk mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib sebagai rentetan pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah, barangkali bukanlah berdasarkan pertimbangan rasional semata mata. Agaknya,” ‘Api kebencian’ dalam hati sebagian kaum Quraisy yang lama terpendam sejak zaman jahiliah, mulai menjalar bersama wafatnya Rasul Allah.
Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah bertindak secara berlebihan dengan meninggalkan jenazah Rasul karena kepergiannya ke Saqifah Bani Saidah; ia pun telah bertindak kelewat batas dengan memerintahkan penyerbuan rumah Fathimah. Fathimah telah menyatakan kemarahannya dengan mengatakan bahwa ia tidak akan berbicara lagi kepada Umar dan Abu Bakar.
Malah Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah merebut kekuasaan secara tidak sah. Ia telah pergi bersama Ali mendatangi rumah rumah kaum Anshar, dan mengajak mereka agar mau membaiat kepada Ali… Fathimah sendiri mengatakan bahwa Ali tidak dapat meninggalkan jenazah Rasul pada saat itu
Tatkala Ali bin Abi Thalib diangkat jadi khalifah 25 tahun kemudian, di Kufah beliau menanyakan para sahabat akan khotbah Rasul di Ghadir Khumm dan 11 orang sahabat menyatakan mendengar Rasul bersabda: ‘Barangsiapa menganggap aku sebagai maulanya maka Ali adalah maulanya juga. Ya Allah, cintailah siapa yang mencintainya dan musuhilah siapa yang memusuhinya!’.
Filed under: Uncategorized | Leave a Comment »
Jika Umat Mayoritas Tidak Mengkhianati WAsiat Imamah Ali Maka tidak akan ada fitnah di kemudian hari yang datang susul menyusul terutama sesudah Utsman meninggal.. Juga berakibat terbunuhnya cucu Rasul dan berdirinya rezim Umayyah Abbasiyah Ratusan Tahun
Posted on Agustus 28, 2010 by syiahali
Pengepungan dan ancaman pembakaran rumah Fathimah untuk mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib sebagai rentetan pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah, barangkali bukanlah berdasarkan pertimbangan rasional semata mata. Agaknya,” ‘Api kebencian’ dalam hati sebagian kaum Quraisy yang lama terpendam sejak zaman jahiliah, mulai menjalar bersama wafatnya Rasul Allah.
Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah bertindak secara berlebihan dengan meninggalkan jenazah Rasul karena kepergiannya ke Saqifah Bani Saidah; ia pun telah bertindak kelewat batas dengan memerintahkan penyerbuan rumah Fathimah. Fathimah telah menyatakan kemarahannya dengan mengatakan bahwa ia tidak akan berbicara lagi kepada Umar dan Abu Bakar.
Malah Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah merebut kekuasaan secara tidak sah. Ia telah pergi bersama Ali mendatangi rumah rumah kaum Anshar, dan mengajak mereka agar mau membaiat kepada Ali… Fathimah sendiri mengatakan bahwa Ali tidak dapat meninggalkan jenazah Rasul pada saat itu
Ummu’l mu’minin Aisyah, putri Abu Bakar, dan Hafshah putri Umar bin Khaththab, yang menyimpan kebencian terhadap Fathimah dan Ali di zaman Rasul, tidak dapat menahan diri lagi. Di kemudian hari, meskipun Allah SWT telah melarang para istri Nabi untuk keluar rumah, Aisyah bersama
Abdullah bin Zubair, kemenakan dan anak angkatnya, memerangi Ali bin Abi Thalib
Kalau tidak dicegah oleh Abdullah bin Umar, maka Hafshah juga hendak ikut bersama pasukan Aisyah. Api kebencian ini menjalar cepat, dan bertahan sangat lama. Tindakan Umar bin Khaththab adalah ‘contoh’ dan dasar pembenaran suatu rentetan tindakan yang menyusul kemudian.
Filed under: Uncategorized | Leave a Comment »
SEMUA SAHABAT ADALAH ADiL WALAUPUN DiANTARA MEREKA SALiNG MEMBUNUH ????? APAKAH ORANG YANG MENYAKiTi KELUARGA RASUL TERMASUK Pengepungan Rumah Fathimah dan MERACUNi iMAM HASAN ADALAH SANG PEDOMAN ???? MAZHAB SUNNi GHULUW TERHADAP SAHABAT !!!!!!!! Hadis Sunni Banyak Di Produksi Untuk Menjustifikasi Tindakan Para Khalifah / Sahabat…
Posted on Agustus 28, 2010 by syiahali
Baru 73 hari yang lalu Umar serta Abu Bakar datang memberi selamat kepada Ali. Hadis ini bukan hadis yang lemah tapi hadis yang kuat. Dan berpuluh hadis yang hampir serupa telah diucapkan Rasul untuk Ali seperti: ‘Kedudukanmu di sisiku seperti Harun terhadap Musa, hanya saja tidak ada lagi Nabi sepeninggalku’. ‘Aku adalah gudang ilmu dan Ali adalah pintunya’ dan lain lain.
Perdebatan di Saqifah Bani Sa’idah, yang berakhir dengan pembaiatan Abu Bakar, berekor panjang.. Petang hari itu juga, setelah selesai pembaiatan, rombongan yang dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar beramai ramai datang ke Masjid Madinah. Dan beberapa puluh meter dari Masjid, di rumah Fathimah, Ali dan Abbas yang baru selesai mengurus jenazah Rasul.
Penulis penulis sejarah menyebut nama nama para Sahabat yang pada waktu itu berlindung di rumah Fathimah. Mereka itu adalah: Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin ‘Awwam, Abbas bin ‘Abdul Muththalib, ‘Ammar bin Yasir, ‘Utbah bin Abi Lahab, Salman alFarisi, Abu Dzarr alGhifari, Miqdad bin Aswad, Bara’ bin ‘Azib, ‘Ubay bin Ka’b dan Sa’d bin Abi Waqqash. Dan keluarga Banu Hasyim yang lain serta sekelompok orang Quraisy dan Anshar. Inilah yang dimaksudkan Umar tatkala ia mengatakan bahwa Ali dan Zubair serta pendukung pendukungnya memisahkan diri dari kami dan berkumpul di rumah Fathimah’.
Abu Bakar dan Umar menyadari sepenuhnya akan tuntutan Ali bin Abi Thalib, yang sepanjang hidup Rasul dianggap sebagai saudara Rasul dalam pengertian yang luas, yang kedudukannya di samping Rasul sebagai Harun bagi Musa, telah memerintahkan serombongan Sahabat memanggil Ali untuk membaiat Abu Bakar di Masjid. Setelah Ali menolak, Umar menasihatkan Abu Bakar untuk segera bertindak agar tidak terlambat. Umar lalu mengepung rumah Ali dengan serombongan orang bersenjata, dan mengancam akan membakar rumah itu. ( Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 585; Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18; al Jauhari,
Saqifah, yang dicatat oleh Ibn AbilHadid dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 4752; Ibnu Qutaibah, alImamah wa’s Siyasah, pada bagian “Bagaimana Baiat pada ‘Ali bin Abi Thalib”, Muttaqi, Kanzu’1’ Ummal, jilid 2, hlm. 140.)
Abu Bakar dan Umar merasakan pentingnya baiat Ali sebagai calon terkuat dari Banu Hasyim, dan mengetahui kemungkinan akan timbulnya perlawanan dari kelompok Ali, apabila mereka tidak lekas bertindak. Mereka lalu mengepung rumah Ali dengan pasukan bersenjata, yang terdiri dari: Umar bin Khaththab, Khalid bin Walid , Abdurrahman bin ‘Auf, Ziyad bin Labid , Tsabit bin Qais bin Syammas , Muhammad bin Maslamah , Salamah bin Salim bin Waqasy , Salamah bin Aslam , Zaid bin Tsabit dan Usaid bin Hudhair.
Riwayat tentang pengepungan terhadap rumah Fathimah ini sangatlah kuat dan tercatat dalam kitab kitab siyar (bentuk jamak dari sirah, biografi Rasul), kitab kitab hadis shahih dan masanid…..Masdnid = bentuk jamak dan musnad, berasal dan kata sanada yang berarti menunjang, menopang atau mendukung; musnad adalah (kitab yang memuat) hadits yang dapat dijajaki tanpa terputus putus sampai ke sumber pertama, misalnya Musnad Ahmad yang ditulis oleh Imam Ahmad
E.V. Vaglieri, setelah melakukan penelitian yang mendalam mengenai masalah ini mengatakan dalam Encyclopedia of Islam, artikel ‘Fathimah’:’ Meskipun para penulis menambahkan detil detil, tetapi peristiwa penyerbuan ini berdasarkan fakta’.
Ibnu Qutaibah menuliskan peringatan anggota rombongan kepada Umar yang membawa kayu bakar dan mengancam hendak membakar rumah: Ya aba Hafshah, inna fiha Fathimah, Wahai ayah Hafshah, sesungguhnya Fathimah berada di dalam rumah, dan Umar menjawab, Wa in! (Sekalipun). (Ibnu Qutaibah, al Imamah wa’s Siyasah, pada bagian “Bagaimana Baiat ‘Ali”.)
Sebelumnya, dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, halaman 20, Ibn AbliHadid meriwayatkan dari Zubair bin Bakkar bahwa ‘Khalid bin Waild adalah Syi’ah Abu Bakar dan sangat memusuhi ‘Ali bin Abi Thalib’.
Marilah kita ikuti tulisan Ibn Abil Hadid dari suatu rangkaian isnad yang berasal dari Abu Bakar Ahmad bin ‘Abdul Aziz; “Abu Bakar berkata pada Umar: ‘Dimana Khalid bin Walid?” Umar menjawab: ‘Ini dia!’. Maka berkatalah Abu Bakar: ‘Pergilah
kamu berdua ke tempat mereka berdua, Ali dan Zubair, dan bawa kemari mereka berdua’. Umar dan Khalid bin Walid lalu mendekat ke rumah Fathimah. Umar masuk ke dalam rumah, danKhalid berdiri di dekat pintu keluar. Zubair, sepupu Rasul, memegang pedang terhunus. Umar berkata kepada Zubair: ‘Untuk apa pedang ini?’ Zubair menjawab: ‘Untuk membaiat Ali’. Di dalamrumah terdapat banyak orang, di antaranya Miqdad dan keluarga Banu Hasyim. Umar merampas pedang Zubair lalu mematahkannya dengan memapaskannya ke batu. Zubair dikeluarkan dan
rumah dan diserahkan kepada Khalid dan rombongannya. Melihat banyak orang di dalam rumah, Umar mengatakan kepada Khalid agar melaporkan keadaan itu kepada Abu Bakar, dan Abu Bakar lalu mengirim rombongan besar untuk membantu Umar dan Khalid. Umar berkata kepada Ali: ‘Mari, baiatlah Abu Bakar!’ Kalau tidak akan kami penggal lehermu, Ali tidak mau; maka ia lalu diseret dan diserahkan kepada Khalid, sebagaimana Zubair. Maka orang orang pun berkumpul untuk menonton, dan penuhlah jalan jalan Madinah dengan kerumunan orang.
Setelah Fathimah melihat apa yang diperbuat Umar, ia menjerit, sehingga berkumpullah wanita Banu Hasyim dan lain lain. Fathimah lalu keluar dan pintu dan berseru: ‘Hai, Abu Bakar! Alangkah cepatnya Anda menyerang keluarga Rasul. Demi Allah, saya tidak akan berbicara dengan Umar sampai saya menemui Allah… Kalian telah membiarkan jenazah Rasul Allah bersama kami, dan kalian telah mengambil keputusan antara kalian sendiri, tanpa bermusyawarah dengan kami dan tanpa menghormati hak hak kami. Demi Allah, aku katakan, keluarlah kalian dari sini, dengan segera! Kalau tidak, dengan rambut yang kusut ini, aku akan meminta keputusan dari Allah! (Ibn AbilHadid, Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 4849. Mengenai kata kata Fathimah ini, lihatlah pula Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 585; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18;Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126 )
Dengan munculnya Fathimah ini, maka rombongan itu pun bubar, tanpa mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib. Banyak penulis juga menceritakan adanya dialog antara Umar dan Abu Bakar di satu pihak, dan Ali di pihak lainnya, sebelum Fathimah keluar. Pada garis besarnya Ali menyatakan haknya terhadap kekhalifahan. Tatkala ia diseret, mereka berkata: ‘baiatlah kalau tidak akan kami penggal kepalamu’. Ali mengatakan: ‘Kamu akan memenggal kepala hamba Allah dan saudara Rasul?’ (Lihat Ibnu Qutaibah, alImamah wa’s Siyasah, hlm. 13. )
Umar menjawab: ‘Mengenai hamba Allah, ya, tetapi mengenai saudara Rasul, tidak’.
Umar juga mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan Ali, sebelum Ali mengikutinya.
Ali menjawab: ‘Engkau sedang memerah susu untuk Abu Bakar dan dirimu sendiri. Engkau bekerja untuknya hari ini, dan besok ia akan mengangkat engkau menjadi penggantinya. Demi Allah, saya tak akan mendengar kata katamu hai Umar, dan saya tidak akan membaiat Abu Bakar’. Abu Bakar kemudian berkata: ‘Saya tidak akan memaksa Anda menyetujui saya’.
Para penulis melukiskan bagaimana mereka memasuki rumah Fathimah:
“Beberapa orang Muhajirin marah akan pembaiatan Abu Bakar, di antaranya Ali dan Zubair dan mereka masuk ke rumah Fathimah dan keduanya bersenjata”. ( Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 167; Abu Bakar Jauhari, Saqifah, dituturkan oleh Ibn Abil Hadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, jilid 6, hlm. 293.)
“Maka sampailah berita kepada Abu Bakar dan Umar bahwa sekumpulan kaum Muhajirin dan Anshar telah berkumpul bersama Ali bin Abi Thalib di rumah Fathimah binti Rasul Allah”. ( Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105 )
“Dan mereka berkumpul semata mata untuk membaiat Ali”. ( Ibn AbilHadid,
ibid., jilid 1, hlm. 134.)
“Umar bin Khaththab mendatangi rumah Ali dan di dalamnya berada Fathimah dan Zubair dan oran gorang dari kaum Muhajirin, dan Zubair keluar dengan pedang terhunus. Pedangnya terlepas jatuh dari tangan dan mereka meloncat menerkam dan mengambilnya”. ( Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 443, 446; bahwa pedang Zubair dipatahkan, bacalah Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 167, alKhamis, jilid 1, hlm. 188; Ibn AbilHadid, ibid., jilid 1, hlm. 122, 132, 134, 87, Kanzu’l’ Ummal, jilid 3, hlm. 128. )
Agaknya pada waktu itu Fathimah lalu keluar: “Maka Abu Bakar mengirim Umar bin Khaththab untuk mengeluarkan mereka dari rumah Fathimah, dan Abu Bakar berpesan: ‘Bila mereka menolak, maka perangi mereka!’. Mereka lalu pergi dengan membawa kayu bakar yang sedang menyala (bi qabasin min nar) untuk membakar rumah yang akan membuat mereka kepanasan (an yudhrima ‘alaihim addar) dan mereka bertemu dengan Fathimah dan ia berseru: “Ya Ibnu Khaththab, apakah kau datang untuk membakar rumah kami?” Umar menjawab: “Ya benar! bila kamu tidak mau masuk ke tempat di mana umat telah masuk!” ( Ibn’ Abd Rabbih, ibid., jilid 3, hlm. 64; Abu’l Fida’, ibid., jilid 1, hlm. 156. )
Dan dalam Ansab alAsyraf. Dan ia bertemu dengan Fathimah di depan pintu, maka Fathimah berseru: “Ya Ibnu Khaththab apakah akan kau bakar pintu rumahku?” Ia menjawab: “Ya!.” ( Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 586; Kanzu’l’ Ummal, jilid 3, hlm. 140; Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah,jilid 1, hlm. 167; alKhamis,
jilid 1, hlm. 178; Abu Bakar Jauhari, dituturkan oleh Ibn AbilHadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, 134 )
Ya’qubi menulis:
“Dan mereka mendatangi jemaah yang ada di dalam rumah dan mereka menyerbu (hajamu) melalui pintu sampai patah pedang Ali dan mereka lalu memasuki rumahnya..” ( Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105. )
Dan Ali berkata: ‘Aku adalah hamba Allah dan saudara Rasul Allah!’
Ia kemudian dibawa menghadap Abu Bakar dan Abu Bakar berkata kepada Ali: ‘Baiat!’
Ali menjawab: ‘Aku lebih berhak akan kepemimpinan ini dari kamu! Aku tidak akan membaiat dirimu dan kamulah yang pertama harus membaiatku. Kamu mengambil kepemimpinan ini dari kaum Anshar dan kamu berhujah terhadap mereka dengan kekerabatanmu dengan Rasul. Kamu memberikan pengarahan, mereka memberikan kepadamu pemerintahan. Aku mengajukan kepadamu hujah serupa yang kamu ajukan kepada kaum Anshar, maka Anda haruslah memperlakukan kami dengan adil bila kamu takut kepada Allah dan bila kami benar, berikanlah pengakuan yang serupa sebagaimana kaum Anshar melakukannya terhadapmu; kalau tidak, maka kamu telah berlaku zalim dan kamu mengetahuinya!
Umar menjawab: Engkau tidak boleh pergi sebelum membaiat’.
Ali: ‘Bagianmu, hai Umar, memerah susu untuknya hari ini, agar dia mengembalikannya untukmu besok. Tidak, demi Allah, aku tidak akan menerima perkataanmu dan tidak akan mengikutimu’.
Abu Bakar: ‘Bila engkau tidak membaiatku, aku tidak memaksa!’
Abu ‘Ubaidah lalu berkata: ‘Hai ayah Hasan, engkau masih muda, dan orang orang
ini adalah tokoh tokoh Quraisy dari kaummu, engkau tidak berpengalaman dan berilmu seperti mereka dalam pemerintahan, dan aku melihat Abu Bakar lebih kuat darimu. Ia sangat kuat dan terampil untuk memikul beban ini, maka serahkanlah padanya. Sedang engkau, bila berumur panjang, maka engkaulah yang paling cocok (khaliq) dan tepat (khaqiq) memegang pemerintahan ini karena keutamaan dan jihadmu bersama Rasul, kekerabatanmu dengan Rasul serta keterdahuluanmu dalam Islam!’
Dan Ali menjawab: ‘Hai kaum Muhajirin, demi Allah jangan kamu memindahkan pemerintahan Muhammad dari tempat tinggal dan rumahnya ke rumah dan tempat tinggalmu dan janganlah kamu keluarkan keluarganya dari kedudukan dan haknya di kalangan manusia, karena Allah, hai kaum Muhajirin, kami ahlu’lbait lebih berhak akan urusan ini dari kamu. Pada kamilah terdapat pembaca Kitab Allah, ahli ilmu agama Allah, Alim dalam Sunnah dan dengan demikian paling terampil mengurus pengembalaan. Demi Allah, ini semua terdapat pada kami! Maka janganlah
mengikuti hawa nafsu dan jangan pulalah kamu rakus akan hak orang lain!’
Maka berkatalah Basyir bin Sa’d: ‘Kami orang orang Anshar, ya Ali, andaikata kami dengar darimu kata kata ini sebelum kami baiat Abu Bakar, maka di antara kami, tidak ada dua orang yang berbeda pendapat. Tetapi sayang, kaum Anshar telah membaiatnya’. Maka Ali Ialu kembali ke rumahnya tanpa membaiat. (Abu Bakar Jauhari dalam Saqifah sebagaimana dituturkan oleh Ibn AbilHadid, ibid., jilid 6, hlm. 285). )
Ibnu Qutaibah menulis:
“Abu Bakar ra merasa kehilangan satu kaum yang tidak mau membaiatnya yang berkumpul di rumah Ali karramallahu wajhahu maka ia lalu mengirim Umar dan Umar pergi dan memanggil mereka dan mereka berada di rumah Ali dan mereka tidak mau keluar dan ia mengancam dengan obor kayu api (hathab) sambil berkata: ‘Demi Dia yang menguasai jiwa Umar, kamu keluar atau kubakar semua yang ada di rumah. Dan seorang berkata kepadanya: ‘Ya ayah dari Hafshah, di dalamnya ada Fathimah. ‘Dan Umar berkata: ‘Biar! (Ibnu Qutaibah, al Imamah wasSiyasah, jilid 1, hlm. 12. )
“Kemudian Ali, karramallahu wajhahu, mendatangi Abu Bakar dan berkata: ‘Saya adalah Hamba Allah dan saudara Rasul Allah!’ Dan orang (Umar, pen.) mengatakan kepadanya: ‘Baiatlah Abu Bakar!’ Dan Ali berkata: ‘Saya lebih berhak terhadap pemerintahan ini dari engkau! Aku tidak akan membaiat kamu dan kamulah seharusnya yang pertama membaiatku. Kamu mengambil kekuasaan ini dari Anshar, dan kamu berhujah dengan kekerabatanmu dengan Rasul Allah SAW
dan kamu mengambilnya dari kami, ahlu’lbait dengan kekerasan (ghashaban). Bukankah kamu berdebat dengan kaum Anshar bahwa kamu yang lebih berhak terhadap pemerintahan ini dari mereka, dengan alas an Nabi Muhammad dari keluargamu dan mereka menyerahkan kepada kamu kekuasaan dan imarah, maka aku berhujah terhadapmu dengan dalil yang sama yang kamu lakukan terhadap kaum Anshar. Kami lebih dekat dengan Rasul Allah selama hidupnya dan setelah beliau wafat. (Ibnu Qutaibah, al Imamah wasSiyasah, jilid 1, hlm. 11. )
Bagaimanapun juga, Ali tidak pernah melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Abu Bakar, Umar maupun Utsman. Tetapi penyerbuan ke rumah Fathimah, bagi Umar, adalah penting sekali. Umar menganggap, dengan tindakannya ini, ia telah menggeser Ali dari kedudukannya sebagai orang pertama yang berhak memimpin umat sesudah wafatnya Rasul.
Pengepungan dan ancaman pembakaran rumah Fathimah untuk mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib sebagai rentetan pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah, barangkali bukanlah berdasarkan pertimbangan rasional semata mata. Agaknya,” ‘Api kebencian’ dalam hati sebagian kaum Quraisy yang lama terpendam sejak zaman jahiliah, mulai menjalar bersama wafatnya Rasul Allah.
Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah bertindak secara berlebihan dengan meninggalkan jenazah Rasul karena kepergiannya ke Saqifah Bani Saidah; ia pun telah bertindak kelewat batas dengan memerintahkan penyerbuan rumah Fathimah. Fathimah telah menyatakan kemarahannya dengan mengatakan bahwa ia tidak akan berbicara lagi kepada Umar dan Abu Bakar.
Malah Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah merebut kekuasaan secara tidak sah. Ia telah pergi bersama Ali mendatangi rumah rumah kaum Anshar, dan mengajak mereka agar mau membaiat kepada Ali… Fathimah sendiri mengatakan bahwa Ali tidak dapat meninggalkan jenazah Rasul pada saat itu
Tatkala Ali bin Abi Thalib diangkat jadi khalifah 25 tahun kemudian, di Kufah beliau menanyakan para sahabat akan khotbah Rasul di Ghadir Khumm dan 11 orang sahabat menyatakan mendengar Rasul bersabda: ‘Barangsiapa menganggap aku sebagai maulanya maka Ali adalah maulanya juga. Ya Allah, cintailah siapa yang mencintainya dan musuhilah siapa yang memusuhinya!’.
Filed under: Uncategorized | Leave a Comment »
Hadis Sunni : Rasulullah Bersabda “Jangan kalian Mencela Sahabatku”… TAPi kok SESAMA SAHABAT SENDiRi SALiNG CELA DAN MENYALAHKAN .. Apakah kata “kalian” diucapkan bukan kepada SAHABAT ?????? Hadis Sunni Banyak Di Produksi Untuk Menjustifikasi Tindakan Para Khalifah / Sahabat…
Posted on Agustus 28, 2010 by syiahali
Baru 73 hari yang lalu Umar serta Abu Bakar datang memberi selamat kepada Ali. Hadis ini bukan hadis yang lemah tapi hadis yang kuat. Dan berpuluh hadis yang hampir serupa telah diucapkan Rasul untuk Ali seperti: ‘Kedudukanmu di sisiku seperti Harun terhadap Musa, hanya saja tidak ada lagi Nabi sepeninggalku’. ‘Aku adalah gudang ilmu dan Ali adalah pintunya’ dan lain lain.
Perdebatan di Saqifah Bani Sa’idah, yang berakhir dengan pembaiatan Abu Bakar, berekor panjang.. Petang hari itu juga, setelah selesai pembaiatan, rombongan yang dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar beramai ramai datang ke Masjid Madinah. Dan beberapa puluh meter dari Masjid, di rumah Fathimah, Ali dan Abbas yang baru selesai mengurus jenazah Rasul.
Penulis penulis sejarah menyebut nama nama para Sahabat yang pada waktu itu berlindung di rumah Fathimah. Mereka itu adalah: Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin ‘Awwam, Abbas bin ‘Abdul Muththalib, ‘Ammar bin Yasir, ‘Utbah bin Abi Lahab, Salman alFarisi, Abu Dzarr alGhifari, Miqdad bin Aswad, Bara’ bin ‘Azib, ‘Ubay bin Ka’b dan Sa’d bin Abi Waqqash. Dan keluarga Banu Hasyim yang lain serta sekelompok orang Quraisy dan Anshar. Inilah yang dimaksudkan Umar tatkala ia mengatakan bahwa Ali dan Zubair serta pendukung pendukungnya memisahkan diri dari kami dan berkumpul di rumah Fathimah’.
Abu Bakar dan Umar menyadari sepenuhnya akan tuntutan Ali bin Abi Thalib, yang sepanjang hidup Rasul dianggap sebagai saudara Rasul dalam pengertian yang luas, yang kedudukannya di samping Rasul sebagai Harun bagi Musa, telah memerintahkan serombongan Sahabat memanggil Ali untuk membaiat Abu Bakar di Masjid. Setelah Ali menolak, Umar menasihatkan Abu Bakar untuk segera bertindak agar tidak terlambat. Umar lalu mengepung rumah Ali dengan serombongan orang bersenjata, dan mengancam akan membakar rumah itu. ( Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 585; Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18; al Jauhari,
Saqifah, yang dicatat oleh Ibn AbilHadid dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 4752; Ibnu Qutaibah, alImamah wa’s Siyasah, pada bagian “Bagaimana Baiat pada ‘Ali bin Abi Thalib”, Muttaqi, Kanzu’1’ Ummal, jilid 2, hlm. 140.)
Abu Bakar dan Umar merasakan pentingnya baiat Ali sebagai calon terkuat dari Banu Hasyim, dan mengetahui kemungkinan akan timbulnya perlawanan dari kelompok Ali, apabila mereka tidak lekas bertindak. Mereka lalu mengepung rumah Ali dengan pasukan bersenjata, yang terdiri dari: Umar bin Khaththab, Khalid bin Walid , Abdurrahman bin ‘Auf, Ziyad bin Labid , Tsabit bin Qais bin Syammas , Muhammad bin Maslamah , Salamah bin Salim bin Waqasy , Salamah bin Aslam , Zaid bin Tsabit dan Usaid bin Hudhair.
Riwayat tentang pengepungan terhadap rumah Fathimah ini sangatlah kuat dan tercatat dalam kitab kitab siyar (bentuk jamak dari sirah, biografi Rasul), kitab kitab hadis shahih dan masanid…..Masdnid = bentuk jamak dan musnad, berasal dan kata sanada yang berarti menunjang, menopang atau mendukung; musnad adalah (kitab yang memuat) hadits yang dapat dijajaki tanpa terputus putus sampai ke sumber pertama, misalnya Musnad Ahmad yang ditulis oleh Imam Ahmad
E.V. Vaglieri, setelah melakukan penelitian yang mendalam mengenai masalah ini mengatakan dalam Encyclopedia of Islam, artikel ‘Fathimah’:’ Meskipun para penulis menambahkan detil detil, tetapi peristiwa penyerbuan ini berdasarkan fakta’.
Ibnu Qutaibah menuliskan peringatan anggota rombongan kepada Umar yang membawa kayu bakar dan mengancam hendak membakar rumah: Ya aba Hafshah, inna fiha Fathimah, Wahai ayah Hafshah, sesungguhnya Fathimah berada di dalam rumah, dan Umar menjawab, Wa in! (Sekalipun). (Ibnu Qutaibah, al Imamah wa’s Siyasah, pada bagian “Bagaimana Baiat ‘Ali”.)
Sebelumnya, dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, halaman 20, Ibn AbliHadid meriwayatkan dari Zubair bin Bakkar bahwa ‘Khalid bin Waild adalah Syi’ah Abu Bakar dan sangat memusuhi ‘Ali bin Abi Thalib’.
Marilah kita ikuti tulisan Ibn Abil Hadid dari suatu rangkaian isnad yang berasal dari Abu Bakar Ahmad bin ‘Abdul Aziz; “Abu Bakar berkata pada Umar: ‘Dimana Khalid bin Walid?” Umar menjawab: ‘Ini dia!’. Maka berkatalah Abu Bakar: ‘Pergilah
kamu berdua ke tempat mereka berdua, Ali dan Zubair, dan bawa kemari mereka berdua’. Umar dan Khalid bin Walid lalu mendekat ke rumah Fathimah. Umar masuk ke dalam rumah, danKhalid berdiri di dekat pintu keluar. Zubair, sepupu Rasul, memegang pedang terhunus. Umar berkata kepada Zubair: ‘Untuk apa pedang ini?’ Zubair menjawab: ‘Untuk membaiat Ali’. Di dalamrumah terdapat banyak orang, di antaranya Miqdad dan keluarga Banu Hasyim. Umar merampas pedang Zubair lalu mematahkannya dengan memapaskannya ke batu. Zubair dikeluarkan dan
rumah dan diserahkan kepada Khalid dan rombongannya. Melihat banyak orang di dalam rumah, Umar mengatakan kepada Khalid agar melaporkan keadaan itu kepada Abu Bakar, dan Abu Bakar lalu mengirim rombongan besar untuk membantu Umar dan Khalid. Umar berkata kepada Ali: ‘Mari, baiatlah Abu Bakar!’ Kalau tidak akan kami penggal lehermu, Ali tidak mau; maka ia lalu diseret dan diserahkan kepada Khalid, sebagaimana Zubair. Maka orang orang pun berkumpul untuk menonton, dan penuhlah jalan jalan Madinah dengan kerumunan orang.
Setelah Fathimah melihat apa yang diperbuat Umar, ia menjerit, sehingga berkumpullah wanita Banu Hasyim dan lain lain. Fathimah lalu keluar dan pintu dan berseru: ‘Hai, Abu Bakar! Alangkah cepatnya Anda menyerang keluarga Rasul. Demi Allah, saya tidak akan berbicara dengan Umar sampai saya menemui Allah… Kalian telah membiarkan jenazah Rasul Allah bersama kami, dan kalian telah mengambil keputusan antara kalian sendiri, tanpa bermusyawarah dengan kami dan tanpa menghormati hak hak kami. Demi Allah, aku katakan, keluarlah kalian dari sini, dengan segera! Kalau tidak, dengan rambut yang kusut ini, aku akan meminta keputusan dari Allah! (Ibn AbilHadid, Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 4849. Mengenai kata kata Fathimah ini, lihatlah pula Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 585; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18;Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126 )
Dengan munculnya Fathimah ini, maka rombongan itu pun bubar, tanpa mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib. Banyak penulis juga menceritakan adanya dialog antara Umar dan Abu Bakar di satu pihak, dan Ali di pihak lainnya, sebelum Fathimah keluar. Pada garis besarnya Ali menyatakan haknya terhadap kekhalifahan. Tatkala ia diseret, mereka berkata: ‘baiatlah kalau tidak akan kami penggal kepalamu’. Ali mengatakan: ‘Kamu akan memenggal kepala hamba Allah dan saudara Rasul?’ (Lihat Ibnu Qutaibah, alImamah wa’s Siyasah, hlm. 13. )
Umar menjawab: ‘Mengenai hamba Allah, ya, tetapi mengenai saudara Rasul, tidak’.
Umar juga mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan Ali, sebelum Ali mengikutinya.
Ali menjawab: ‘Engkau sedang memerah susu untuk Abu Bakar dan dirimu sendiri. Engkau bekerja untuknya hari ini, dan besok ia akan mengangkat engkau menjadi penggantinya. Demi Allah, saya tak akan mendengar kata katamu hai Umar, dan saya tidak akan membaiat Abu Bakar’. Abu Bakar kemudian berkata: ‘Saya tidak akan memaksa Anda menyetujui saya’.
Para penulis melukiskan bagaimana mereka memasuki rumah Fathimah:
“Beberapa orang Muhajirin marah akan pembaiatan Abu Bakar, di antaranya Ali dan Zubair dan mereka masuk ke rumah Fathimah dan keduanya bersenjata”. ( Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 167; Abu Bakar Jauhari, Saqifah, dituturkan oleh Ibn Abil Hadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, jilid 6, hlm. 293.)
“Maka sampailah berita kepada Abu Bakar dan Umar bahwa sekumpulan kaum Muhajirin dan Anshar telah berkumpul bersama Ali bin Abi Thalib di rumah Fathimah binti Rasul Allah”. ( Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105 )
“Dan mereka berkumpul semata mata untuk membaiat Ali”. ( Ibn AbilHadid,
ibid., jilid 1, hlm. 134.)
“Umar bin Khaththab mendatangi rumah Ali dan di dalamnya berada Fathimah dan Zubair dan oran gorang dari kaum Muhajirin, dan Zubair keluar dengan pedang terhunus. Pedangnya terlepas jatuh dari tangan dan mereka meloncat menerkam dan mengambilnya”. ( Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 443, 446; bahwa pedang Zubair dipatahkan, bacalah Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 167, alKhamis, jilid 1, hlm. 188; Ibn AbilHadid, ibid., jilid 1, hlm. 122, 132, 134, 87, Kanzu’l’ Ummal, jilid 3, hlm. 128. )
Agaknya pada waktu itu Fathimah lalu keluar: “Maka Abu Bakar mengirim Umar bin Khaththab untuk mengeluarkan mereka dari rumah Fathimah, dan Abu Bakar berpesan: ‘Bila mereka menolak, maka perangi mereka!’. Mereka lalu pergi dengan membawa kayu bakar yang sedang menyala (bi qabasin min nar) untuk membakar rumah yang akan membuat mereka kepanasan (an yudhrima ‘alaihim addar) dan mereka bertemu dengan Fathimah dan ia berseru: “Ya Ibnu Khaththab, apakah kau datang untuk membakar rumah kami?” Umar menjawab: “Ya benar! bila kamu tidak mau masuk ke tempat di mana umat telah masuk!” ( Ibn’ Abd Rabbih, ibid., jilid 3, hlm. 64; Abu’l Fida’, ibid., jilid 1, hlm. 156. )
Dan dalam Ansab alAsyraf. Dan ia bertemu dengan Fathimah di depan pintu, maka Fathimah berseru: “Ya Ibnu Khaththab apakah akan kau bakar pintu rumahku?” Ia menjawab: “Ya!.” ( Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 586; Kanzu’l’ Ummal, jilid 3, hlm. 140; Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah,jilid 1, hlm. 167; alKhamis,
jilid 1, hlm. 178; Abu Bakar Jauhari, dituturkan oleh Ibn AbilHadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, 134 )
Ya’qubi menulis:
“Dan mereka mendatangi jemaah yang ada di dalam rumah dan mereka menyerbu (hajamu) melalui pintu sampai patah pedang Ali dan mereka lalu memasuki rumahnya..” ( Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105. )
Dan Ali berkata: ‘Aku adalah hamba Allah dan saudara Rasul Allah!’
Ia kemudian dibawa menghadap Abu Bakar dan Abu Bakar berkata kepada Ali: ‘Baiat!’
Ali menjawab: ‘Aku lebih berhak akan kepemimpinan ini dari kamu! Aku tidak akan membaiat dirimu dan kamulah yang pertama harus membaiatku. Kamu mengambil kepemimpinan ini dari kaum Anshar dan kamu berhujah terhadap mereka dengan kekerabatanmu dengan Rasul. Kamu memberikan pengarahan, mereka memberikan kepadamu pemerintahan. Aku mengajukan kepadamu hujah serupa yang kamu ajukan kepada kaum Anshar, maka Anda haruslah memperlakukan kami dengan adil bila kamu takut kepada Allah dan bila kami benar, berikanlah pengakuan yang serupa sebagaimana kaum Anshar melakukannya terhadapmu; kalau tidak, maka kamu telah berlaku zalim dan kamu mengetahuinya!
Umar menjawab: Engkau tidak boleh pergi sebelum membaiat’.
Ali: ‘Bagianmu, hai Umar, memerah susu untuknya hari ini, agar dia mengembalikannya untukmu besok. Tidak, demi Allah, aku tidak akan menerima perkataanmu dan tidak akan mengikutimu’.
Abu Bakar: ‘Bila engkau tidak membaiatku, aku tidak memaksa!’
Abu ‘Ubaidah lalu berkata: ‘Hai ayah Hasan, engkau masih muda, dan orang orang
ini adalah tokoh tokoh Quraisy dari kaummu, engkau tidak berpengalaman dan berilmu seperti mereka dalam pemerintahan, dan aku melihat Abu Bakar lebih kuat darimu. Ia sangat kuat dan terampil untuk memikul beban ini, maka serahkanlah padanya. Sedang engkau, bila berumur panjang, maka engkaulah yang paling cocok (khaliq) dan tepat (khaqiq) memegang pemerintahan ini karena keutamaan dan jihadmu bersama Rasul, kekerabatanmu dengan Rasul serta keterdahuluanmu dalam Islam!’
Dan Ali menjawab: ‘Hai kaum Muhajirin, demi Allah jangan kamu memindahkan pemerintahan Muhammad dari tempat tinggal dan rumahnya ke rumah dan tempat tinggalmu dan janganlah kamu keluarkan keluarganya dari kedudukan dan haknya di kalangan manusia, karena Allah, hai kaum Muhajirin, kami ahlu’lbait lebih berhak akan urusan ini dari kamu. Pada kamilah terdapat pembaca Kitab Allah, ahli ilmu agama Allah, Alim dalam Sunnah dan dengan demikian paling terampil mengurus pengembalaan. Demi Allah, ini semua terdapat pada kami! Maka janganlah
mengikuti hawa nafsu dan jangan pulalah kamu rakus akan hak orang lain!’
Maka berkatalah Basyir bin Sa’d: ‘Kami orang orang Anshar, ya Ali, andaikata kami dengar darimu kata kata ini sebelum kami baiat Abu Bakar, maka di antara kami, tidak ada dua orang yang berbeda pendapat. Tetapi sayang, kaum Anshar telah membaiatnya’. Maka Ali Ialu kembali ke rumahnya tanpa membaiat. (Abu Bakar Jauhari dalam Saqifah sebagaimana dituturkan oleh Ibn AbilHadid, ibid., jilid 6, hlm. 285). )
Ibnu Qutaibah menulis:
“Abu Bakar ra merasa kehilangan satu kaum yang tidak mau membaiatnya yang berkumpul di rumah Ali karramallahu wajhahu maka ia lalu mengirim Umar dan Umar pergi dan memanggil mereka dan mereka berada di rumah Ali dan mereka tidak mau keluar dan ia mengancam dengan obor kayu api (hathab) sambil berkata: ‘Demi Dia yang menguasai jiwa Umar, kamu keluar atau kubakar semua yang ada di rumah. Dan seorang berkata kepadanya: ‘Ya ayah dari Hafshah, di dalamnya ada Fathimah. ‘Dan Umar berkata: ‘Biar! (Ibnu Qutaibah, al Imamah wasSiyasah, jilid 1, hlm. 12. )
“Kemudian Ali, karramallahu wajhahu, mendatangi Abu Bakar dan berkata: ‘Saya adalah Hamba Allah dan saudara Rasul Allah!’ Dan orang (Umar, pen.) mengatakan kepadanya: ‘Baiatlah Abu Bakar!’ Dan Ali berkata: ‘Saya lebih berhak terhadap pemerintahan ini dari engkau! Aku tidak akan membaiat kamu dan kamulah seharusnya yang pertama membaiatku. Kamu mengambil kekuasaan ini dari Anshar, dan kamu berhujah dengan kekerabatanmu dengan Rasul Allah SAW
dan kamu mengambilnya dari kami, ahlu’lbait dengan kekerasan (ghashaban). Bukankah kamu berdebat dengan kaum Anshar bahwa kamu yang lebih berhak terhadap pemerintahan ini dari mereka, dengan alas an Nabi Muhammad dari keluargamu dan mereka menyerahkan kepada kamu kekuasaan dan imarah, maka aku berhujah terhadapmu dengan dalil yang sama yang kamu lakukan terhadap kaum Anshar. Kami lebih dekat dengan Rasul Allah selama hidupnya dan setelah beliau wafat. (Ibnu Qutaibah, al Imamah wasSiyasah, jilid 1, hlm. 11. )
Bagaimanapun juga, Ali tidak pernah melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Abu Bakar, Umar maupun Utsman. Tetapi penyerbuan ke rumah Fathimah, bagi Umar, adalah penting sekali. Umar menganggap, dengan tindakannya ini, ia telah menggeser Ali dari kedudukannya sebagai orang pertama yang berhak memimpin umat sesudah wafatnya Rasul.
Pengepungan dan ancaman pembakaran rumah Fathimah untuk mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib sebagai rentetan pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah, barangkali bukanlah berdasarkan pertimbangan rasional semata mata. Agaknya,” ‘Api kebencian’ dalam hati sebagian kaum Quraisy yang lama terpendam sejak zaman jahiliah, mulai menjalar bersama wafatnya Rasul Allah.
Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah bertindak secara berlebihan dengan meninggalkan jenazah Rasul karena kepergiannya ke Saqifah Bani Saidah; ia pun telah bertindak kelewat batas dengan memerintahkan penyerbuan rumah Fathimah. Fathimah telah menyatakan kemarahannya dengan mengatakan bahwa ia tidak akan berbicara lagi kepada Umar dan Abu Bakar.
Malah Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah merebut kekuasaan secara tidak sah. Ia telah pergi bersama Ali mendatangi rumah rumah kaum Anshar, dan mengajak mereka agar mau membaiat kepada Ali… Fathimah sendiri mengatakan bahwa Ali tidak dapat meninggalkan jenazah Rasul pada saat itu
Tatkala Ali bin Abi Thalib diangkat jadi khalifah 25 tahun kemudian, di Kufah beliau menanyakan para sahabat akan khotbah Rasul di Ghadir Khumm dan 11 orang sahabat menyatakan mendengar Rasul bersabda: ‘Barangsiapa menganggap aku sebagai maulanya maka Ali adalah maulanya juga. Ya Allah, cintailah siapa yang mencintainya dan musuhilah siapa yang memusuhinya!’.
Filed under: Uncategorized | Leave a Comment »
Sunni Bilang “Pedomanilah Sunnah Khulafaurrasyidin”, Tapi Al Quran Qs. An Nisa ayat 59 Tidak Memberi Kewenangan Kepada 4 Khalifah Untuk Membuat Hukum Baru karena Ulil Amri Hanya Pelaksana Hukum !!!!!!!!! Sekelompok Sahabat dan 3 Khalifah Membuat Aturan Hukum Padahal Al Quran dan Sunnah Sudah Mengaturnya… Hal Ini Ikut Menjadi Sumber Hadis Sunni
Posted on Agustus 28, 2010 by syiahali
Abubakar Menghentikan Khumus Kepada Keluarga Rasul Padahal Itu Bertentangan Dengan Qs. Al Anfal Ayat 41 … Abubakar Mengambil Fadak Dari Fatimah Padahal Itu Bertentangan Dengan Qs. An Nisa Ayat 11….
Baru 73 hari yang lalu Umar serta Abu Bakar datang memberi selamat kepada Ali. Hadis ini bukan hadis yang lemah tapi hadis yang kuat. Dan berpuluh hadis yang hampir serupa telah diucapkan Rasul untuk Ali seperti: ‘Kedudukanmu di sisiku seperti Harun terhadap Musa, hanya saja tidak ada lagi Nabi sepeninggalku’. ‘Aku adalah gudang ilmu dan Ali adalah pintunya’ dan lain lain.
Perdebatan di Saqifah Bani Sa’idah, yang berakhir dengan pembaiatan Abu Bakar, berekor panjang.. Petang hari itu juga, setelah selesai pembaiatan, rombongan yang dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar beramai ramai datang ke Masjid Madinah. Dan beberapa puluh meter dari Masjid, di rumah Fathimah, Ali dan Abbas yang baru selesai mengurus jenazah Rasul.
Penulis penulis sejarah menyebut nama nama para Sahabat yang pada waktu itu berlindung di rumah Fathimah. Mereka itu adalah: Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin ‘Awwam, Abbas bin ‘Abdul Muththalib, ‘Ammar bin Yasir, ‘Utbah bin Abi Lahab, Salman alFarisi, Abu Dzarr alGhifari, Miqdad bin Aswad, Bara’ bin ‘Azib, ‘Ubay bin Ka’b dan Sa’d bin Abi Waqqash. Dan keluarga Banu Hasyim yang lain serta sekelompok orang Quraisy dan Anshar. Inilah yang dimaksudkan Umar tatkala ia mengatakan bahwa Ali dan Zubair serta pendukung pendukungnya memisahkan diri dari kami dan berkumpul di rumah Fathimah’.
Abu Bakar dan Umar menyadari sepenuhnya akan tuntutan Ali bin Abi Thalib, yang sepanjang hidup Rasul dianggap sebagai saudara Rasul dalam pengertian yang luas, yang kedudukannya di samping Rasul sebagai Harun bagi Musa, telah memerintahkan serombongan Sahabat memanggil Ali untuk membaiat Abu Bakar di Masjid. Setelah Ali menolak, Umar menasihatkan Abu Bakar untuk segera bertindak agar tidak terlambat. Umar lalu mengepung rumah Ali dengan serombongan orang bersenjata, dan mengancam akan membakar rumah itu. ( Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 585; Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18; al Jauhari,
Saqifah, yang dicatat oleh Ibn AbilHadid dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 4752; Ibnu Qutaibah, alImamah wa’s Siyasah, pada bagian “Bagaimana Baiat pada ‘Ali bin Abi Thalib”, Muttaqi, Kanzu’1’ Ummal, jilid 2, hlm. 140.)
Abu Bakar dan Umar merasakan pentingnya baiat Ali sebagai calon terkuat dari Banu Hasyim, dan mengetahui kemungkinan akan timbulnya perlawanan dari kelompok Ali, apabila mereka tidak lekas bertindak. Mereka lalu mengepung rumah Ali dengan pasukan bersenjata, yang terdiri dari: Umar bin Khaththab, Khalid bin Walid , Abdurrahman bin ‘Auf, Ziyad bin Labid , Tsabit bin Qais bin Syammas , Muhammad bin Maslamah , Salamah bin Salim bin Waqasy , Salamah bin Aslam , Zaid bin Tsabit dan Usaid bin Hudhair.
Riwayat tentang pengepungan terhadap rumah Fathimah ini sangatlah kuat dan tercatat dalam kitab kitab siyar (bentuk jamak dari sirah, biografi Rasul), kitab kitab hadis shahih dan masanid…..Masdnid = bentuk jamak dan musnad, berasal dan kata sanada yang berarti menunjang, menopang atau mendukung; musnad adalah (kitab yang memuat) hadits yang dapat dijajaki tanpa terputus putus sampai ke sumber pertama, misalnya Musnad Ahmad yang ditulis oleh Imam Ahmad
E.V. Vaglieri, setelah melakukan penelitian yang mendalam mengenai masalah ini mengatakan dalam Encyclopedia of Islam, artikel ‘Fathimah’:’ Meskipun para penulis menambahkan detil detil, tetapi peristiwa penyerbuan ini berdasarkan fakta’.
Ibnu Qutaibah menuliskan peringatan anggota rombongan kepada Umar yang membawa kayu bakar dan mengancam hendak membakar rumah: Ya aba Hafshah, inna fiha Fathimah, Wahai ayah Hafshah, sesungguhnya Fathimah berada di dalam rumah, dan Umar menjawab, Wa in! (Sekalipun). (Ibnu Qutaibah, al Imamah wa’s Siyasah, pada bagian “Bagaimana Baiat ‘Ali”.)
Sebelumnya, dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, halaman 20, Ibn AbliHadid meriwayatkan dari Zubair bin Bakkar bahwa ‘Khalid bin Waild adalah Syi’ah Abu Bakar dan sangat memusuhi ‘Ali bin Abi Thalib’.
Marilah kita ikuti tulisan Ibn Abil Hadid dari suatu rangkaian isnad yang berasal dari Abu Bakar Ahmad bin ‘Abdul Aziz; “Abu Bakar berkata pada Umar: ‘Dimana Khalid bin Walid?” Umar menjawab: ‘Ini dia!’. Maka berkatalah Abu Bakar: ‘Pergilah
kamu berdua ke tempat mereka berdua, Ali dan Zubair, dan bawa kemari mereka berdua’. Umar dan Khalid bin Walid lalu mendekat ke rumah Fathimah. Umar masuk ke dalam rumah, danKhalid berdiri di dekat pintu keluar. Zubair, sepupu Rasul, memegang pedang terhunus. Umar berkata kepada Zubair: ‘Untuk apa pedang ini?’ Zubair menjawab: ‘Untuk membaiat Ali’. Di dalamrumah terdapat banyak orang, di antaranya Miqdad dan keluarga Banu Hasyim. Umar merampas pedang Zubair lalu mematahkannya dengan memapaskannya ke batu. Zubair dikeluarkan dan
rumah dan diserahkan kepada Khalid dan rombongannya. Melihat banyak orang di dalam rumah, Umar mengatakan kepada Khalid agar melaporkan keadaan itu kepada Abu Bakar, dan Abu Bakar lalu mengirim rombongan besar untuk membantu Umar dan Khalid. Umar berkata kepada Ali: ‘Mari, baiatlah Abu Bakar!’ Kalau tidak akan kami penggal lehermu, Ali tidak mau; maka ia lalu diseret dan diserahkan kepada Khalid, sebagaimana Zubair. Maka orang orang pun berkumpul untuk menonton, dan penuhlah jalan jalan Madinah dengan kerumunan orang.
Setelah Fathimah melihat apa yang diperbuat Umar, ia menjerit, sehingga berkumpullah wanita Banu Hasyim dan lain lain. Fathimah lalu keluar dan pintu dan berseru: ‘Hai, Abu Bakar! Alangkah cepatnya Anda menyerang keluarga Rasul. Demi Allah, saya tidak akan berbicara dengan Umar sampai saya menemui Allah… Kalian telah membiarkan jenazah Rasul Allah bersama kami, dan kalian telah mengambil keputusan antara kalian sendiri, tanpa bermusyawarah dengan kami dan tanpa menghormati hak hak kami. Demi Allah, aku katakan, keluarlah kalian dari sini, dengan segera! Kalau tidak, dengan rambut yang kusut ini, aku akan meminta keputusan dari Allah! (Ibn AbilHadid, Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 4849. Mengenai kata kata Fathimah ini, lihatlah pula Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 585; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18;Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126 )
Dengan munculnya Fathimah ini, maka rombongan itu pun bubar, tanpa mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib. Banyak penulis juga menceritakan adanya dialog antara Umar dan Abu Bakar di satu pihak, dan Ali di pihak lainnya, sebelum Fathimah keluar. Pada garis besarnya Ali menyatakan haknya terhadap kekhalifahan. Tatkala ia diseret, mereka berkata: ‘baiatlah kalau tidak akan kami penggal kepalamu’. Ali mengatakan: ‘Kamu akan memenggal kepala hamba Allah dan saudara Rasul?’ (Lihat Ibnu Qutaibah, alImamah wa’s Siyasah, hlm. 13. )
Umar menjawab: ‘Mengenai hamba Allah, ya, tetapi mengenai saudara Rasul, tidak’.
Umar juga mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan Ali, sebelum Ali mengikutinya.
Ali menjawab: ‘Engkau sedang memerah susu untuk Abu Bakar dan dirimu sendiri. Engkau bekerja untuknya hari ini, dan besok ia akan mengangkat engkau menjadi penggantinya. Demi Allah, saya tak akan mendengar kata katamu hai Umar, dan saya tidak akan membaiat Abu Bakar’. Abu Bakar kemudian berkata: ‘Saya tidak akan memaksa Anda menyetujui saya’.
Para penulis melukiskan bagaimana mereka memasuki rumah Fathimah:
“Beberapa orang Muhajirin marah akan pembaiatan Abu Bakar, di antaranya Ali dan Zubair dan mereka masuk ke rumah Fathimah dan keduanya bersenjata”. ( Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 167; Abu Bakar Jauhari, Saqifah, dituturkan oleh Ibn Abil Hadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, jilid 6, hlm. 293.)
“Maka sampailah berita kepada Abu Bakar dan Umar bahwa sekumpulan kaum Muhajirin dan Anshar telah berkumpul bersama Ali bin Abi Thalib di rumah Fathimah binti Rasul Allah”. ( Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105 )
“Dan mereka berkumpul semata mata untuk membaiat Ali”. ( Ibn AbilHadid,
ibid., jilid 1, hlm. 134.)
“Umar bin Khaththab mendatangi rumah Ali dan di dalamnya berada Fathimah dan Zubair dan oran gorang dari kaum Muhajirin, dan Zubair keluar dengan pedang terhunus. Pedangnya terlepas jatuh dari tangan dan mereka meloncat menerkam dan mengambilnya”. ( Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 443, 446; bahwa pedang Zubair dipatahkan, bacalah Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 167, alKhamis, jilid 1, hlm. 188; Ibn AbilHadid, ibid., jilid 1, hlm. 122, 132, 134, 87, Kanzu’l’ Ummal, jilid 3, hlm. 128. )
Agaknya pada waktu itu Fathimah lalu keluar: “Maka Abu Bakar mengirim Umar bin Khaththab untuk mengeluarkan mereka dari rumah Fathimah, dan Abu Bakar berpesan: ‘Bila mereka menolak, maka perangi mereka!’. Mereka lalu pergi dengan membawa kayu bakar yang sedang menyala (bi qabasin min nar) untuk membakar rumah yang akan membuat mereka kepanasan (an yudhrima ‘alaihim addar) dan mereka bertemu dengan Fathimah dan ia berseru: “Ya Ibnu Khaththab, apakah kau datang untuk membakar rumah kami?” Umar menjawab: “Ya benar! bila kamu tidak mau masuk ke tempat di mana umat telah masuk!” ( Ibn’ Abd Rabbih, ibid., jilid 3, hlm. 64; Abu’l Fida’, ibid., jilid 1, hlm. 156. )
Dan dalam Ansab alAsyraf. Dan ia bertemu dengan Fathimah di depan pintu, maka Fathimah berseru: “Ya Ibnu Khaththab apakah akan kau bakar pintu rumahku?” Ia menjawab: “Ya!.” ( Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 586; Kanzu’l’ Ummal, jilid 3, hlm. 140; Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah,jilid 1, hlm. 167; alKhamis,
jilid 1, hlm. 178; Abu Bakar Jauhari, dituturkan oleh Ibn AbilHadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, 134 )
Ya’qubi menulis:
“Dan mereka mendatangi jemaah yang ada di dalam rumah dan mereka menyerbu (hajamu) melalui pintu sampai patah pedang Ali dan mereka lalu memasuki rumahnya..” ( Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105. )
Dan Ali berkata: ‘Aku adalah hamba Allah dan saudara Rasul Allah!’
Ia kemudian dibawa menghadap Abu Bakar dan Abu Bakar berkata kepada Ali: ‘Baiat!’
Ali menjawab: ‘Aku lebih berhak akan kepemimpinan ini dari kamu! Aku tidak akan membaiat dirimu dan kamulah yang pertama harus membaiatku. Kamu mengambil kepemimpinan ini dari kaum Anshar dan kamu berhujah terhadap mereka dengan kekerabatanmu dengan Rasul. Kamu memberikan pengarahan, mereka memberikan kepadamu pemerintahan. Aku mengajukan kepadamu hujah serupa yang kamu ajukan kepada kaum Anshar, maka Anda haruslah memperlakukan kami dengan adil bila kamu takut kepada Allah dan bila kami benar, berikanlah pengakuan yang serupa sebagaimana kaum Anshar melakukannya terhadapmu; kalau tidak, maka kamu telah berlaku zalim dan kamu mengetahuinya!
Umar menjawab: Engkau tidak boleh pergi sebelum membaiat’.
Ali: ‘Bagianmu, hai Umar, memerah susu untuknya hari ini, agar dia mengembalikannya untukmu besok. Tidak, demi Allah, aku tidak akan menerima perkataanmu dan tidak akan mengikutimu’.
Abu Bakar: ‘Bila engkau tidak membaiatku, aku tidak memaksa!’
Abu ‘Ubaidah lalu berkata: ‘Hai ayah Hasan, engkau masih muda, dan orang orang
ini adalah tokoh tokoh Quraisy dari kaummu, engkau tidak berpengalaman dan berilmu seperti mereka dalam pemerintahan, dan aku melihat Abu Bakar lebih kuat darimu. Ia sangat kuat dan terampil untuk memikul beban ini, maka serahkanlah padanya. Sedang engkau, bila berumur panjang, maka engkaulah yang paling cocok (khaliq) dan tepat (khaqiq) memegang pemerintahan ini karena keutamaan dan jihadmu bersama Rasul, kekerabatanmu dengan Rasul serta keterdahuluanmu dalam Islam!’
Dan Ali menjawab: ‘Hai kaum Muhajirin, demi Allah jangan kamu memindahkan pemerintahan Muhammad dari tempat tinggal dan rumahnya ke rumah dan tempat tinggalmu dan janganlah kamu keluarkan keluarganya dari kedudukan dan haknya di kalangan manusia, karena Allah, hai kaum Muhajirin, kami ahlu’lbait lebih berhak akan urusan ini dari kamu. Pada kamilah terdapat pembaca Kitab Allah, ahli ilmu agama Allah, Alim dalam Sunnah dan dengan demikian paling terampil mengurus pengembalaan. Demi Allah, ini semua terdapat pada kami! Maka janganlah
mengikuti hawa nafsu dan jangan pulalah kamu rakus akan hak orang lain!’
Maka berkatalah Basyir bin Sa’d: ‘Kami orang orang Anshar, ya Ali, andaikata kami dengar darimu kata kata ini sebelum kami baiat Abu Bakar, maka di antara kami, tidak ada dua orang yang berbeda pendapat. Tetapi sayang, kaum Anshar telah membaiatnya’. Maka Ali Ialu kembali ke rumahnya tanpa membaiat. (Abu Bakar Jauhari dalam Saqifah sebagaimana dituturkan oleh Ibn AbilHadid, ibid., jilid 6, hlm. 285). )
Ibnu Qutaibah menulis:
“Abu Bakar ra merasa kehilangan satu kaum yang tidak mau membaiatnya yang berkumpul di rumah Ali karramallahu wajhahu maka ia lalu mengirim Umar dan Umar pergi dan memanggil mereka dan mereka berada di rumah Ali dan mereka tidak mau keluar dan ia mengancam dengan obor kayu api (hathab) sambil berkata: ‘Demi Dia yang menguasai jiwa Umar, kamu keluar atau kubakar semua yang ada di rumah. Dan seorang berkata kepadanya: ‘Ya ayah dari Hafshah, di dalamnya ada Fathimah. ‘Dan Umar berkata: ‘Biar! (Ibnu Qutaibah, al Imamah wasSiyasah, jilid 1, hlm. 12. )
“Kemudian Ali, karramallahu wajhahu, mendatangi Abu Bakar dan berkata: ‘Saya adalah Hamba Allah dan saudara Rasul Allah!’ Dan orang (Umar, pen.) mengatakan kepadanya: ‘Baiatlah Abu Bakar!’ Dan Ali berkata: ‘Saya lebih berhak terhadap pemerintahan ini dari engkau! Aku tidak akan membaiat kamu dan kamulah seharusnya yang pertama membaiatku. Kamu mengambil kekuasaan ini dari Anshar, dan kamu berhujah dengan kekerabatanmu dengan Rasul Allah SAW
dan kamu mengambilnya dari kami, ahlu’lbait dengan kekerasan (ghashaban). Bukankah kamu berdebat dengan kaum Anshar bahwa kamu yang lebih berhak terhadap pemerintahan ini dari mereka, dengan alas an Nabi Muhammad dari keluargamu dan mereka menyerahkan kepada kamu kekuasaan dan imarah, maka aku berhujah terhadapmu dengan dalil yang sama yang kamu lakukan terhadap kaum Anshar. Kami lebih dekat dengan Rasul Allah selama hidupnya dan setelah beliau wafat. (Ibnu Qutaibah, al Imamah wasSiyasah, jilid 1, hlm. 11. )
Bagaimanapun juga, Ali tidak pernah melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Abu Bakar, Umar maupun Utsman. Tetapi penyerbuan ke rumah Fathimah, bagi Umar, adalah penting sekali. Umar menganggap, dengan tindakannya ini, ia telah menggeser Ali dari kedudukannya sebagai orang pertama yang berhak memimpin umat sesudah wafatnya Rasul.
Pengepungan dan ancaman pembakaran rumah Fathimah untuk mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib sebagai rentetan pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah, barangkali bukanlah berdasarkan pertimbangan rasional semata mata. Agaknya,” ‘Api kebencian’ dalam hati sebagian kaum Quraisy yang lama terpendam sejak zaman jahiliah, mulai menjalar bersama wafatnya Rasul Allah.
Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah bertindak secara berlebihan dengan meninggalkan jenazah Rasul karena kepergiannya ke Saqifah Bani Saidah; ia pun telah bertindak kelewat batas dengan memerintahkan penyerbuan rumah Fathimah. Fathimah telah menyatakan kemarahannya dengan mengatakan bahwa ia tidak akan berbicara lagi kepada Umar dan Abu Bakar.
Malah Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah merebut kekuasaan secara tidak sah. Ia telah pergi bersama Ali mendatangi rumah rumah kaum Anshar, dan mengajak mereka agar mau membaiat kepada Ali… Fathimah sendiri mengatakan bahwa Ali tidak dapat meninggalkan jenazah Rasul pada saat itu
Tatkala Ali bin Abi Thalib diangkat jadi khalifah 25 tahun kemudian, di Kufah beliau menanyakan para sahabat akan khotbah Rasul di Ghadir Khumm dan 11 orang sahabat menyatakan mendengar Rasul bersabda: ‘Barangsiapa menganggap aku sebagai maulanya maka Ali adalah maulanya juga. Ya Allah, cintailah siapa yang mencintainya dan musuhilah siapa yang memusuhinya!’.
Filed under: Uncategorized | Leave a Comment »
Abdullah bin Abbas berpendapat bahwa khilafah adalah hak Ali … Abdullah bin Abbas menyatakan bahwa kawin mut’ah (mut’atunNisa’) dihalalkan Allah dan Rasul Nya……
Posted on Agustus 28, 2010 by syiahali
Umar berkata kepada Abdullah bin Abbas : ‘Hai Ibnu Abbas, demi Allah, sesungguh nya sahabatmu itu (maksudnya Ali bin Abi Thalib) adalah orang pertama yang berhak memerintah sesudah Rasul Allah saw; sayang kami melihat dua kelemahannya..’. Maka saya berkata: ‘Apa saja kedua kelemahannya itu, ya Amiru ‘lmu ‘minin?’ Maka Umar pun berkata: ‘Kami melihat kekurangannya pada usia yang muda, dan cintanya kepada keluarga ‘Abdul Muththalib’. ( Ibn AbilHadid, Syarh Nahju ‘lBalaghah, jilid 6, hlm. 5051 )
Perdebatan di Saqifah Bani Sa’idah, yang berakhir dengan pembaiatan Abu Bakar, berekor panjang.. Petang hari itu juga, setelah selesai pembaiatan, rombongan yang dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar beramai ramai datang ke Masjid Madinah. Dan beberapa puluh meter dari Masjid, di rumah Fathimah, Ali dan Abbas yang baru selesai mengurus jenazah Rasul.
Penulis penulis sejarah menyebut nama nama para Sahabat yang pada waktu itu berlindung di rumah Fathimah. Mereka itu adalah: Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin ‘Awwam, Abbas bin ‘Abdul Muththalib, ‘Ammar bin Yasir, ‘Utbah bin Abi Lahab, Salman alFarisi, Abu Dzarr alGhifari, Miqdad bin Aswad, Bara’ bin ‘Azib, ‘Ubay bin Ka’b dan Sa’d bin Abi Waqqash. Dan keluarga Banu Hasyim yang lain serta sekelompok orang Quraisy dan Anshar. Inilah yang dimaksudkan Umar tatkala ia mengatakan bahwa Ali dan Zubair serta pendukung pendukungnya memisahkan diri dari kami dan berkumpul di rumah Fathimah’.
Abu Bakar dan Umar menyadari sepenuhnya akan tuntutan Ali bin Abi Thalib, yang sepanjang hidup Rasul dianggap sebagai saudara Rasul dalam pengertian yang luas, yang kedudukannya di samping Rasul sebagai Harun bagi Musa, telah memerintahkan serombongan Sahabat memanggil Ali untuk membaiat Abu Bakar di Masjid. Setelah Ali menolak, Umar menasihatkan Abu Bakar untuk segera bertindak agar tidak terlambat. Umar lalu mengepung rumah Ali dengan serombongan orang bersenjata, dan mengancam akan membakar rumah itu. ( Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 585; Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18; al Jauhari,
Saqifah, yang dicatat oleh Ibn AbilHadid dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 4752; Ibnu Qutaibah, alImamah wa’s Siyasah, pada bagian “Bagaimana Baiat pada ‘Ali bin Abi Thalib”, Muttaqi, Kanzu’1’ Ummal, jilid 2, hlm. 140.)
Abu Bakar dan Umar merasakan pentingnya baiat Ali sebagai calon terkuat dari Banu Hasyim, dan mengetahui kemungkinan akan timbulnya perlawanan dari kelompok Ali, apabila mereka tidak lekas bertindak. Mereka lalu mengepung rumah Ali dengan pasukan bersenjata, yang terdiri dari: Umar bin Khaththab, Khalid bin Walid , Abdurrahman bin ‘Auf, Ziyad bin Labid , Tsabit bin Qais bin Syammas , Muhammad bin Maslamah , Salamah bin Salim bin Waqasy , Salamah bin Aslam , Zaid bin Tsabit dan Usaid bin Hudhair.
Riwayat tentang pengepungan terhadap rumah Fathimah ini sangatlah kuat dan tercatat dalam kitab kitab siyar (bentuk jamak dari sirah, biografi Rasul), kitab kitab hadis shahih dan masanid…..Masdnid = bentuk jamak dan musnad, berasal dan kata sanada yang berarti menunjang, menopang atau mendukung; musnad adalah (kitab yang memuat) hadits yang dapat dijajaki tanpa terputus putus sampai ke sumber pertama, misalnya Musnad Ahmad yang ditulis oleh Imam Ahmad
E.V. Vaglieri, setelah melakukan penelitian yang mendalam mengenai masalah ini mengatakan dalam Encyclopedia of Islam, artikel ‘Fathimah’:’ Meskipun para penulis menambahkan detil detil, tetapi peristiwa penyerbuan ini berdasarkan fakta’.
Ibnu Qutaibah menuliskan peringatan anggota rombongan kepada Umar yang membawa kayu bakar dan mengancam hendak membakar rumah: Ya aba Hafshah, inna fiha Fathimah, Wahai ayah Hafshah, sesungguhnya Fathimah berada di dalam rumah, dan Umar menjawab, Wa in! (Sekalipun). (Ibnu Qutaibah, al Imamah wa’s Siyasah, pada bagian “Bagaimana Baiat ‘Ali”.)
Sebelumnya, dalam Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, halaman 20, Ibn AbliHadid meriwayatkan dari Zubair bin Bakkar bahwa ‘Khalid bin Waild adalah Syi’ah Abu Bakar dan sangat memusuhi ‘Ali bin Abi Thalib’.
Marilah kita ikuti tulisan Ibn Abil Hadid dari suatu rangkaian isnad yang berasal dari Abu Bakar Ahmad bin ‘Abdul Aziz; “Abu Bakar berkata pada Umar: ‘Dimana Khalid bin Walid?” Umar menjawab: ‘Ini dia!’. Maka berkatalah Abu Bakar: ‘Pergilah
kamu berdua ke tempat mereka berdua, Ali dan Zubair, dan bawa kemari mereka berdua’. Umar dan Khalid bin Walid lalu mendekat ke rumah Fathimah. Umar masuk ke dalam rumah, danKhalid berdiri di dekat pintu keluar. Zubair, sepupu Rasul, memegang pedang terhunus. Umar berkata kepada Zubair: ‘Untuk apa pedang ini?’ Zubair menjawab: ‘Untuk membaiat Ali’. Di dalamrumah terdapat banyak orang, di antaranya Miqdad dan keluarga Banu Hasyim. Umar merampas pedang Zubair lalu mematahkannya dengan memapaskannya ke batu. Zubair dikeluarkan dan
rumah dan diserahkan kepada Khalid dan rombongannya. Melihat banyak orang di dalam rumah, Umar mengatakan kepada Khalid agar melaporkan keadaan itu kepada Abu Bakar, dan Abu Bakar lalu mengirim rombongan besar untuk membantu Umar dan Khalid. Umar berkata kepada Ali: ‘Mari, baiatlah Abu Bakar!’ Kalau tidak akan kami penggal lehermu, Ali tidak mau; maka ia lalu diseret dan diserahkan kepada Khalid, sebagaimana Zubair. Maka orang orang pun berkumpul untuk menonton, dan penuhlah jalan jalan Madinah dengan kerumunan orang.
Setelah Fathimah melihat apa yang diperbuat Umar, ia menjerit, sehingga berkumpullah wanita Banu Hasyim dan lain lain. Fathimah lalu keluar dan pintu dan berseru: ‘Hai, Abu Bakar! Alangkah cepatnya Anda menyerang keluarga Rasul. Demi Allah, saya tidak akan berbicara dengan Umar sampai saya menemui Allah… Kalian telah membiarkan jenazah Rasul Allah bersama kami, dan kalian telah mengambil keputusan antara kalian sendiri, tanpa bermusyawarah dengan kami dan tanpa menghormati hak hak kami. Demi Allah, aku katakan, keluarlah kalian dari sini, dengan segera! Kalau tidak, dengan rambut yang kusut ini, aku akan meminta keputusan dari Allah! (Ibn AbilHadid, Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 6, hlm. 4849. Mengenai kata kata Fathimah ini, lihatlah pula Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 585; Thabari, Tarikh, jilid 1, hlm. 18;Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 126 )
Dengan munculnya Fathimah ini, maka rombongan itu pun bubar, tanpa mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib. Banyak penulis juga menceritakan adanya dialog antara Umar dan Abu Bakar di satu pihak, dan Ali di pihak lainnya, sebelum Fathimah keluar. Pada garis besarnya Ali menyatakan haknya terhadap kekhalifahan. Tatkala ia diseret, mereka berkata: ‘baiatlah kalau tidak akan kami penggal kepalamu’. Ali mengatakan: ‘Kamu akan memenggal kepala hamba Allah dan saudara Rasul?’ (Lihat Ibnu Qutaibah, alImamah wa’s Siyasah, hlm. 13. )
Umar menjawab: ‘Mengenai hamba Allah, ya, tetapi mengenai saudara Rasul, tidak’.
Umar juga mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan Ali, sebelum Ali mengikutinya.
Ali menjawab: ‘Engkau sedang memerah susu untuk Abu Bakar dan dirimu sendiri. Engkau bekerja untuknya hari ini, dan besok ia akan mengangkat engkau menjadi penggantinya. Demi Allah, saya tak akan mendengar kata katamu hai Umar, dan saya tidak akan membaiat Abu Bakar’. Abu Bakar kemudian berkata: ‘Saya tidak akan memaksa Anda menyetujui saya’.
Para penulis melukiskan bagaimana mereka memasuki rumah Fathimah:
“Beberapa orang Muhajirin marah akan pembaiatan Abu Bakar, di antaranya Ali dan Zubair dan mereka masuk ke rumah Fathimah dan keduanya bersenjata”. ( Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 167; Abu Bakar Jauhari, Saqifah, dituturkan oleh Ibn Abil Hadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, jilid 6, hlm. 293.)
“Maka sampailah berita kepada Abu Bakar dan Umar bahwa sekumpulan kaum Muhajirin dan Anshar telah berkumpul bersama Ali bin Abi Thalib di rumah Fathimah binti Rasul Allah”. ( Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105 )
“Dan mereka berkumpul semata mata untuk membaiat Ali”. ( Ibn AbilHadid,
ibid., jilid 1, hlm. 134.)
“Umar bin Khaththab mendatangi rumah Ali dan di dalamnya berada Fathimah dan Zubair dan oran gorang dari kaum Muhajirin, dan Zubair keluar dengan pedang terhunus. Pedangnya terlepas jatuh dari tangan dan mereka meloncat menerkam dan mengambilnya”. ( Thabari, Tarikh, jilid 2, hlm. 443, 446; bahwa pedang Zubair dipatahkan, bacalah Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 167, alKhamis, jilid 1, hlm. 188; Ibn AbilHadid, ibid., jilid 1, hlm. 122, 132, 134, 87, Kanzu’l’ Ummal, jilid 3, hlm. 128. )
Agaknya pada waktu itu Fathimah lalu keluar: “Maka Abu Bakar mengirim Umar bin Khaththab untuk mengeluarkan mereka dari rumah Fathimah, dan Abu Bakar berpesan: ‘Bila mereka menolak, maka perangi mereka!’. Mereka lalu pergi dengan membawa kayu bakar yang sedang menyala (bi qabasin min nar) untuk membakar rumah yang akan membuat mereka kepanasan (an yudhrima ‘alaihim addar) dan mereka bertemu dengan Fathimah dan ia berseru: “Ya Ibnu Khaththab, apakah kau datang untuk membakar rumah kami?” Umar menjawab: “Ya benar! bila kamu tidak mau masuk ke tempat di mana umat telah masuk!” ( Ibn’ Abd Rabbih, ibid., jilid 3, hlm. 64; Abu’l Fida’, ibid., jilid 1, hlm. 156. )
Dan dalam Ansab alAsyraf. Dan ia bertemu dengan Fathimah di depan pintu, maka Fathimah berseru: “Ya Ibnu Khaththab apakah akan kau bakar pintu rumahku?” Ia menjawab: “Ya!.” ( Baladzuri, Ansab alAsyraf, jilid 1, hlm. 586; Kanzu’l’ Ummal, jilid 3, hlm. 140; Muhibbuddin Thabari, ArRiyadh anNadhirah,jilid 1, hlm. 167; alKhamis,
jilid 1, hlm. 178; Abu Bakar Jauhari, dituturkan oleh Ibn AbilHadid, ibid., jilid 1, hlm. 132, 134 )
Ya’qubi menulis:
“Dan mereka mendatangi jemaah yang ada di dalam rumah dan mereka menyerbu (hajamu) melalui pintu sampai patah pedang Ali dan mereka lalu memasuki rumahnya..” ( Ya’qubi, Tarikh, jilid 2, hlm. 105. )
Dan Ali berkata: ‘Aku adalah hamba Allah dan saudara Rasul Allah!’
Ia kemudian dibawa menghadap Abu Bakar dan Abu Bakar berkata kepada Ali: ‘Baiat!’
Ali menjawab: ‘Aku lebih berhak akan kepemimpinan ini dari kamu! Aku tidak akan membaiat dirimu dan kamulah yang pertama harus membaiatku. Kamu mengambil kepemimpinan ini dari kaum Anshar dan kamu berhujah terhadap mereka dengan kekerabatanmu dengan Rasul. Kamu memberikan pengarahan, mereka memberikan kepadamu pemerintahan. Aku mengajukan kepadamu hujah serupa yang kamu ajukan kepada kaum Anshar, maka Anda haruslah memperlakukan kami dengan adil bila kamu takut kepada Allah dan bila kami benar, berikanlah pengakuan yang serupa sebagaimana kaum Anshar melakukannya terhadapmu; kalau tidak, maka kamu telah berlaku zalim dan kamu mengetahuinya!
Umar menjawab: Engkau tidak boleh pergi sebelum membaiat’.
Ali: ‘Bagianmu, hai Umar, memerah susu untuknya hari ini, agar dia mengembalikannya untukmu besok. Tidak, demi Allah, aku tidak akan menerima perkataanmu dan tidak akan mengikutimu’.
Abu Bakar: ‘Bila engkau tidak membaiatku, aku tidak memaksa!’
Abu ‘Ubaidah lalu berkata: ‘Hai ayah Hasan, engkau masih muda, dan orang orang
ini adalah tokoh tokoh Quraisy dari kaummu, engkau tidak berpengalaman dan berilmu seperti mereka dalam pemerintahan, dan aku melihat Abu Bakar lebih kuat darimu. Ia sangat kuat dan terampil untuk memikul beban ini, maka serahkanlah padanya. Sedang engkau, bila berumur panjang, maka engkaulah yang paling cocok (khaliq) dan tepat (khaqiq) memegang pemerintahan ini karena keutamaan dan jihadmu bersama Rasul, kekerabatanmu dengan Rasul serta keterdahuluanmu dalam Islam!’
Dan Ali menjawab: ‘Hai kaum Muhajirin, demi Allah jangan kamu memindahkan pemerintahan Muhammad dari tempat tinggal dan rumahnya ke rumah dan tempat tinggalmu dan janganlah kamu keluarkan keluarganya dari kedudukan dan haknya di kalangan manusia, karena Allah, hai kaum Muhajirin, kami ahlu’lbait lebih berhak akan urusan ini dari kamu. Pada kamilah terdapat pembaca Kitab Allah, ahli ilmu agama Allah, Alim dalam Sunnah dan dengan demikian paling terampil mengurus pengembalaan. Demi Allah, ini semua terdapat pada kami! Maka janganlah
mengikuti hawa nafsu dan jangan pulalah kamu rakus akan hak orang lain!’
Maka berkatalah Basyir bin Sa’d: ‘Kami orang orang Anshar, ya Ali, andaikata kami dengar darimu kata kata ini sebelum kami baiat Abu Bakar, maka di antara kami, tidak ada dua orang yang berbeda pendapat. Tetapi sayang, kaum Anshar telah membaiatnya’. Maka Ali Ialu kembali ke rumahnya tanpa membaiat. (Abu Bakar Jauhari dalam Saqifah sebagaimana dituturkan oleh Ibn AbilHadid, ibid., jilid 6, hlm. 285). )
Ibnu Qutaibah menulis:
“Abu Bakar ra merasa kehilangan satu kaum yang tidak mau membaiatnya yang berkumpul di rumah Ali karramallahu wajhahu maka ia lalu mengirim Umar dan Umar pergi dan memanggil mereka dan mereka berada di rumah Ali dan mereka tidak mau keluar dan ia mengancam dengan obor kayu api (hathab) sambil berkata: ‘Demi Dia yang menguasai jiwa Umar, kamu keluar atau kubakar semua yang ada di rumah. Dan seorang berkata kepadanya: ‘Ya ayah dari Hafshah, di dalamnya ada Fathimah. ‘Dan Umar berkata: ‘Biar! (Ibnu Qutaibah, al Imamah wasSiyasah, jilid 1, hlm. 12. )
“Kemudian Ali, karramallahu wajhahu, mendatangi Abu Bakar dan berkata: ‘Saya adalah Hamba Allah dan saudara Rasul Allah!’ Dan orang (Umar, pen.) mengatakan kepadanya: ‘Baiatlah Abu Bakar!’ Dan Ali berkata: ‘Saya lebih berhak terhadap pemerintahan ini dari engkau! Aku tidak akan membaiat kamu dan kamulah seharusnya yang pertama membaiatku. Kamu mengambil kekuasaan ini dari Anshar, dan kamu berhujah dengan kekerabatanmu dengan Rasul Allah SAW
dan kamu mengambilnya dari kami, ahlu’lbait dengan kekerasan (ghashaban). Bukankah kamu berdebat dengan kaum Anshar bahwa kamu yang lebih berhak terhadap pemerintahan ini dari mereka, dengan alas an Nabi Muhammad dari keluargamu dan mereka menyerahkan kepada kamu kekuasaan dan imarah, maka aku berhujah terhadapmu dengan dalil yang sama yang kamu lakukan terhadap kaum Anshar. Kami lebih dekat dengan Rasul Allah selama hidupnya dan setelah beliau wafat. (Ibnu Qutaibah, al Imamah wasSiyasah, jilid 1, hlm. 11. )
Bagaimanapun juga, Ali tidak pernah melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Abu Bakar, Umar maupun Utsman. Tetapi penyerbuan ke rumah Fathimah, bagi Umar, adalah penting sekali. Umar menganggap, dengan tindakannya ini, ia telah menggeser Ali dari kedudukannya sebagai orang pertama yang berhak memimpin umat sesudah wafatnya Rasul.
Pengepungan dan ancaman pembakaran rumah Fathimah untuk mendapatkan baiat dari Ali bin Abi Thalib sebagai rentetan pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah, barangkali bukanlah berdasarkan pertimbangan rasional semata mata. Agaknya,” ‘Api kebencian’ dalam hati sebagian kaum Quraisy yang lama terpendam sejak zaman jahiliah, mulai menjalar bersama wafatnya Rasul Allah.
Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah bertindak secara berlebihan dengan meninggalkan jenazah Rasul karena kepergiannya ke Saqifah Bani Saidah; ia pun telah bertindak kelewat batas dengan memerintahkan penyerbuan rumah Fathimah. Fathimah telah menyatakan kemarahannya dengan mengatakan bahwa ia tidak akan berbicara lagi kepada Umar dan Abu Bakar.
Malah Fathimah berpendapat bahwa Abu Bakar telah merebut kekuasaan secara tidak sah. Ia telah pergi bersama Ali mendatangi rumah rumah kaum Anshar, dan mengajak mereka agar mau membaiat kepada Ali… Fathimah sendiri mengatakan bahwa Ali tidak dapat meninggalkan jenazah Rasul pada saat itu
Tatkala Ali bin Abi Thalib diangkat jadi khalifah 25 tahun kemudian, di Kufah beliau menanyakan para sahabat akan khotbah Rasul di Ghadir Khumm dan 11 orang sahabat menyatakan mendengar Rasul bersabda: ‘Barangsiapa menganggap aku sebagai maulanya maka Ali adalah maulanya juga. Ya Allah, cintailah siapa yang mencintainya dan musuhilah siapa yang memusuhinya!’.
Kamis, 07 April 2011
SATU ISLAM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
copyrigt; Juned Topan.. Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar